Pengaruh Rokok terhadap Kerusakan Lingkungan

Oleh : Widya Arfiyanti Puspa Sari

Manusia di dunia yang pertama kali merokok adalah suku bangsa Indian di Amerika yang digunakan sebagai keperluan ritual. Namun pada abad ke-16 tembakau dibawa ke Eropa dan rokok pun menjadi kebiasaan para bangsawan untuk kesenangan semata. Lalu pada abad ke-17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan kebiasaan merokok pun masuk ke negara-negara Islam.

Rokok merupakan benda beracun yang dapat memberikan efek santai atau tenang. Racun yang ada pada rokok bukan hanya berbahaya bagi perokok aktif maupun pasif namun juga bagi lingkungan hidup.

Asap rokok yang baru mati dari asbak saja telah mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengiritasi mata dan pernapasan. Rumus sederhananya yaitu, semakin pendek rokok yang dihembus ke udara makan semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara.

Asap, debu dan puntung rokok memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan. Asap rokok yang dihembuskan perokok pasif bisa bertahan selama dua sampai tiga jam dalam ruangan. Meski kelihatannya asap telah hilang namun pada kenyataan asap rokok tersebut tetap ada bahkan bisa menempel pada benda-benda.

Puntung rokok membutuhkan waktu 1,5 – 2,5 tahun untuk dapat terurai dalam tanah. Lalu untuk dapat terurai di air membutuhkan waktu selama 5 tahun. Tentu waktu yang sangat lama. Belum lagi kebiasaan masyarakat yang sering membuang puntung rokok ini sembarangan. Bila membuangnya ke tanah dapat merusak tanah. Bila membuangnya ke air dapat merusak ekosistem air.

Saat hujan turun, puntung rokok akan sangat mudah terbawa air hujan lalu masuk ke selokan, terbawa ke sungai, pelabuhan bahkan ke laut. Bahan kimia berbahaya yang terkandung dipuntung rokok akan menurunkan kualitas air dan membahayakan ekosistem di laut. Bila puntung rokok ini termakan oleh binatang tentu dapat menyebabkan keracuan bahkan kematian.

Kemasan rokok juga beresiko karena sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Plastik rokok filter mengandung zat berbahaya yang dapat merusak lingkungan. Bahkan zat berbahaya dari kemasan rokok ini dapat terus tersebar meski telah 10 tahun dibuang.

Belum lagi fenomena liburan para pengunjung yang sering melakukan destinasi wisata ke alam dengan kebiasaan meninggalkan sampah puntung rokoknya di sembarang tempat. Pantai menjadi salah satu tempat terbesar bagi sampah puntung rokok.

Belum termasuk puntung rokok yang tersebar di laut, sungai, danau, gunung, sekeliling pepohonan dan tempat lainnya. Selalu saja ada jejak-jejak sampah yang melekat pada tempat-tempat tersebut.

Puntung rokok memang terlihat kecil, namun coba bayangkan saja bila paling sedikit satu perokok aktif menghabiskan satu bungkus rokok.

Bayangkan saja bila sedikitnya 30% saja perokok aktif di seluruh wilayah Indonesia menghabiskan satu bungkus rokok per hari maka berapa banyak puntung rokok yang tercecer dan tersebar di lingkungan kita? Tentu tidak terhingga banyaknya.

Rokok telah menjadi hal yang sering dipandang sepele oleh masyakat. Tingkat kesadaran yang rendah dapat merugikan siapapun termasuk alam. Bila memang tidak bisa berhenti merokok maka janganlah meninggalkan sampah rokok sembarangan, apalagi pada lingkungan yang perlu dijaga ekosistemnya.

Salah satu tanaman yang dapat menjadi solusi bagi asap rokok adalah tanaman hias yang bernama Sansevieria atau lidah mertua. Tanaman dengan nama unik ini dapat mengurangi pencemaran udara akibat polusi asap rokok.

Sansevieria atau lidah mertua banyak mengandung unsur kalsium, nitrogen, oksigen dan memiliki kandungan air yang sedikit. Manfaat tanaman ini cukup besar yaitu dapat menyerap sekitar 107 polutan dan dikeluarkan lagi dalam bentuk oksigen.

Tentu tanaman ini sangat baik bila diaplikasikan sebagai penghias di ruangan. Sangat baik pula bila ditanam dan diperbanyak di jalanan yang sering macet dan penuh polusi udara.

Sudah saatnya kita menumbuhkan dan menggerakkan kesadaran bersama untuk meminimalisir dampak buruk rokok bagi diri dan lingkungan kita. Melalui hal-hal kecil yang dilakukan semua orang tentu akan membantu menjaga kelestarian lingkungan kita.**

*) Penulis adalah alumnus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

Close Ads X
Close Ads X