Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Sekolah Dasar

Oleh : Nasib TS

Secara umum anak Indonesia mengawali melek huruf pada masa sekolah dasar. Bila ada yang sudah bisa membaca sejak Taman Kanak-kanak, mereka akan memantapkan kembali keterampilan membacanya di sekolah dasar.

Membaca, sebagaimana menulis dan juga berhitung, merupakan pelajaran dasar yang wajib dikuasai siswa di awal-awal masa sekolah. Membaca, menulis dan berhitung (calistu) merupakan tiga serangkai mata pelajaran sekolah dasar sebagai modal mendalami pelajaran selanjutnya.

Di antara ketiga mata pelajaran dasar (calistu) itu, kegiatan membaca tampaknya menjadi metode kunci untuk mendalami setiap mata pelajaran di sekolah. Kemampuan siswa membaca (menelaah) bahan bacaan ikut menentukan keberhasilan mempelajari sebuah mata pelajaran.

Bila memiliki keterampilan membaca yang memadai, seiring waktu berjalan, penguasaan siswa terhadap mata pelajaran tertentu secara bertahap terus berkembang dan mendalam.

Sayangnya, rata-rata kemampuan siswa sekolah dasar dalam membaca-menulis terhenti sampai kelas satu sekolah dasar ketika anak dianggap telah lancar membaca dan menulis. Sementara materi pelajaran berhitung dan menyusul mata pelajaran lainnya (IPS, IPA, Bahasa Indonesia dan lain-lain) terus berkembang sesuai tingkatan kelas.

Ketika keterampilan membaca berhenti pada sekadar mengenal huruf dan lancar melafazkan rangkaian kata menjadi kalimat, maka kemampuan membaca hanya sebatas menjadi “modal” mengakses pengetahuan yang tak akan pernah berkembang.

Pasalnya, kegiatan membaca tidak dilatih sebagai kebiasaan untuk menguji keterampilan dan menumbuhkan motivasi mengakses informasi serta bidang pengetahuan lainnya yang diminati. Para siswa dengan “terpaksa” hanya terbiasa membaca untuk mempelajari mata pelajaran resmi di sekolah saja.

Belum Dianggap Kebutuhan
Inisiatif pripadi membaca buku di perpustakaan dengan judul-judul buku pilihan sendiri hanya dianggap sebagai kegiatan tak wajib atau sekadar memenuhi imbauan guru saja. Akibatnya kegiatan membaca bagi siswa tidak dianggap sebagai kebutuhan, bahkan dianggap sebagai “siksaan” karena membaca dianggap siswa sebagai aktivitas yang membosankan. Mengapa?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa merasa mudah bosan melakukan aktivitas membaca. Pertama, banyaknya mata pelajaran dengan setumpuk buku teks yang harus dibaca oleh siswa baik saat menelaah pelajaran di kelas atau saat mengerjaan PR di rumah membuat siswa merasa jenuh.

Lebih parah, biasanya siswa membaca buku pelajaran dalam situasi yang tertekan saat menjelang ujian saja. Kebiasaan tidak enak ini lama-lama akan membentuk sugesti negatif di pikiran, bahwa membaca memang benar-benar membuat pikiran tertekan.

Kedua, penyajian dan kemasan buku pelajaran yang memang sangat standar itu “memaksa” siswa untuk menjadi malas membaca buku, apalagi metoda penyampaian materi yang kurang kreatif tak jarang membuat kening siswa berkerut ketika membaca buku pelajaran.

Ketiga, akibat padatnya jadwal mata pelajaran, otomatis tidak ada alokasi waktu membaca buku bebas yang menyenangkan sesuai keinginan sendiri. Hal ini membuat siswa tidak pernah merasakan nikmatnya menemukan buku baru dan pengetahuan baru.

Ketersediaan buku perpustakaan yang kurang variatif dan hanya mengoleksi buku-buku resmi, membuat siswa terlanjur memunculkan “momok” dalam pikiran ketika hendak melakukan aktivitas membaca di perpustakaan. Mereka menganggap semua buku sama membosankannya dengan buku pelajaran.

Keempat, belum munculnya kesadaran siswa betapa penting dan menyenangkannya membaca sebagai pintu masuk memperoleh pengetahuan baru. Siswa masih menganggap pelajaran di dalam kelas merupakan satu-satunya sumber memperoleh pengetahuan.

Pelajaran Keterampilan Membaca
Melanjutkan “Pelajaran Membaca” di kelas satu sekolah dasar menjadi pelajaran “Keterampilan Membaca” yang mampu memberi motivasi budaya baca dan menumbuhkan kesadaran akan perlunya membaca serta meningkatkan kemampuan keterampilan membaca-menulis siswa, akan menjawab berbagai persoalan yang menjadi penyebab kurangnya minat membaca siswa seperti sudah disebutkan di atas.

