Oleh : Fikri Muhammad
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”, secara istilah berarti mendahulukan anggota keluarga atau kawan dalam memberikan pekerjaan atau hak istimewa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nepotisme dapat berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, Tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
Sedangkan menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 5, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau golongannya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Nepotisme juga dapat diartikan sebagai upaya dan tindakan seseorang (yang mempunyai kedudukan dan jabatan) menempatkan sanak saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkannya Nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal sampai nasional, pemimpin perusahan negara, pemimpin militer maupun sipil, serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya.
Walaupun praktek nepotisme ini sudah berlangsung sejak lama, istilah nepotisme mulai digunakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1998. Pada masa itu, berita mengenai keluarga mantan presiden Soeharto dan para pejabat pemerintahan di masa Orde Baru yang melakukan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (disingkat KKN) sangat gencar diberitakan di media cetak maupun media elektronik. Rakyat Indonesia melalui serangkaian demonstrasi dan perwakilan di DPR dan MPR menuntut dihapuskannya praktek KKN tersebut.
Faktanya, praktek nepotisme masih kerap dilakukan di Indonesia, bahkan sudah menjadi rahasia umum dalam proses perekrutan pegawai baru, baik di instansi-instansi Pemerintah dan perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta. Masyarakat masih menganggap bahwa tindakan nepotisme tidak melanggar hukum seperti halnya korupsi. Padahal, pengesahan Undang-undang No 28 Tahun 1999 itu sudah merupakan dasar hukum sah yang melarang praktek nepotisme.
Dampaknya secara luas adalah nepotisme ikut menjadi faktor pembentuk pragmatisme pemikiran masyarakat. Jika orang menginginkan anak-anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin, maka idealismenya bukan untuk menjadi pengabdi bangsa, tetapi agar kelak dapat menarik saudara-saudaranya ke dalam lowongan-lowongan dengan cara nepotisme daripada harus bersaing ketat melalui prosedur.
Contoh kasus nepotisme yang terjadi di instansi X, nepotisme yang dilakukan oleh seorang oknum pejabat telah berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan. Oknum tersebut telah berhasil menempatkan beberapa orang kerabatnya di berbagai jabatan strategis di instansi tersebut, yaitu di bagian keuangan, administrasi, sekretaris dan resepsionis.
Orang-orang bawaannya itu membentuk ‘gank’ tertentu di instansi ini. Hal ini berakibat pada terciptanya iklim kerja dan budaya politik kantor yang tidak sehat. Nepotisme dapat menimbulkan konflik loyalitas dalam organisasi, terutama bila salah seorang anggota keluarga ditempatkan sebagai pengawas langsung di atas anggota keluarga yang lain. Rekan sekerja tidak akan merasa nyaman dalam situasi seperti itu, oleh karenanya hal seperti ini harus dihindari.
Sesungguhnya semua pejabat harus mengabdi kepada masyarakat. Artinya, kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Karenanya, para pejabat harusnya menanggalkan sifat-sifat yang menjunjung tinggi nepotisme. Revolusi mental yang didengung-dengungkan Presiden Joko Widodo tentunya tidak sejalan dengan nepotisme. Oleh sebab itu, kepada para pejabat, silahkan pergunakan jabatan dan kekuasaannya semata-mata untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat.
Para pejabat harus bertekad untuk memperbaharui dirinya dan cara berpikirnya. Bagaimana negara kita bisa menjadi Negara yang maju sedangkan pejabat-pejabat kita di luar sana masih banyak berfikir untuk mementingkan diri dan keluarganya dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ayo pejabat-pejabat di negaraku. Hilangkan sikap nepotisme, untuk membangun Indonesia menjadi Negara maju dan lebih baik. (*)
Sumber :
-http://obrolanpolitik.blogspot.co.id
-html/id.wikipedia.org
*)Penulis adalah Mahasiswa Semester I, Jurusan Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik [FISIPOL] Universitas Sumatera Utara [USU] Medan