Tradisi Buruk Menyambut Ramadan

Bulan Ramadhan 1434 H kini datang menemui umat Islam. Sebagai orang Islam, maka layak kalau menyambutnya dengan kebahagiaan. Kebahagiaan menyambut datangnya Ramadhan memang merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh para ulama dari zaman dahulu. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyambut datangnya bulan ramadhan. Misalnya memasak makanan untuk dimakan bersama-sama (kenduri), kumpul keluarga, ziarah kubur dan lain-lain.

            Namun ada satu tradisi buruk (tradisi tidak baik) yang selalu muncul saat ramadhan tiba adalah membakar petasan. Petasan/mercon adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam beberapa lapis kertas, biasanya bersumbu, digunakan untuk memeriahkan berbagai peristiwa, seperti perayaan tahun baru, perkawinan, dan sebagainya.

            Kalau kita telusuri,  sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar.

Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar dan akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipercaya dipakai juga dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan.

Baru pada saat dinasti Song (960-1279 M) didirikan pabrik petasan yang kemudian menjadi dasar dari pembuatan kembang api karena lebih menitik-beratkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di angkasa hingga akhirnya dibedakan. Tradisi petasan lalu menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Bahan baku tabung diganti dengan gulungan kertas yang kemudian dibungkus dengan kertas merah dibagian luarnya. Kemudian petasan ini menjadi dasar dari pembuatan kembang api, yang lebih menitikberatkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di udara.

Tradisi dari cina ini kemudian diadopsi oleh orang-orang di Indonesia, khususnya anak-anak dan remaja dalam rangka menyambut Ramadhan. Di Indonesia, petasan sudah menjadi sesuatu yang biasa dipakai untuk berlebaran dan saat bulan Ramadhan. Kebanyakan banyak anak sesudah sahur bukannya istirahat, malah bermain petasan dan kembang api. Mereka dengan seenaknya melemparkan petasan – petasan yang mereka bawa kepada temannya atau mobil yang sedang lewat,tanpa memikirkan akibatnya.

Menjelang memasuki bahkan hingga akhir ramadhan, bunyi petasan selalu menghiasi suasana bulan ramadhan yang seharusnya bulan penuh kekhusyukan dan kedamaian. Ledakan suara petasan  yang saling bersahutan, menggema di sana-sini sangat mengganggu kekhusukan umat Islam dalam melaksanakan ibadah Ramadhan khususnya qiyamul-lail.

Membakar petasan apalagi dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan merupakan suatu kesalahan dan dilarang dalam Islam. Hal ini karena membunyikan/membakar petasan termasuk menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak berguna.

Disamping itu, membakar petasan dapat mengganggu orang lain yang sungguh-sungguh sedang khusyuk beribadah di bulan Ramadhan. Perhatikan Hadits Rasulullah SAW  yang diriwayatkan Bukhari, Muslim dan Ahmad “Janganlah kalian duduk di jalan. Maka para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, mengapa mesti mencegah kami duduk di jalan. Kami hanya bicara.” Maka Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kalian masih tetap ingin duduk (di jalan), maka jagalah hak jalan.” Mereka bertanya,”Apakah hak jalan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,“Menjaga pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar.”

 Dalam hadits ini terdapat larangan mengganggu di jalanan, serta larangan yang sengaja melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan. Tentunya, yang termasuk dalam hal ini, ialah larangan meledakan petasan. Karena suara dan baunya sangat mengganggu.

Bahagia menyambut Ramadhan memang dianjurkan, tapi jangan sampai kebahagiaan tersebut melanggar aturan Allah (mubazzir) dan mengganggu orang lain. Oleh sebab itu, dihimbau kepada para orang tua untuk mengawasi dan mengarahkan anak-anaknya agar tidak membeli petasan. Dan kepada aparat pemerintah mulai dari tingkat yang tertinggi sampai pada yang terendah (Kep-Ling) agar menghimbau warganya untuk sama-sama menjaga suasana kondusif di lingkungan masing-masing.

Membakar petasan di bulan Ramadhan, di samping dilarang dalam agama Islam (karena mengganggu), juga dilarang oleh Negara. Hal ini karena petasan dan sebangsanya memang barang gelap, yang berarti benda larangan. Sejak zaman Belanda sudah ada aturannya dalam Lembaran Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Bunga Api 1939, di mana di antara lain adanya ancaman pidana kurungan tiga bulan dan denda Rp 7.500 apabila melanggar ketentuan “membuat, menjual, menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar pembuatan”. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi peredaran petasan, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam peraturan, diantaranya UU Darurat 1951 yang ancamannya bisa mencapai 18 tahun penjara.

BIODATA PENULIS:

NAMA                        : JUNAIDI

Pekerjaan         : Dosen FISIP UMSU

Close Ads X
Close Ads X