Kerajaan Thailand Beri Gelar Kehormatan Bagi Bikkhu Jinadhammo


Bhikkhu Jinadhammo, mendapat anugerah gelar kehormatan dari Kerajaan Thailand dengan gelar Phararajaghana (Chaokhun) Phra Videsadhammanana pada 5 Desember 2016 lalu. Gelar kehormatan ini diberikan kepada salah seorang bhikkhu senior Indonesia ini atas pengabdiannya membabarkan Buddha Dhamma di Indonesia.

Saat ini, Bhante Jinadhammo merupakan bhikkhu Theravada paling senior di Indonesia, yaitu telah melewati 46 masa vassa. Ia sangat disayang dan dihormati oleh umat Buddha, terlebih di Sumatera, tempat di mana ia selama ini banyak mengabdi. Ia dikagumi umat Buddha bukan saja karena kesederhanaan hidupnya tetapi juga keteguhan prinsipnya.

Eyang, begitu ia akrab disapa, lahir di Desa Gempok, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada 3 September 1944, dengan nama kecil Sunardi. Sunardi kecil adalah sosok anak yang sering sakit-sakitan. Ditambah lagi dengan kondisi negara yang baru saja merdeka, memaksa keluarga Sunardi untuk selalu berpindah-pindah ke berbagai pelosok di daerah Jawa.

Meski berasal dari keluarga susah, Sunardi tetap bisa menamatkan Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar), dan ia melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi yaitu SMP. Dari kecil, semangat belajar Sunardi cukup tinggi. Untuk menambah uang saku, sepulang sekolah ia bekerja sebagai tukang cukur rambut.

Agama Buddha mulai dikenal Sunardi saat ia bersama teman-temannya sering mengunjungi Candi Borobudur dan Prambanan, yang tak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Diam-diam ia penasaran dengan kemegahan candi tersebut, ia takjub dengan ukiran-ukiran relief dan patung.

Pertanyaan itu terjawab ketika Sunardi membaca majalah Mutiara Minggu yang memuat tentang agama-agama besar di Indonesia. Sunardi tertarik sekali dengan agama Buddha, dan sejak itulah ia rutin mempelajari agama Buddha melalui majalah yang sederhana tersebut. Tertarik dengan agama Buddha, akhirnya Sunardi bertemu dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita di Bandung.

Dari Bhikkhu Ashin, Sunardi giat mempelajari paritta-paritta suci dan Buddha Dhamma secara mendalam. Dalam waktu singkat ia mampu menguasai paritta-paritta tersebut, sehingga ia dipilih sebagai pemimpin kebaktian untuk mahasiswa-mahasiswi di Vihara Vimala Dharma, Bandung, awal tahun 1960. Hal ini pula yang membawa Sunardi bergabung dalam organisasi agama Buddha di Bandung pada tahun 1962.

Sunardi kemudian ditunjuk oleh Bhante Ashin untuk mendampinginya mengembangkan agama Buddha baik di Pulau Jawa, atau bahkan di seluruh Indonesia. Dan ini suatu kebanggaan tersendiri pada masa itu, karena siapa yang bisa terpilih sebagai upasaka Bhikkhu Ashin, merupakan hal yang sangat jarang terjadi.

Setelah satu tahun di Kota Kembang ini, Sunardi ditugaskan oleh Bhikkhu Ashin untuk mengembangkan Buddha Dhamma di wilayah Sumatera, khususnya Medan, Padang, dan Pekanbaru. Sunardi di-visuddhi menjadi upasaka di Pekanbaru oleh Bhante Ashin setelah tiga tahun mengabdi.

Sunardi banyak sekali belajar Buddha Dhamma pada Bhante Ashin. Ia juga kerap mengikuti pelatihan diri dengan disiplin yang ketat dan keras di bawah bimbingan Bhante Ashin. Bhante Ashin sering mendorong Sunardi agar mau menjadi bhikkhu, namun Sunardi mengaku belum bersedia. Setelah enam tahun dibujuk, akhirnya Sunardi pun bersedia.

Bhante Jinadhammo kemudian memperdalam agama Buddha di Wat Bovoranives, Bangkok, Thailand. Ia mengkhususkan pada pelajaran Vinaya dan berlatih meditasi pada para bhikkhu yang telah ahli. Ia juga pernah belajar meditasi pada guru meditasi termashyur, Ajahn Boowa di vihara hutan di Udonthani.

Bhante Jin belajar di Thailand selama tiga tahun. Sekembalinya ke Indonesia, Bhante Ashin sebagai pimpinan Sangha menugaskan Bhante Jinadhammo ke Sumatera untuk membina Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan Padang. Bhante Jin menetap di Vihara Borobudur, Medan.

Pengabdian Bhante Jin yang tiada henti terutama di Sumatera kini telah berbuah manis. Agama Buddha tumbuh luas di Sumatera.
(dari berbagai sumber/buddhazine)

Close Ads X
Close Ads X