Iffet Veceha Sidharta, Tokoh Inspirator Bagi Generasi Muda

Iffet Veceha Sidharta Iffet Veceha Sidharta2 Iffet Veceha Sidharta3 Iffet Veceha Sidharta4
Seorang Ibu berada di tengah komunitas musik rock, Itulah Iffet Veceha Sidharta,67 tahun manajer grup musik Slank yang akrab disapa Bunda Iffet. Dia tidak hanya mengurus manajemen sebuah band berikut penggemarnya. Perempuan berpembawaan tenang keibuan itu juga membereskan tiga awak grup Slank yang pernah kecanduan narkoba. Kini Iffet juga menangani penggemar Slank yang menjadi korban narkoba. Bunda Iffet masih ingat ketika tiga personel Slank kecanduan narkoba. Pada tahun 1998, ketika menemani mereka tur ke 20 kota, Iffet melihat ketiga orang itu terlempar usai pentas.
Mereka bahkan tak bisa keluar kamar untuk tampil pada konser berikutnya. Perempuan kelahiran Jakarta, 12 Agustus 1937, itu tetap tenang dan tidak terbawa dalam suasana menyedihkan itu.
Perempuan ini mengeluarkan personel Slank dan para slankers dari kecanduan heroin. Ada perhatian, disiplin, dan kesabaran dalam mennghadapinya.
Bimo Setiawan Almachzumi alias Bimbim sedang sakaw, kecanduannya terhadap heroin jenis putaw kumat. Mukanya semakin pucat. Tubuhnya semakin gering. Rasa sakit mencabik-cabik. Karena tak tahan, pemain drum grup Slank ini keluar dari rumahnya di Gang Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Saat itu Bimbim sedang menjalani terapi detoksifikasi selama sepuluh hari, metode yang ditawarkan dr Teguh Wijaya. Ibunya, Iffet Sidharta, 69 tahun, yang akrab dipanggil Bunda Iffet, dengan penuh kesabaran mengentaskan putranya dari ketergantungan heroin. Untuk detoksifikasi, Bunda Iffet itu merogoh kocek Rp 20 juta.
“Selama dua hari proses detoksifikasi ada sugesti yang tinggi sekali,” kata Bunda Iffet. Empat hari kemudian ingatannya yang lama muncul kembali.
Itulah kisah Bimbim tahun 2003. Sekarang ia dan personel Slank lain sudah bebas dari kecanduan yang berlangsung sejak 1994, berkat kerja keras Bunda Iffet. “Saya minta minta dua polisi untuk jaga mereka. Takut bandar datang,” ujar Bunda Iffet.
Mulanya ibu empat anak ini tidak tahu bagaimana mengentaskan anaknya dari kecanduan. Ia pun memutuskan untuk mengawasi para personel Slank lebih ketat. Pekerjaan dan kegiatan organisasinya ia tinggalkan. “Mereka tidak boleh pegang uang dan handphone selama satu setengah tahun. Dan harus ada latihan fisik yang membuat mereka capek.”
Menurut Bunda Iffet, jika Bimbim dan rekan-rekannya dibiarkan memegang telepon genggam nanti bisa menghubungi bandar putaw. “Kalau mereka mau sesuatu, bilang sama Bunda dan saya belikan.”
Kecurigaan nenek 11 cucu ini terhadap Bimbim bermula dari perubahan perilaku pria 29 tahun itu. “Bimbim orangnya pendiam, tapi tiba-tiba menjadi galak. Kalau panggil pembantu, teriak-teriak.”
Setelah tahu anaknya yang drop-out dari Jurusan Manajemen di Universitas Budi Luhur, Tangerang, ini kecanduan serbuk putih ini, sikap Bunda Iffet justru menjadi terbuka. Sebagai ibu, istri Sidharta M Sumarno ini tidak malu atas apa yang dialami anaknya. “Malah saya bilang ke saudara, ke orang lain, bahwa anak saya pemakai. Jadi, dia juga jadi malu,” katanya.
Setelah mengetahui kondisi Bimbim, pada 1996 Bunda Iffet memutuskan untuk selalu bersama anaknya. Ia pun bergabung dengan manajemen Slank. Ia lebih bersikap sebagai teman para personel Slank. “Bunda mendekat pelan-pelan,” katanya. Ternyata anak pakai itu tidak boleh dikasari. Kuncinya adalah sabar.
