Memahami Pluralisme Mewujudkan Perdamaian

 

Pluralisme memang menjadi gagasan yang akan menimbulkan kontroversi. Oleh karena realitanya yang kontroversial maka pluralisme patut disikapi dan diapresiasi secara positif dan konstruktif. Bila tidak maka hal ini akan semakin menimbulkan persoalan tanpa solusi. Salah satu upaya menyikapi pluralisme secara positif-konstruktif adalah dengan menghadirkan opini-opini dan penjelasan secara menyeluruh terkait dengan apa sebanarnya pluralisme itu dalam bentuk teks. Baik berupa artikel ilmiah atau bahkan dengan hadirnya buku-buku yang bersangkutan. Hal ini diharapkan agar masyarakat tidak mengambil pemahaman yang setengah-setengah terhadap wacana pluralisme yang akan berimbas pada pengambilan tindakan yang kurang dewasa. Upaya seperti inilah yang patut diusahakan, yaitu untuk membangun pengetahuan dan kesadaran dalam menyikapi realitas pluralisme dengan sikap bijaksana dan saling merhargai.

Terkait dengan pluralisme, meski memang tidak sepenuhnya lahir sebagai wacana sebab banyaknya agama, namun dalam penggunaan, kata pluralisme selalu disandingkan dengan kata agama. Hal ini wajar saja bila melihat ralasi sosial antar umat beragamalah yang memang perlu mendapat perhatian lebih dan rentan terhadap konflik. Selain itu, agama juga akan sangat potensial untuk digunakan sebagai pemecah belah umat manusia. Karena masing-masing pihak akan mengaku bahwa merekalah yang paling benar dan yang lain otomatis dilabeli salah. Lantas apa hanya dengan pluralisme agama-agama bisa sedikit terhindar dari persoalan macam itu? Jawabannya bisa iya dan tidak. Yakni bahwa pluralisme akan membawa ke jalan maslahat bila disikapi dan dipahami dengan baik. Begitu pula sebaliknya.

Kunci dari pluralisme sebenarnya sederhana, dan bahkan bisa diungkapkan dalam beberapa kata, yaitu saling menghormati. Namun akan menjadi kompleks bila dikaitakan dengan pesoalan makro yang lebih luas dan lebih global. Sebab tidak semua orang bisa menghormati satu sama lain dengan begitu mudahnya. Oleh karena itulah, gagasan pluralisme menjadi salah satu alternatif untuk menjaga perdamaian dan kerukunan manusia di tengah keberagaman dunia. Ini erat kaitannya dengan akar kata dari pluralisme sendiri, yaitu plural yang bermakna majemuk atau banyak. Secara bahasa, pluralisme adalah ungkapan yang mewakili fakta dan realita dari kondisi di mana ada banyak hal yang beragam. Namun apa hanya dengan bekal akar kata dalam bahasa itu pluralisme bisa digunakan untuk tujuan perdamaian? Tentu saja tidak. Maka di sinilah perlu adanya penyadaran dan penjelasan bahwa keberagaman itu nyata dan memaksakan kehendak untuk selalu sama adalah sebuah kekeraskepalaan. Kemudian pada akhirnya akan muncul implementasi yang menjadi buah manifestasi dari substansi pluralisme.

Nyatanya, pluralisme tidak sesedarhana seperti ketika mengungkapkannya. Jalan terjal sana-sini merintangi. Mendapat sejumlah pertentangan. Kenapa lantas begitu? Sebab pluralisme banyak dipahami secara melenceng. Banyak orang memahami pluralisme sebagai sesuatu yang negatif.

Pluralisme kerap disamakan dengan relativisme. Yakni penyamaan dan pembenaran terhadap semua agama, sederhananya bisa dipahami dengan ‘semua agama itu benar’. Tentu bukan yang seperti ini yang disebut pluralisme. Ada juga yang menyamakannya dengan senkritisme, yaitu gagasan mencampuradukkan beberapa agama atau beberapa unsur dari agama yang ada menjadi sebuah ajaran baru. Tentu juga bukan seperti ini yang bisa dikatakan sebagai pluralisme.

Contoh-contoh seperti tadi hanya termasuk dari segelintir cara memahami pluralisme yang di luar batas. Maka, hadirnya pembahasan dengan spirit positif-konstruktif dalam hal ini patut mendapatkan apresiasi. Apalagi di tengah negara yang memang terdiri dari beragam suku dan bangsa, maka pemahaman, pengamalan, dan kesadaran pluralisme menjadi sangat penting untuk tetap menjaga kekukuhan Indonesia.

Sebab pluralisme, dengan segenap kompleksitas dan kesederhanaannya tetap mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh dan senantiasa dipahami. Ada beberapa konsep yang harus dipahami dalam pluralisme. Yakni bahwa pluralisme bertujuan untuk menciptakan harmoni bukan penyatuan. Ke dua, bahwa pluralisme lebih mengedepankan sikap menghormati, bukan sebuah persetujuan. Sebab bukan pluralisme namanya bila mencemari independensi sebuah identitas. Saling menghargai bukan berarti juga harus melunturkan identitas diri. Oleh karenanya, keberagaman harus diterima sebagai sebuah realitas yang unik dan ini adalah sebuah kemestian. Bukan kesatuan fundamental yang dicari melainkan kekuatan identitas yang beragam nan rukun dan harmonis.

Lantas apa hubungan Islam dan pluralisme agama sendiri? Apakah pada dasarnya pluralisme mamang berasal dari Islam? Secara akar sejarah, pluralisme memang tidak sepenuhnya berasal dari ajaran Islam, namun nilai-nilainya sudah mengakar cukup kuat dalam sejumlah sumber pokok keagamaan. Diajarkan pula bahwa meski memang manusia berasal dari satu rahim antara Adam dan Hawa namun kenyatannya manusia akan terlahir secara beraneka ragam. Baik secara budaya, suku, dan kebangsaan. Yang menyatukan mereka nyatanya hanyalah ketakwaan mereka terhadap tuhan bukan kesamaan absolut secara lahiriah. Dan siapapun tidak berhak melegitimasi siapa yang hanya berhak mendapat rahmat tuhan. Oleh karenanya manusia memang sepatutnya saling menghormati.

Sebab tuhan menginginkan manusia bisa bekerja sama dalam perbedaan itu. Tidak saling memonopoli keyakinan dan kebenaran.

Penulis adalah Mahasiswa Psikologi UIN Maliki Malang
Alumni PP Nurul Jadid.

Close Ads X
Close Ads X