Assen | Jurnal Asia
Memori kemenangan di MotoGP Belanda akhir pekan lalu, tampaknya akan terus menempel di benak Valentino Rossi dalam waktu yang cukup lama. Ini karena momen tersebut adalah salah satu momen ajaib yang kerap terjadi dalam karirnya.
Meraih kemenangan tak pernah mudah, namun melakukannya lagi setelah 2,5 tahun yang sulit dan harus melawan pebalap yang lebih muda, pastilah sangat istimewa.
Kemenangan The Doctor di Sirkuit Assen akhir pekan lalu, merupakan kemenangannya yang pertama sejak MotoGP Malaysia 2010 sekaligus kemenangan yang ke-80 bagi pebalap Yamaha Factory Racing tersebut selama berkarir di GP500/MotoGP.
“Setelah Qatar, orang-orang bilang, ‘Ahh! Valentino kini muda lagi’. Tapi setelah balapan di Austin mereka bilang, ‘Valentino sudah habis!’ Selalu naik dan turun. Kami berharap tak harus kembali menunggu lama untuk kemenangan selanjutnya,” ujar Rossi kepada Sportmediaset.
Selama mengalami masa-masa buruk dua musim terakhir, banyak yang meragukan kemampuan Rossi. Ia dikabarkan akan beralih ke kejuaraan World Superbike atau bahkan segera pensiun. Namun Rossi mengaku masih ingin bertahan di MotoGP.
Selain itu, pebalap Italia berusia 34 tahun tersebut masih ingin memecahkan rekor-rekor MotoGP lainnya. Salah satunya, menjadi pemenang tertua dalam sejarah MotoGP, yang saat ini masih dipegang Troy Bayliss saat memenangi MotoGP Valencia 2006 bersama Ducati.
“Saya tak ingin menunggu lama untuk kemenangan berikutnya. Saya masih ingin memecahkan rekor-rekor lainnya. Saya ingin menjadi pemenang tertua di MotoGP. Pemegang rekor tersebut dipegang oleh pebalap berusia 37 tahun, jadi saya harus membalap hingga tiga tahun lagi,” pungkasnya. Usai naik podium, Rossi justru menolak mendengar kritikan negatif tentang kemampuannya.
“Segalanya berjalan lancar saat ini. Jadi saya tak mau mendengar pihak-pihak yang mengkritik saya. Jika sedang senang, seharusnya anda lebih fokus pada hal-hal positif,” tandasnya.
Beberapa pihak merasa Rossi bisa meraihnya karena kini ia membela Yamaha yang memiliki motor lebih baik ketimbang Ducati, tim yang ia bela pada musim 2011-2012.
“Selama bergabung dengan Ducati, kami harus hidup dengan mengandalkan keberuntungan semata. Di Le Mans misalnya, kami bisa meraih podium karena balapan diguyur hujan. Namun kini kami bisa memperbaiki setup motor dan segera merasa nyaman.
Ketika segalanya tak berjalan baik dan hasil balap kami buruk, maka orang pertama yang kecewa adalah saya. Namun saat ini segalanya lebih baik. Jadi saya tak mau mendengar apa kata orang. Saya ingin tetap berpikir positif,” ujar The Doctor. (Net)