Menkes Rilis Prototipe Kit Deteksi Virus Hepatitis B

Jakarta | Jurnal Asia

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Nila Moeloek merilis prototipe Kit HBsAg dan kit anti-HBsAg. Prototipe Kit tersebut memiliki fungsi untuk mendeteksi virus Hepatitis B dan mengetahui keberhasilan imunisasi vaksin Hepatitis B, berupa perlindungan antibodi terhadap virus hepatitis B.

“Penduduk dunia mencapai 9 Miliar dan mobilisasi penduduk yang sangat tinggi, penularan penyakit menular menjadi tantangan, cakupan imunisasi sangat penting agar penularan penyakit tidak meluas,” ujar Nila dalam acara Forum Riset Life Science Nasional di Jakarta, Kamis (13/9).

Hasil yang dilakukan tersebut merupakan hasil penelitian dari masalah kesehatan yang berkembang di Indonesia. Sehingga, Nila mendukung konsorsium yang terus mendukung inovasi dalam masalah epidemiologi di Indonesia.

“Bio Farma mengapresiasi hasil penelitian dari konsorsium Hepatitis B, untuk selanjutnya dilakukan hilirisasi dan komersialisasi,” ujar Direktur Utama Bio Farma M. Rahman Roestan.

Rahman menjelaskan, hasil dari riset itu nantinya akan dilakukan scaling up produk, persiapan fasilitas produksi, registrasi, dan persiapan pemasaran. Diperkirakan butuh waktu sekitar dua tahun untuk menyelesaikan prosedur yang ada dan selanjutnya dapat dipasarkan.

Peneliti senior Bio Farma yang juga Koordinator Konsorsium Hepatitis B Neni Nurainy menjelaskan, Kit HBsAg dan kit anti HBsAg mengandung keunggulan dibandingkan kit diagnostik tipe screening yang berada di pasaran. Keunggulan tersebut, mampu mendeteksi virus secara kuantitatif, sehingga hasil diagnosis yang didapat lebih akurat dalam menggambarkan kondisi pasien yang diperiksa dibandingkan dengan kit screening yang hanya memberikan hasil positif dan negatif”

Sri Mulyani, Menteri Keuangan juga hadir memberikan keynote speech dalam konteks gambaran besar perekonomian. Negara mendukung dalam menentukan riset dan mengapresiasi industri yang turut serta berkontribusi dalam ekspor serta menyeimbangkan kestabilan pertumbuhan ekonomi seperti Bio Farma.

“Penelitian dasar atau hilirasi mana yang lebih penting, insentif tax deduction untuk sektor swasta yang melakukan investasi dalam pendanaan riset: serta anggaran penelitian yang sudah besar agar dapat difokuskan dan jelas prioritasnya”.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional BAPPENAS , Subandi, memaparkan tentang Visi Indonesia 2045, kesinambungan Iptek dan Inovasi Life Science.

Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI M. Natsir yang membuka acara ini, mengatakan Bio Farma sebagai industri, bertugas untuk mengimplementasikan hasil dari riset – riset dasar yang dikerjakan oleh lembaga penelitian atau univeritas yang tergabung dalam konsorsium.

“Bio Farma sebagai industri, jika melakukan riset dasar, akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar, dengan demikian riset dasar dapat dilakukan oleh universitas yang berada di bawah Kemenristek Dikti, sehingga tugas Bio Farma sebagai industri tinggal hilirisasi dari hasil penelitian dasar”, ujar Natsir.

Dengan Forum riset diharapkan para periset dapat menyesuaikan dengan standar ondustri, bahan baku yang non animal origin, dengan proses uji yang dapat divalidasi. Vaksin halal menjadi perhatian dari para riset ini menjadi momentum yang sangat baik untuk melakulan percepatan,
Output dari pertemuan ini berupa publikasi, paten, produk Life Science yang akan berpengaruh secara makro pada bidang iptek, ekonomi dan kesehatan Indonesia secara keseluruhan. (rep-van)

Close Ads X
Close Ads X