Tolak Pencairan Dana Pasca 10 Tahun Kerja | Buruh Nasional Hadang Aturan Baru JHT

Sejumlah buruh dari Gerakan Buruh Indonesia (GBI) dan KSPI melakukan aksi unjuk rasa menolak peraturan pemerintah soal jaminan hari tua di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (3/7). Dalam orasinya mereka menolak secara tegas Peraturan Pemerintah no 46 Tahun 2015 terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah diberlakukan oleh Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan. ANTARA FOTO/Reno Esnir/ed/ama/15.

Medan | Jurnal Asia
Ketentuan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang harus menunggu 10 tahun untuk cair menuai protes kalangan buruh. Selanjutnya berbagai konfederasi mengancam melakukan aksi mogok nasional.

Para buruh mengaku kaget de­­­ngan adanya ketentuan ba­ru tersebut yang diatur da­lam Per­aturan Pemerintah No­mor 46 tahun 2015 tentang Pe­nyel­enggaraan JHT. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, sebagai aktivis buruh yang banyak mem­ba­ca berbagai peraturan soal ke­te­nagakerjaan mengaku kaget soal adanya perubahan pencairan JHT dari 5 tahun menjadi 10 ta­hun (cair 10%), bahkan baru bi­sa dicairkan 100% saat usia 56 tahun.

Ia mengaku baru tahu bahwa ketentuan pencairan 10 tahun JHT semenjak heboh JHT beberapa hari lalu. Padahal setelah dite­lu­suri, ketentuan ini sudah diatur da­lam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) atau 11 tahun lalu.

Pada Pasal 37 ayat 3 berbunyi ‘Pem­bayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun’.
“Saya saja nggak baca, tahu setelah ada reaksi beberapa hari ini,” kata Said, Jumat (3/7).

Said mengatakan, hal ini terjadi karena Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur JHT sebagai tu­run­an dari UU No 40 Tahun 2004 baru terbit akhir bulan lalu. Sedangkan dalam proses pembahasan dan pembentukan PP JHT tak melibatkan para se­rikat pekerja. Artinya ada per­soalan sosialisasi terkait aturan ini kepada publik. “Saya saja tak tersosialisasi apalagi teman-teman buruh yang lain, harusnya tugas BPJS sebagai operator, juga menteri tenaga kerja,” katanya.

Said menambahkan selain itu, proses pembentukan UU No 40 2004 juga dibuat tergesa-ge­sa dibuat oleh pemerintahan pada masa itu. Selain itu, Said me­ngaku sebagai aktivis buruh saat itu tak terlibat dalam proses pembahasan UU tersebut. “Pada 2004 saya nggak terlibat sama sekali sebagai perwakilan serikat buruh,” katanya. Sehingga adanya aturan baru soal JHT membuat buruh kaget. “Sosialisasi tak ada sehingga buruh kaget,” katanya.

Ancam Mogok Nasional
Lebih lanjut kata dia, gabungan serikat buruh menginginkankan pemerintah mengembalikan aturan terkait JHT tersebut ke aturan lama. “Tolak aturan baru JHT yang me­­ngatur pengambilan JHT se­telah masa kepesertaan 10 tahun dengan pengambilan JHT hanya 10 peran oleh karenanya kem­ba­likan atau jalankan aturan JHT yang lama yaitu masa kepesertaan 5 tahun dan dapat diambil semua atau 100 persen dana JHT buruh,” kata dia.

Untuk itu lanjut Iqbal, sebagai langkah pertama penolakan aturan JHT baru itu, gabungan serikat buruh akan melakukan aksi demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, hari ini mulai pukul 15.30 WIB sampai 18.00 WIB.

Selain mengecam dan menolak aturan JHT, gabungan serikat buruh juga akan menyuarakan penolakannya terhadap aturan iuran jaminan pensiun 3 persen dengan manfaat pensiun hanya 15 persen sampai 40 persen dari gaji terakhir.

Menurut gabungan serikat buruh, aturan itu dianggap memiskinkan buruh saat pensiun nanti. Mereka pun menuntut aturan itu segera direvisi. “Oleh karena itu manfaat pensiun buruh harus 60 persen dari gaji terakhir sama seperti pegawai negeri,” kata Iqbal.

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik Sumut Drs Bahrum Jamil MAP menilai kebijakan pengambilan saldo Jaminan Hari Tua (JHT) bagi anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan setelah 10 tahun sangat memberatkan nasabah sebagai tenaga kerja.

“Kebijakan itu sepihak dan tidak jelas apa dasar hukumnya bahkan terkesan pemerintah ingin mengambil keuntungan dengan ‘meraup’ uang buruh yang tersimpan dalam waktu sangat lama,” kata Bahrum, Jumat (3/7).

Menurut Bahrum yang juga dosen UMA ini, seharusnya kebijakan ini disosialisasikan terlebih dulu dan dibicarakan bersama baik dengan Apindo atau serikat pekerja, bukan sepihak dan mendadak. Sebab pada regulasi sebelumnya JHT bisa diambil saat peserta sudah terdaftar selama 5 tahun di BPJS ketenagakerjaan dan resign dari perusahaannya.

Kebijakan ini kata Bahrum dikhawatirkan bisa menimbulkan gejolak. Bagaimanan tidak buruh yang sebagian besar merupakan pekerja di dunia industri itu harus menunggu hingga umur mencapai 56 tahun dana simpananya bisa diambil penuh dan 10 persen untuk masa kerja 10 tahun.

