Guru Harus Menguasai Teknologi

Oleh : Satriana Sitorus SPdI
Menjalankan profesi penting untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, mengharuskan guru untuk selalu upgrade akan informasi terkini dan ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu, seiring perkembangan zaman yang memasuki era globalisasi, para guru di Indonesia juga diharuskan untuk menguasai berbagai fitur serta jenis tekhnologi modren yang ada.

Namun sangat di sayangkan, di Indonesia saat ini masih banyak guru yang belum menguasai teknologi informasi (guru gaptek). Akibatnya, proses pembelajaran dan penyampaian ilmu ke peserta didik mengalami sedikit hambatan. Metode belajar masa kini berbeda dengan zaman dahulu yang cukup mengandalkan buku, kapur dan papan tulis dalam proses belajar mengajar.

Penyebaran informasi sangatlah pesat yang tak lagi mengenal ruang dan waktu. Oleh k­a­renanya, era buku digital ?(e-book) sangat membantu dalam proses penyerapan ilmu disekolah antara guru dan murid. Namun untuk menjalankan itu semua, dibutuhkan penguasaan teknologi yang mempumi bagi seorang guru. Minimal guru masa kini harus mampu menjalankan komputer/laptop dan menggunakan internet. Oleh karenanya penguasaan teknologi amatlah sangat penting bagi seorang guru.

Gatek
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pustekkom ten­tang pengguna internet oleh para guru di SMU ternyata sangat mengenaskan. Hanya ada segelintir guru yang mengenal dan menggunakan internet sesekali. Artinya dunia internet benar-benar masih asing bagi guru. Padahal kita tahu, bahwa ketertinggalan bangsa kita dalam memanfaatkan internet akan semakin menjadikan bangsa kita tertinggal dalam berbagai kemajuan di sektor lain.

Seperti yang terjadi di ka­langan Kalimantan Tengah, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Krisnayadi Toendan, menyatakan prihatin. Karena masih banyak guru yang gagap teknologi saat mengikuti uji kompetensi guru secara “online”. “Dari hasil ujian hari pertama banyak guru yang tidak bisa mengoperasionalkan fasilitas internet, terutama guru yang sudah lanjut usia.

Tak hanya sampai disitu, hal serupa juga terjadi di daerah jambi, Kepala Bidang Pengem­bangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTMPTK) Dinas Pendidikan Sarolangun, Ahmad Nasri, menjelaskan, nilai standar UKG adalah 60, sementara guru di Sarolangun hanya mampu mencapai nilai 40 hingga 50.

“Artinya UKG kabupaten Sa­rolangun belum mencapai standar,” ujar Ahmad Nasri. Nasri menambahkan, rata-rata para guru yang mengikuti UKG telah lulus sertifikasi. Hanya saja saat UKG mereka tidak memenuhi standar. Penyebabnya adalah faktor usia dan tidak bisa mengoperasikan komputer dan kurang memahami teknologi informasi. “Rata-rata usia guru ikut UKG 50 tahun, mereka merupakan guru pendidikan dasar,” ungkapnya. (antaranews.com)

Di Indonesai masih banyak guru yang belum melek teknologi, terutama guru lama dan yang berdomisili di daerah-daerah terpencil. Melihat keadaan ter­sebut, Djalaludin Pane Foundation berinisiatif untuk menggagas Gerakan Indonesia Terdidik TIK (IndiTIK).

Penggagas IndiTIK Hendra Yudha menyebut, guru di daerah masih minim dalam penggunaan TIK dalam pem­belajaran. “Saat ini, guru masih minim dalam memanfaatkan TIK di sekolah khususnya di daerah. Guru banyak yang belum terbiasa menggunakan internet dan slide presentasi saat mengajar, sehingga efisiensi waktu belajar tidak dimaksimalkan untuk diskusi atau menganalisis,” ujar Hendra. (OkezoneNews.com)

Sebagaimana menurut salah satu pakar pendidikan Husnul Chotimah (2008) bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru sangat penting peranannya dalam penyelenggaraan semua materi pengajaran yang ada di setiap sekolah dan setiap penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka dibutuhkanlah guru yang berkualitas.

Sudah seharusnya guru be­rusaha mengejar keter­ting­galan, mereka harus mau be­lajar tanpa rasa sungkan atau malu bertanya kepada junior mereka. Lambat laun, pasti ada perubahan yang terjadi pada guru-guru di Indonesia. Setidaknya mereka bisa mengetik soal dalam MS. Word, mengajar dengan presentase slide di MS. Power point, mempunyai e-mail, dan menggunakan jejaring sosial semacam facebook, twitter,Instagram, Line dan lain sebagainya.

Diharapkan kedepannya para guru haruslah segera melakukan perubahan yang mendasar dan revolusioner dalam menjalankan proses belajar mengajarnya. Seandainya para guru mampu melakukan perubahan dalam dirinya maka perubahan akan bergerak dengan sendirinya. Justru gurulah yang mampu menggerakkan bangsa ini, apalagi kalau hanya menggerakkan dirinya sendiri.

Gurulah yang harus menyelesaikan masalah pendidikan dan bukan para birokrat di Depdiknas. Semoga guru-guru bisa sadar bahwa budaya gaptek harus segera ditinggalkan. Guru saat ini adalah ibarat dokter yang harus menyembuhkan dan me­nga­rahkan anak didik sebagai pasien dari virus-viris kebodohan.
*) Penulis adalah Alumni Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Close Ads X
Close Ads X