Menjadikan “Keterampilan Membaca” sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan bukan bagian pelajaran Bahasa Indonesia, otomatis akan mengartikan/memahamkan kegiatan membaca di kelas bukan cuma membaca buku pelajaran, membaca tidak lagi hal membosankan, membaca kegiatan rekreatif menyenangkan, bukan menakutkan dan membaca merupakan akses memperoleh sumber pengetahuan selain guru di kelas.

Lewat pelajaran “Keterampilan Membaca”, para siswa akan diyakinkan bahwa membaca merupakan kebutuhan rohani manusia. Sebagaimana kebutuhan fisik makan dan minum, membaca merupakan jalan mencari kebutuhan gizi pikiran agar otak menjadi cerdas.

Membaca adalah jalan menemukan pengetahuan dan berbagai solusi atas persoalan kehidupan sehari-hari yang dibutuhkan setiap orang yang tanggap terhadap kemajuan.

Guna memahamkan hal ini kepada siswa, membaca harus dilihat sebagai kegiatan ilmiah. Bila di kelas satu sekolah dasar para siswa diperkenalkan dengan huruf-huruf untuk merangkai kata dan kalimat, pada pelajaran membaca tingkat lanjutan, para siswa, misalnya, bisa dibekali dengan pengetahuan tata tertib membaca yang mempertimbangkan aspek kesehatan mata, kesehatan anggota tubuh, durasi membaca ideal, frekuensi membaca yang efektif, alat penerangan yang ideal dan lainnya.

Pada tingkat pelajaran lebih lanjut, para siswa bisa diajarkan dengan pengetahuan perkenalan perpustakaan, memilih buku yang dibutuhkan, membaca katalog pustaka dan lainnya. Tak kalah penting mengajarkan keterampilan meresensi buku, menceritakan kembali, menyimpulkan isi bacaan, hingga keterampilan teknik membaca kilat.

Pada tahapan yang lebih berkembang, para siswa bisa dibekali dengan keterampilan menulis dari bahan bacaan yang ditelaah dan menyusunnya kembali dengan bahasanya sendiri. Ketika siswa sudah sampai pada tingkat terampil membaca cerdas, mereka bisa diberi pengetahuan keterampilan sebagai editor sebuah tulisan.

Pelajaran membaca juga bisa diisi dengan pengetahuan dan penguasaan keterampilan membaca sebagai sebuah seni, misalnya pelajaran teknik membaca puisi, membaca cerpen, membaca pantun, monolog dan lain sebagainya.

Dengan cara demikian diharapkan bisa memotivasi siswa untuk mencari lebih banyak informasi dari buku-buku atau sumber informasi yang dibutuhkan. Karena itulah siswa dirangsang dengan bahan bacaan yang menarik minat, yakni bacaan yang berbasis kebutuhan pengetahuan mereka. Khusus untuk keterampilan membaca sebagi seni, hal ini kelak akan merangsang siswa untuk membaca buku sastra guna memenuhi kebutuhan ekspresi seni mereka.

Pembekalan Berkelanjutan
Menumbuhkan budaya baca di kalangan siswa memang harus melalui upaya pembekalan berkelanjutan. Apalagi, seperti disebutkan, pikiran siswa sudah terlanjur bereaksi negatif terhadap kegiatan membaca yang belum dibantu oleh ketersediaan penyajian buku-buku (baik buku pelajaran atau buku pengayaan dan perpustakaan) yang kurang kreatif.

Menghadapi kondisi ini, memang harus ada upaya revolusi mental siswa melalui inovasi kurikulum dengan menjadikan “Pelajaran Membaca” tidak sebatas usaha menjadikan siswa sekadar melek huruf, namun pelajaran membaca akan menumbuhkan kesadaran siswa gemar membaca dengan bekal keterampilan membaca yang dibutuhkan.

“Pelajaran Membaca” harus mampu menumbuhkan minat baca sebagai usaha memenuhi kebutuhan informasi dan pengetahuan secara mandiri, bukan karena semata-mata tugas sekolah. Implementasi Pelajaran Keterampilan Membaca di kelas, bisa dilaksanakan menggunakan metode pengajaran yang fleksibel dan kreatif.

Tidak terlalu kaku seperti mengajarkan mata pelajaran wajib lainnya. “Pelajaran Keterampilan Membaca” lebih dimaksudkan agar bagaimana siswa terlatih untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan melalui referensi buku dengan cara yang menyenangkan tanpa adanya tekanan mental.

Kegiatan edukasi membudayakan gemar membaca ini, apa boleh buat, suka tidak suka memang harus ditopang oleh kehadiran fasilitas perpustakaan sekolah yang memadai dengan koleksi buku-buku yang kreatif. Bahkan, bila perlu menghadirkan perpustakaan di dalam kelas.

Dengan membekali pengetahuan dan keterampilan membaca siswa sejak pendidikan dasar dan menjadikan membaca sebagai kegiatan ilmiah, harapannya menumbuhkan budaya membaca untuk mencerdaskan bangsa akan tercapai. Semoga!

*)Penulis Wartawan Jurnal Asia

Close Ads X
Close Ads X