Jakarta | Jurnal Asia
Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat (Dittopad) pada peringatan HUT ke-70 memamerkan beberapa jenis pesawat tanpa awak (UAV) yang digunakan untuk pemetaan dan pemantauan (surveillance) di Jakarta, Selasa (26/4).
“Memang fungsi utamanya untuk pemetaan, tetapi kami juga mengembangkan desain pesawat tanpa awak yang bisa digunakan untuk mengirim barang (dropping) dan pemantauan, terutama di daerah perbatasan,” ujar Kepala Gudang Alat Topografi (Kagudaltop) Mayor TNI Tusnadi.
Beberapa pesawat tanpa awak yang dipamerkan, antara lain jenis multirotor seperti TOPX6-01 yang dilengkapi dengan kamera pemotretan udara berbasis koordinat GPS dan TOPX4-RF yang dilengkapi kamera video untuk pemantauan bahkan dalam kondisi hujan.
Selanjutnya jenis multirotor TOPX8-HL yang dilengkapi dengan kemampuan daya angkat hingga delapan kilogram sebagai “prototype” (purwa rupa) pembawa senjata, logistik, dan perlengkapan di daerah yang sulit dilalui jalur darat.
Menurut Direktur Topografi TNI AD Brigadir Jenderal Dedy Hadria, Indonesia perlu mendesain sendiri pesawat tanpa awak atau “drone” agar bisa disesuaikan dengan kondisi medan dan iklim negara tropis. “Karena itu kita desain sedemikian rupa agar ‘drone’ cocok untuk medan kita seperti pegunungan, daerah sungai, daerah pantai, dan laut,” kata dia.
Mengingat pentingnya fungsi pemetaan dan pemantauan, Direktorat Topografi TNI AD terus berupaya memberikan dukungan pesawat tanpa awak ke berbagai satuan di lapangan, terutama yang menjadi prioritas tahun ini yakni di perbatasan antara RI dan Malaysia.
“Dukungan dari negara ke perbatasan untuk multirotor jarak dekat jumlahnya sudah puluhan yang kami sediakan, sedangkan untuk ‘drone’ jarah jauh tahun ini kita siapkan 10 unit,” ujar Dedy.
Selain perbatasan RI-Malaysia, Direktorat Topografi TNI AD juga akan menyiapkan pesawat tanpa awak untuk membantu pasukan di perbatasan RI-Papua Nugini, RI-Timor Leste, serta di perairan Natuna yang rawan praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing).
Kantongi Sertifikat Tipe IMAA
Di tempat terpisah, Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Wulung hasil produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) resmi mendapatkan sertifikat tipe (type certificate) dari Indonesia Military Airworthiness Authority (IMAA). Drone canggih karya anak bangsa ini dikembangkan bersama oleh PTDI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemenhan menyerahkan sertifikat tipe PTTA Wulung kepada PTDI di markas PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/4). Penyerahan sertifikat tersebut disampaikan langsung Kepala Pusat Kelaikan Baranahan Kemhan RI, Laksma TNI M. Sofyan kepada Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana. “Kami bangga. Proses ini cukup lama, butuh waktu sekitar dua tahun hingga ini (Wulung) muncul,” ucap Sofyan.
Setelah mengantongi type certificate IMAA, artinya proses rancang bangun dan spesifikasi teknis serta batasan operasi pesawat yang tercantum dalam data sheet sertifikat tipe telah memenuhi ketentuan atau aturan kelaikan udara berdasar Petunjuk Pelaksanaan Dirjen Ranahan No. Juklak/20/VIII/2010 tanggal 31 Agustus 2010. “Harapan kami ke PTDI, mohon dikembangkan kembali PTTA Wulung. Ya kemampuan terbangnya bisa tiga hari tiga malam, jangan delapan jam,” ujar Sofyan.
Lebih lanjut, Sofyan menuturkan pihaknya akan segera menyebar informasi di lingkungan Kemenhan berkaitan kehadiran drone canggih karya anak bangsa ini. “Nanti saya sampaikan bahwa PTDI sudah siap produksi secara massal,” ucap Sofyan.
Drone Wulung dirancang dengan kemampuan auto pilot menggunakan konsep modular composite structure, ruang akses yang luas serta perakitan yang cepat dan mudah. Pesawat tanpa awak ini berbobot maksimal 125 kilogram, kapasitas tangki bahan bakar 35 liter, menggunakan single piston engine tipe pusher bertenaga 22 horse power.
PTDI saat ini memperoleh penugasan pemerintah melakukan produksi drone berlabel Wulung. PTDI merespons positif dengan keberhasilan mendapatkan sertifikat tipe IMAA. “Ini bukan hanya langkah maju PTDI saja, tapi dunia penerbangan Indonesia,” ucap Andi Alisjahbana.
Misi Utama PTTA Wulung adalah Intelijen (Intelligence), Pengawasan (Surveillance), Pengintaian (Reconnaisance) atau dikenal dengan ISR. PTTA Wulung diproduksi menggunakan proses pembuatan dan komponen yang sesuai dengan standar industri penerbangan dan sesuai kualifikasi berlaku untuk produk pesawat terbang.
(ant/dtc)