Setiap Slank tur keliling kota pun Bunda Iffet selalu mengikuti. Jika personel Slank molor, ia bersikap seperti satuan pengamanan. Karena, menurut dia, para pecandu seperti personel Slank lemah dalam disiplin. “Dia cuma inget di otaknya besok pagi gue melek. Ada persiapan? Nggak!”
Bunda Iffet harus menahan sedih ketika anaknya harus mengonsumsi putaw sebelum dan sesudah tampil di panggung. Untung ada Abdee Negara dan Mohammad Ridwan Hafiedz atau Ridho. Dua personel Slank ini tidak doyan putaw. Bunda Iffet pun memanfaatkan dua rekan Bimbim ini untuk menyadarkan anak-anak yang lain agar lepas dari jeratan putaw.
“Kalau habis show, dia sudah nggak bisa ngapa-ngapain. Masuk kamar, makai lagi. Bunda dengan Abdee dan Ridho berusaha menunjukkan ke mereka bahwa sehat itu enak.”
Caranya? Bunda Iffet jalan-jalan keliling kota bersama Abdee dan Ridho, lalu balik ke hotel dengan ceria. “Rupanya itu membuat mereka tersentil juga. Di hati mereka, kok dia bisa, gue nggak bisa?”
Akhirnya pada tahun 1999 putra kedua Bunda Iffet itu meminta diobati. “Saya gembira!” kata Bunda Iffet. ?Alhamdulillah! Rupanya doa saya setiap salat dikabulkan Allah! Ini kesempatan saya menjadikan anak saya sehat kembali. Demi anak, apa pun akan saya perjuangkan!?
Setiap tiga bulan sekali Bunda Iffet harus melakukan tes urine Bimbim dan rekan-rekannya. Ia sendiri mengambil tiga baskom contoh urine mereka. ?Walaupun lagi latihan, kalau waktunya periksa urine, saya periksa!” katanya.
Namun itu sudah lima tahun berlalu. Kini Bimbim, Akhmadi Wira Satriaji alias Kaka, dan Ivan Kurniawan Arifin sudah tidak kecanduan putaw. Bunda Iffet pun tidak mau menyinggung soal masa lalu mereka. “Itu kan membangunkan sugesti juga kalau disebut-sebut,” katanya.
Walau anak-anak Slank sudah tidak kecanduan, Bunda Iffet masih tetap hati-hati. Ia tak ingin para penggemar Slank, yang biasa disebut Slankers, menulari lagi. Maka ia selalu memeriksa para Slankers yang suka datang ke Jalan Potlot. “Kalau anak-anak masuk ke markas Slank, diperiksa tasnya,” katanya. Jadi, nggak boleh ada yang pakai atau bawa. Alhamdulillah banyak yang stop, setelah Slank stop.
Bunda Iffet yang sabar dan terbuka membuat Bimbim semakin mengagumi sosok yang satu ini. Ibunya tak pernah mencampakkan seperti ibu lain yang anaknya kecanduan putaw. “Banyak ibu yang malu, malah menutup-nutupi kalau anaknya kecanduan,” kata Bimbim yang kini badannya tidak sekurus dan selayu dulu. ?Banyak juga yang membuang anaknya ke pesantren, ke panti rehabilitasi, dan lain-lain. Kalau Bunda, malah bilang ke semua orang, nih gue lagi nyembuhin anak gue.”
Tahun lalu Bimbim membuka pusat rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan obat terlarang secara cuma-cuma. Tempat rehabilitasi itu ada di rumah Bunda Iffet di Gang Potlot. “Kita kasih makan, minum, tinggal di sini, honor dokter, honor penjaga,” kata Bimbim.
Selama setahun terakhir pusat rehabilitasi itu telah menampung 300 pemakai. Namun sebagian di antaranya hanya mendaftar dan tak kunjung datang. “Mereka yang sembuh diperkerjakan lagi di sini untuk mendidik yang baru masuk, sedangkan yang tidak sembuh direhabilitasi selama tiga bulan lagi,” katanya.
Bim Bim berharap anak-anak yang sudah tidak memakai narkotika mestinya disambut dengan kasih sayang oleh orang tuanya. Tapi banyak orang tua yang mengabaikan mereka hingga anak-anak itu kambuh lagi. “Itu yang kurang dari orang tua,” ujarnya.
Kini Bunda Iffet berharap semua orang tua memberikan perhatian pada anak-anak agar tidak tergoda dan terjerat narkoba. “Anak kita juga hidup di lingkungan luar. Biasanya di situ dia terpengaruh.” (net)

Close Ads X
Close Ads X