2020 RI Tak Impor Garam

Jakarta – Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan saat ini pemerintah terus berupaya dalam memaksimalkan produksi garam nasional. Salah satu strategi yang diusung adalah dengan melaksanakan program ekstensifikasi lahan di sejumlah daerah yang menjadi sentra produksi garam nasional.

Dalam program tersebut, Pemerintah akan melaksanakannya di atas lahan seluas 40 ribu hektar. Dia bilang, salah satu ekstensifikasi lahan yang sudah mulai adalah tambak garam milik PT Garam yang dibuka di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

“PT Garam sedang membangun 4.000 ha tambak garam di Teluk Kupang, Nusa Tenggara,” katanya dalam acara Coffee Morning di kantornya, Jakarta, Selasa (17/10).

Dengan cara ini, dia meyakini Indonesia bisa meningkatkan produksi garam nasional. Bahkan dia meyakini untuk urusan garam konsumsi saat ini sudah tak jadi masalah, karena PT Garam juga sudah bisa bekerja sama dengan swasta untuk pemanfaatan lahan tambak garam yang ada, sehingga kendala biaya tak lagi jadi persoalan.

“Lahan kita luas. PT Garam sudah kita dorong ajak swasta kerja sama. Sekarang kita efektifkan itu. Dan pemerintah siapkan infrastrukturnya sehingga petani bisa dapat air matang atau tuanya itu dari pemerintah. Saya lihat sudah enggak ada masalah,” ucapnya.

Lewat cara ini, dia bilang pada tahun 2020 nanti, Indonesia tak perlu lagi mengimpor garam, baik jenis konsumsi rumah tangga maupun industri.

“Garam konsumsi mestinya sudah tak ada masalah. Yang kita kejar sekarang adalah garam industri. Kita harap 2019 itu selesai sehingga 2020 tidak perlu impor (garam) lagi,” tukas Luhut.

Sebelumnya pada rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di kantornya, beberapa waktu lalu, Luhut mengatakan, Indonesia bisa swasembada garam pada tahun 2019

Hal ini menurutnya bisa dikejar dengan memaksimalkan potensi lahan garam yang saat ini sudah ada maupun yang belum dioptimalkan. Menurut Luhut, ada 40 ribu hektare (ha) lahan garam yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Jadi luas lahan garam kita yang diiventarisasi, ternyata ada 40 ribu hektare, lebih besar dari yang kita lihat. Tadi dari masalah pertanahan, kita mau selesaikan dulu lahan-lahan yang belum selesai ditangani, nah itu kelihatannya bisa. Nah kalau itu bisa selesai tahun ini, kita bisa selesai (swasembada) 2019,” ujarnya.

Menurut dia, jika persoalan lahan sudah beres, maka yang perlu dilakukan selanjutnya yakni menerapkan teknologi yang sudah dikembangkan untuk memproduksi garam. Proses ekstensifikasi lahan diharapkan selesai tahun depan.

40 ribu ha lahan itu mencakup jumlah eksisting dan yang belum diekstensifikasi. Jumlah ini pun masih bisa bertambah.

“Tadinya kan kita pikir hanya 30 ribu ha, ternyata bisa 40 ribu ha. Masih ada potensi lebih dari itu. Tapi, dengan 40 ribu ha pun kita sudah oke,” tutur Luhut.

Seperti diketahui, salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia belum mampu swasembada garam adalah soal ketersediaan lahan tambak yang masih terbatas. Meskipun Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas, namun tidak seluruh dari lahan pesisir dapat digunakan sebagai lahan tambak garam.

Sejauh ini pemerintah menyasar tiga provinsi di luar Jawa untuk melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan untuk mendorong produksi garam nasional. Selain melakukan upaya ekstensifikasi, pemerintah juga melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produksi garam di sentra-sentra garam eksisting di pantai utara Jawa (pantura) hingga Pulau Madura. (eds/hns)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X