Sumut ‘Paten’ Korupsinya

Di tengah hembusan badai korupsi yang tiada henti-hentinya mendera negeri ini, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) secara mengejutkan dinyatakan sebagai peringkat ketiga dengan napi terbanyak kasus korupsi.

Tentu saja peringkat tersebut bukanlah menandakan Sumut sebagai daerah yang paling gencar dalam memerangi korupsi, melainkan Sumut sebagai daerah yang paling banyak terlibat kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.

Hal ini dibeber oleh Menkum HAM Yasonna, saat dengar pendapat di DPR RI, Senin (16/10) kemarin.

Dengan peringkat ketiga tersebut, tentu bukanlah hal yang mudah menghilangkan stigma negatif tersebut di mata masyarakat kita. Terlebih lagi, persoalan korupsi telah menjadi kejahatan luar biasa yang melanda negeri ini dan rakyat kita pun seakan menginginkan setiap para pelaku korupsi untuk dihukum mati.

Status Sumut mendapat rangking 3 napi korupsi terbanyal secara nasional, tentu tidak terlepas dengan banyak tersangkutnya beberapa pemimpin di daerah sumut dalam kasus korupsi, bahkan diantaranya telah mendekam dalam dinginnya hotel prodeo.

“Darurat korupsi” seakan sangat tepat dialamatkan kepada provinsi Sumut. Oleh karenanya, tidak salah apabila dengan status sebagai darurat korupsi, maka penanganan maupun pencegahannya harus pula dilakukan dengan upaya yang “luar biasa”.

Makna darurat bisa diartikan sebagai keadaan terpaksa yang harus segera ditangani. Namun, khusus darurat korupsi tentu dimaksudkan agar kasus korupsi dapat sesegera mungkin ditangani dan oknum-oknum yang masih berada dalam lingkar korupsi tersebut harus segera disingkirkan dari aktivitas pemerintahan. Sedang kasusnya harus segera ditangani secara khusus sehingga tidak menyebar kepada sektor-sektor yang lain.

Status darurat korupsi yang disandang Sumut sesungguhnya dapat kita teropong apabila dalam segala urusan dengan pemerintahan di daerah tersebut, sarat dengan pungutan liar (pungli), suap-menyuap, pemerasan, dan sebagainya, yang mana selalu saja merugikan masyarakatnya. Tentu telah menjadi rahasia umum, bahwa di Sumut banyak terdapat proyek-proyek siluman alias tidak jelas.

Kini, sebagai masyarakat Sumut, kita berharap di tahun 2017 dan menyongsong 2018, menjadi refleksi bagi para pemimpin provinsi ini agar dapat berbenah diri. Kita tentu tidak mengharapkan kedepannyanya Sumut dicap sebagai daerah yang hanya melahirkan para koruptor-koruptor handal untuk merampok uang negara sebanyak-banyaknya.

Oleh karenanya, provinsi ini akan tetap menjadi daerah terkorup apabila oknum-oknum di dalam pemerintahan tersebut masih ada berkeliaran dalam memainkan perannya sebagai tikus-tikus berdasi perampok uang rakyat. (*)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X