Medan | Jurnal Asia
Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumatera Utara (Sumut), Tongariodjo Angkasa Ginting SE,MBA,MM,MSc mengimbau keluarga besar PSMTI untuk merayakan Imlek dengan sederhana dan khidmat. Ia menilai kesederhanaan tidak akan mengurangi kesakralan Imlek.
Imbauan ini juga disampaikan kepada seluruh masyarakat Tionghoa yang akan merayakannya. Diharapkan perayaan tersebut lebih mengutamakan silahturahmi antar keluarga, saudara dan kerabat.
“Saya imbau agar tidak mewah-mewah merayakan acara Imlek, karena disamping ekonomi yang belum stabil, juga ditambah dengan kondisi keamanan yang masih dalam siaga satu,” katanya di Thong’s Bakery & Cafe Jalan S Parman No 215 C-D Medan, Selasa (26/1).
Ia menegaskan, karena Indonesia masih dalam siaga 1 diharapkan kepada aparat kepolisian khususnya di Sumut menyiagakan petugas keamanan di tempat-tempat yang akan dihadiri etnis Tionghoa saat merayakan Imlek, seperti tempat ibadah. Meski saat ini kondisinya sudah aman, namun diharapkan menjadi lebih kondusif lagi.
Sedangkan untuk pihak PT Perusahaaan Listrik Negara (PLN), kata Tongariodjo Angkasa Ginting, diharapkan dapat mendukung dengan tidak melakukan pemadaman listik, sehingga tidak mengganggu jalannya perayaan Imlek.
Tongariodjo Angkasa Ginting menambahkan, Imlek merupakan momen untuk menyampaikan atau memberitahukan kepada etnis yang lain tentang salah satu budaya Tionghoa yang terus dijalankan secara turun temurun. Dan etnis Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia.
“Saat perayaan, etnis yang lain juga boleh memberikan ucapan ‘Gong Xi Fat Chai’ kepada yang merayakan sehingga kesatuan dan persatuan di Indonesia tetap terjaga. Dengan perayaan tersebut, tentunya kita dapat saling mengenal lagi, dengan begitu kita dapat membangun negara Indonesia secara bersama-sama agar lebih berkembang lagi,” tuturnya.
Ketua Harian PSMTI Sumut, Amrin Susilo Halim menambahkan, Imlek jatuh pada tanggal 8 Februari 2016 dan menurut penanggalan lunar. Tahun Baru Imlek 2567 menandai dimulai Tahun Monyet dan mengakhiri Tahun Kambing.
“Kita berharap, agar etnis Tionghoa dan etnis lainnya dapat hidup bersatu. PSMTI ingin selalu membangun patriot-patriot Tionghoa agar lebih mengenal dan lebih cinta kepada negara Indonesia ini. Semoga, kerukunan dan kesejahterahan dapat tercipta di bumi tercinta kita ini,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Sosial, Solihin Chandra menambahkan, jelang Imlek, PSMTI telah bekerjasama dengan organisasi lainnya melakukan bakti sosial diantaranya pembagian paket Imlek dan donor darah. Beberapa waktu lalu, sedikitnya 350 paket Imlek dibagikan kepada warga yang kurang mampu.
“Meski paket Imlek, tetapi kita juga membaginya kepada etnis lain. Dari yang sudah PSMTI lakukan, ternyata banyak etnis Tionghoa yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, misalnya seperti di daerah Pantai Labu. Semoga apa yang diberikan PSMTI dapat meringankan beban mereka saat merayakan Imlek,” ucapnya.
Sejarah Imlek
Etnis Tionghoa memiliki lima perayaan hari besar, yang pertama Hari Raya Imlek, Ziarah Kubur (Cheng Beng), Festival Bak Cang, Festival Moon Cake dan yang terakhir Festival Tang Yuan (onde-onde). Dari kelima perayaan tersebut, perayaan Imlek merupakan yang paling akbar.
Sekretaris PSMTI Sumut, Joko Dharmanadi menjelaskan, setiap perayaan me miliki legenda tersendiri, demikian juga dengan Imlek. Pada zaman dahulu, masyarakat Tionghoa hidup berkelompok bertani dan bertenak, dan pada zaman itu di pegunungan dalam, hidup makhluk aneh dan ganas bernama Nien.
Setiap musim semi, makhluk ini akan turun memangsa ternak dan bahkan manusia, terutama anak-anak. Malam harinya mereka meletakkan makanan sebagai sesajen dengan harapan, setelah makan mahluk itu tidak mengganggu lagi.
Pada suatu ketika, ada sekelompok anak yang sedang bermain. Tiba-tiba makhluk Nien mau memangsa anak-anak tersebut. Pada saat mau menerkam, salah satu anak yang kebetulan memakai baju merah keluar, sebagian lagi menyalakan petasan. Melihat hal itu, makhluk Nien lari dan tidak muncul lagi.
Dari kejadian ini, kata Joko, masyarakat menyimpulkan bahwa makhluk tersebut takut akan warna merah dan mercon. Sejak itu, masyarakat bergembira dan menjelang musim semi masyarakat sibuk memasang kertas merah dan memainkan mercon saat perayaan Imlek atau dikenal sebagai Guo Nian yang artinya selamat dari musibah dan menyambut hari esok dengan harapan.
“Sebenarnya, hal terpenting dalam setiap perayaan bukan sekadar pesta pora, tetapi adalah makna dari perayaan ini. Mari kita rayakan secara sederhana disertai doa rasa syukur dan berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga di Tahun Monyet ini, negara kita terhindar dari musibah, negara jaya, makmur, rakyat hidup aman sentosa. Pada kesempatan ini, PSMTI mengucapkan “Selamat Hari Raya Imlek 2567,” tukasnya.
Hadir dalam konferensi pers tersebut diantaranya, Wakil Ketua Bidang Investasi dan Perdagangan Sosial Iwan Hartono Alam, Wakil Ketua Seni dan Budaya Jocelie, Sukiran SH. MKn selaku Wakil Ketua Bidang Organisasi, Bendahara PSMTI Indra Ang, Wakil Ketua Humas PSMTI Kundjung dan salah satu anggota PSMTI, Wiwik. (netty)