Biogas dari Limbah Tahu

Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Pengendalian Dampak Perubahan Iklim membuat proyek percontohan mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk industri tahu kecil di dua kawasan sentra industri kecil tahu di Purwokerto, yakni di Desa Kalisari dan dusun Ciroyom.
Proyek percontohan ini terdiri dari tiga kegiatan. Salah satunya adalah membuat unit percontohan instalasi pengolahan limbah (IPAL) cair industri kecil tahu. Kedua kegiatan lainnnya adalah perbaikan proses produksi dan efisiensi energi melalui pelatihan, pendampingan dan implementasi serta kajian sosial, ekonomi, kebijakan pada klaster industri kecil
Mengapa industri tahu? Asisten Deputi Analisis Kebutuhan Iptek pada Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek, Eddy Prihantoro mengatakan, industri tahu merupakan ternyata salah satu industri penyumbang emisi yang signifikan.
Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha. Dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun dan menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekivalen. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa. Dengan demikian emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen.
Unit pengolahan limbah cair tahu yang dikembangkan dan dipasang di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi.
Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas dan ampas dan air untuk makanan ikan dan ternak lain. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.
Unit pengolah limbah cair tahu ini terdiri dari unit utama yang disebut digester, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling filter, jaringan sisa limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.
Unit utama atau reaktor yang dipasang di Desa Kalisari memiliki volume sebesar 21 meter kubik atau setara dengan 1.200 kg kedelai/hari (untuk 20 pengrajin tahu), sementara di Dusun Ciroyom sebesar 5 meter kubik atau setara dengan 300 kg kedelai/hari (untuk lima pengrajin tahu).
Limbah cair tahu masih mengandung bahan-bahan organik yang mengandung nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri metanogenik. Adanya bakteri metanogenik di dalam reaktir dapat menyebabkan terjadinya proses metanogenesis yang dapat menghasilkan gas metana. Gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global. (In)

Close Ads X
Close Ads X