Lahan Warga Terancam Dicaplok Perluasan PLTU Inalum | Masyarakat dan Pekerja Proyek Nyaris Bentrok


Batubara | Jurnal Asia
Sengketa lahan di Indonesia memang seharusnya jadi perhatian Pemerintah. Seperti juga halnya yang terjadi di Batubara, terkait per­luasan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT Inalum. Pro­ses pengerjaan tersebut ternyata meng­ancam lahan milik warga, yang selama ini dijadikan sebagai areal kebun sawit dan tambak udang. Di mana didalamnya menyerap tenaga kerja dari masyarakat bertempat tinggal di sekitar lokasi Desa Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka.

Dari amatan Jurnal Asia dan keterangan dihimpun langsung di lokasi, Sabtu (6/2) siang, tepatnya di areal tambak milik Tekardjo sudah terjadi kegiatan ataupun usaha penimbunan tanah. Disertai dengan masuknya beberapa perlengkapan, dari kontraktor yang disewa PT Inalum. Hal ini memancing reaksi dari pihak Tekardjo bersama puluhan masyarakat. Lantaran masuknya bahan untuk pengerjaan proyek dianggap sudah memasuki areal mereka yang notabene masih diusahakan oleh mereka.

Seharusnya menurut data dikumpul Jurnal Asia, dari Risalah Rapat yang sudah terlaksana pada 23 Desember 2015 lalu, di ruang kerja Wakil Bupati Batubara H RM Harry menyatakan untuk dilakukan mediasi. Karena sudah terjadi keterlanjuran tentang tanah Hak Pengguna Lahan (HPL) dan perlu diselesaikan secara arif, sebelum pengerjaan proyek dimulai.

Hal ini pun sudah disampaikan ketika berlangsungnya rapat koordinasi mediasi lahan PLTU, dihadiri oleh Wabup Batubara H.RM Harry, Camat Sei Suka, Kades Kuala Indah, Kasi SKIP BPN, perwakilan Polsek Indrapura, Koramil 02/AP. Kemudian Tim PT Inalum, Tim Otorita Asahan, bersama dengan masyarakat yakni Tekardjo. Kesimpulan yang diambil dari risalah rapat 23 Desember itu juga memuat harus ada mediasi dari Otoritas Asahan (OA), dengan Tekardjo dan masyarakat untuk ganti rugi inventaris. Demikian juga halnya dengan pengerjaan proyek baru bisa berjalan pasca sengketa lahan diselesaikan.

Demikian juga halnya disebut Camat Sei Suka, Miarsih SH, mengakui bahwa lahan yang akan dikembangkan kebanyakan berada di lahan Tekardjo. Sehingga Otoritas Asahan diharapkan berkoordinasi dengan masyarakat setempat mengenai lahan tersebut. Seluruh keterangan di atas tercantum dari kesimpulan risalah rapat bersama antara pihak terkait dan masyarakat.

Namun yang terjadi pada Sabtu (6/2) siang sangat berbeda. Pekerja perluasan PLTU Inalum secara sepihak berusaha memasuki areal mereka. Untuk menghindari bentrok dan konflik, masyarakat bersama-sama membangun pagar berduri ditutupi seng, guna menjaga lahan mereka. Sayangnya hal itu malah menjadi perdebatan, dengan beberapa orang yang mewakili proyek PLTU Inalum.

Tak urung wartawan Jurnal Asia yang meliput perdebatan sengit, juga mendapatkan pelecehan profesi dari oknum pekerja proyek PLTU. Oknum diduga merasa tidak senang dengan kehadiran jurnalis di lokasi, bertanya mengenai kepentingan di TKP dan juga bertanya asal-usul. Padahal beberapa wartawan hadir di lokasi, tidak berada di lahan PT Inalum. Melainkan di tengah-tengah tanah masyarakat dan cuma mengikuti jalannya proses perluasan proyek PLTU Inalum.

Dalam perdebatan antara oknum pengerjaan proyek PLTU dan pengawas tambak Tekardjo disebutkan, bahwa PT Inalum mengerjakan proyek negara untuk kepentingan masyarakat. Mereka juga membawa copy surat dari BPN bahwa areal merupakan milik PT Inalum dan sudah disahkan. Sedangkan dari Tekardjo sendiri diwakili oleh Sinaga menyatakan, pihaknya tidak menghambat proyek negara ataupun menghalang-halangi. Namun semua itu bisa berlangsung asal aturannya jelas dan sudah terjadi kesepakatan kedua belah pihak. Apalagi proses pengerjaan sudah memasuki areal Tekardjo tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.

“Tanah ini masih diusahakan oleh kami, sesuai dengan surat-surat resmi dipegang oleh atasan saya. Selain itu, juga sudah ada proses mediasi antaran pihak-pihak terkait, seperti Wabup Batubara, BPN, Otoritas Asahan, Camat Sei Suka, Kepala Desa Kuala Indah dan PT Inalum sendiri mengenai masalah ini. Jadi apapun ceritanya, kami bersama masyarakat berupaya untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan sepihak, dianggap merugikan kami. Apalagi di atas lahan ini ada masyarakat menggantungkan hidup dengan menjadi sebagai petani tambak. Jadi kami akan mempertahankannya sebelum ada ganti rugi serta putusan dari instansi berwenang,” tegas Sinaga kepada Jurnal Asia.

Sinaga juga kembali menyatakan, pihaknya memagar lahan ini, karena sudah ada upaya-upaya tidak baik dari PT Inalum. “Padahal sebelumnya saya sudah ditelpon langsung oleh Muspika, untuk tidak melakukan pemagaran di lokasi sengketa, guna menghindari hal-hal tak diinginkan. Tapi ternyata oknum-oknum PT Inalum juga tak mengindahkan hal tersebut. Apa boleh buat kami pun melakukan hal senada. Karena menurut mereka sama sekali tidak ada kesepakatan mengenai hal itu, (untuk stop perluasan proyek PLTU-red). Kasus ini pun akan kami laporkan juga ke polisi,” tandas Sinaga. (put)

Close Ads X
Close Ads X