Lagipun jika dihitung, nilai uang saat ini jelas tidak ada artinya atau lebih rendah dalam 20 tahun atau lebih untuk memenuhi batas usia yang ditetapkan itu. “Pemerintah hendaknya merevisi kebijakan yang memberatkan buruh yang pada umumnya berada di tingkat taraf kehidupan rendah,” kata Bahrum.

Menurut Bahrum, saat ini banyak “pekerjaan rumah” (PR) yang harus diselesaikan pemeritah seperti untuk memberikan rasa aman sekaligus perlindungan bagi tenaga kerja saat bekerja maupun menghadapi hari tua, bukan semakin menambah kesengsaraan dengan kebijakan tersebut.

Karyawan PHK dan Resign Langsung Cair
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai bahwa sebenarnya kebijakan yang diambil oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tidak keliru lantaran lembaga ini menjalankan amanat undang-undang. Namun, kenyataannya sebagian masyarakat masih memikirkan hidup hari ini dan esok.

Berdasarkan pertimbangan itulah, Presiden memutuskan untuk segera merivisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua (JHT). Menurut Jokowi, revisi PP bisa lebih cepat dilakukan daripada merevisi undang-undang karena tanpa melalui proses konsultasi dengan DPR.

“Kalau revisi PP kan bisa lebih cepat,” ujar dia seperti dikutip siaran pers yang diterima dari anggota Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki. Revisi PP, ucap Jokowi, hanya akan dilakukan pada pasal yang mengatur pencairan JHT. Presiden berpandangan, aturan terhadap pekerja yang terkena PHK dan bagi pekerja yang tak lagi bekerja atau mengundurkan diri memang perlu dikecualikan. Dengan demikian, mereka bisa mencairkan JHT sesegera mungkin.

“Mungkin UU SJSN bagus untuk mempersiapkan masa tua para pekerja seperti di negara yang industrialisasinya sudah mapan. Tapi jangan lupa, sebagian dari kita masih memikirkan hidup hari ini dan besok,” kata dia.

Dengan revisi PP tersebut, Presiden berharap polemik tentang JHT yang meresahkan para pekerja segera usai lantaran mereka tetap memperoleh haknya jika terkena PHK ataupun putus kerja.
Sebelumnya, Presiden sempat memanggil Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya terkait polemik JHT.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri sebelumnya mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memintanya untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam revisi itu, para pekerja yang kena PHK atau tidak lagi bekerja bisa mencairkan JHT sebulan setelah kehilangan pekerjaannya.

“Presiden memerintahkan kami untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK. Jadi kalau ada ramai-ramai kemarin 10 tahun itu adalah bagi mereka peserta aktif. Kalau kena PHK sebulan kemudian, dia bisa ambil JHT-nya, konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP ini,” ujar Hanif.

Tak Pro Rakyat
Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ribka Tjiptaning menyatakan menteri kurang berkoordinasi dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kebijakan baru Jaminan Hari Tua (JHT).

Kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyatakan pencairan JHT baru bisa dilakukan bila karyawan telah menjalani masa kerja selama sepuluh tahun. Padahal, aturan sebelumnya hanya mensyaratkan masa kerja lima tahun.

Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya sepuluh persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen. Sementara, pencairan dana secara penuh baru bisa dilakukan ketika peserta berusia 56 tahun.

Ribka menilai kebijakan baru tersebut sangat memberatkan kaum buruh. Alasannya, kebijakan mengambil jaminan dengan model cicilan tersebut, membuat jaminan tersebut tidak bisa dijadikan modal usaha.

“Kebijakan masa kerja sepuluh tahun dan pengambilan hanya sepuluh persen sangat tidak manusiawi,” kata Ribka saat ditemui di gedung DPR, Jakarta Selatan, Jumat (3/7). Menurutnya, kebijakan baru tersebut sangat bertentangan dengan semangat yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Ia mengatakan tujuan UU tersebut sebenarnya adalah untuk menghindari terjadinya perlakuan tidak manusiawi terhadap buruh. “Namun nyatanya BPJS malah makin mempersulit atau menganiaya buruh. Kalau buruh mau ambil semua uang JHT, memang mengapa. Tidak perlu pemerintah mengatur hal itu,” katanya.

Lebih lanjut, Ribka menilai pihak kementerian seharusnya berkonsultasi dulu dengan DPR sebelum merancang PP. Selama ini, kata Ribka, DPR tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan PP.
“UU sudah bagus. Namun turunannya (PP) menyimpang dari semangat UU BPJS itu sendiri. Makanya seharusnya kementerian konsultasi dulu dengan kami,” katanya.

Di sisi lain, Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Indra Munaswar menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kebijakan baru Jaminan Hari Tua (JHT) sebenarnya belum terbit.

Indra meragukan PP tersebut telah sah dan diberi nomor oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). “Sampai detik ini, PP tersebut belum terbit. Jangan salah. Pada tanggal 30 Juni itu Presiden Joko Widodo baru menandatanganinya. Namun belum diberi nomor oleh Kemenkumham,” kata Indra . Dengan alasan tersebut, Indra mengatakan PP yang belum bernomor itu belum bisa dijadikan dasar pemberlakuan kebijakan baru JHT. (swisma/cnn/ant/dtf/kc)

Close Ads X
Close Ads X