Medan | Jurnal Asia
Tradisi Cheng Beng (ziarah kubur) yang dilaksanakan etnis Tionghoa membawa dampak positif terhadap perekonomian daerah. Pasalnya, di momen ini para perantau baik dari luar kota ataupun luar negeri akan kembali ke kota asal untuk berziarah ke makam leluhur.
Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumatera Utara (Sumut), Tongariodjo Angkasa Ginting SE,MBA,MM,MSc mengatakan, Cheng Beng selalu diperingati setiap tahun. Untuk tahun ini puncaknya jatuh pada tanggal 4 April.
Cheng Beng adalah bentuk penghormatan kepada jasa arwah leluhur yang sudah tiada. Tradisi ini, katanya, secara turun temurun telah dijalankan oleh etnis Tionghoa di manapun berada. Dengan menghormati para luluhur, berarti ia telah menghormati diri sendiri. Karenanya dilakukan dengan penuh khidmat dan penuh makna namun tetap sederhana.
“Di negara kita sendiri juga diajarkan bagaimana cara menghormati para pahlawan karena pahlawan merupakan sejarah yang sangat penting demi kelangsungan hidup bangsa dan negara agar lebih baik. Begitu juga dengan etnis Tionghoa, melalui Cheng Beng ini diajarkan untuk selalu menghormati leluhur ataupun para pahlawan,” katanya kepada wartawan di Thong’s Bakery & Cafe Jalan S Parman No 215 C-D Medan, Sabtu (19/3).
Agar tradisi ziarah kubur ini tidak hilang ditelan waktu, lanjutnya, orang tua harus mengajak generasi muda sehingga mereka tidak melupakan leluhur. Dengan begitu, mereka tidak akan melupakan sejarah keluarga.
Ia menambahkan, pada saat Cheng Beng juga dimanfaatkan untuk berkumpul atau reuni guna mempererat silahturahmi keluarga dan kerabat. Pastinya, selain membantu pelaku UMKM, acar ini bakal menambah devisa pendapatan daerah, baik dari sektor pariwisata, hotel, kuliner, transportasi dan sebagainya.
“Etnis Tionghoa di Sumut ada sekitar 1,5 juta jiwa dan di Medan itu sekitar 5 ribuan. Jika even ini didukung pemerintah, kemungkinan besar akan “memancing” wisatawan mancanegara untuk datang. Sebab itu kami berharap, pemerintah dapat memperbaiki sarana dan prasarana di Sumut umumnya dan di sekitar tempat ziarah kubur khususnya,” katanya.
Wakil Ketua bidang sosial, Solihin Chandra menambahkan, pihaknya meminta aparat kepolisian untuk membantu keamanan etnis Tionghoa saat melakukan ziarah kubur. Selain itu, penyediaan area parkir juga harus diperhatikan pengurus yayasan sehingga tidak terjadi antrian panjang yang menimbulkan kemacetan. “Kita harapkan peran aktif semua pihak agar saat melaksanakan Cheng Beng dapat berjalan aman, nyaman, tertib dan teratur,” tuturnya.
Sementara, Wakil Ketua bidang investasi dan perdagangan sosial, Iwan Hartono Alam mengungkapkan, pelaksanaan Cheng Beng dilakukan 10 hari sebelum dan sesudah hari H (4 April,red) dan biasanya rata-rata kumpulnya di hari Minggu.
Untuk itu, disarankan bagi mereka yang ingin melaksanakan ziarah kubur dapat melakukannya dihari biasa. “Itulah yang biasanya membuat macet dan sedikit mengganggu. Untuk melaksanakan Cheng Beng itu waktunya sekitar 21 hari. Kalau bisa hari biasa maka lakukan dihari biasa agar lebih santai dan nyaman karena tidak terlalu padat,” imbaunya.
Juga hadir dalam konprensi peres tersebut, Sekretaris PSMTI Sumut, Joko Dharmanadi, Wakil Ketua seni dan budaya Jocelie, Wakil Ketua bidang hukum Sukiran SH.MKn, Bendahara, Indra Ang, Wakil Ketua bidang Humas Kundjung. Kemudian, Wakil Ketua bidang peranan wanita, Sukawati Ngaserin, Wakil Ketua bidang organisasi dan kaderisasi Rudy Wijaya dan Wakil Ketua bidang pemuda dan olahraga Johan Tjongiran. (netty)