Per 30 Januari Tarif Parkir Roda Dua Rp2.000

Medan | Jurnal Asia
Tarif retribusi parkir di Kota Medan akan naik per 30 Januari nanti. Untuk kendaraan roda dua kelas satu dikenakan tarif sebesar Rp2.000 dan kelas dua sebesar Rp1.000.
Kendaraan roda empat kelas dua sebesar Rp2.000 dan kelas satu Rp3.000 serta kendaraan truk mini dan sejenis, tarif kelas satu sebesar Rp5.000 dan kelas dua sebesar Rp3.000. Untuk truk gandengan kelas satu sebesar Rp10.000 dan kelas dua sebesar Rp5.000.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, dalam keterangannya mengatakan, terkait rencana kenaikan tarif parkir tersebut, Pemko Medan harus membenahi dulu sistem dan pelayanan perparkiran  sebelum menaikkan tarif. Pasalnya, sejauh ini sistem dan pelayanan parkir di Medan dinilai masih buruk.
“Sulit menerima penaikan tarif parkir, karena Pemko Medan tidak membenahi dulu sistem dan pelayanan parkir. Masalahnya konsumen parkir belum mendapatkan pelayanan memadai. Tidak jelas filosofi dan visi maksud penaikan tarif parkir, kecuali sebatas penaikan pendapatan,” ujar Farid Wajdi, Minggu (26/1).
Menurutnya, tertib lalu lintas dan perlindungan konsumen parkir justru diabaikan. Termasuk peruntukan pendapatan dari parkir, apakah skema untuk perbaikan sistem angkutan umum massal. Selanjutnya peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan yang ada.
“Kalau diniatkan untuk menertibkan lalu lintas, maka mestinya ada bahu jalan yang bebas parkir. Selanjutnya dikawasan zona I tarif parkir mestinya dibuat tinggi. Tidak cukup dengan menaikkan sebesar Rp3.000. Apakah ada garansi pasca penaikan, lalu lintas bakal lebih tertib? Apakah dana parkir, tidak bakal salah parkir? Apakah benefit yang diperoleh konsumen, kecuali sekadar sewa lahan belaka,” pungkas Farid.
Farid juga menambahkan, pasca kenaikan tarif parkir nanti, patut dipertimbangkan untuk menerapkan asuransi parkir. Konstruksi hukum yang digunakan pengelola parkir selama ini selalu menerapkan konsep sewa lahan atau hanya menyediakan lahan parkir semata dan bukan penitipan barang.
“Resikonya bagi konsumen, jika menggunakan konsep sewa lahan, pengelola parkir terlepas dari tuntutan ganti rugi yang dilakukan konsumen,” ungkap Farid.
Dikatakannya, dalam soal keamanan dan keselamatan saat parkir, bukan menjadi tanggungjawab pengelola parkir, namun tanggungjawab untuk menjaga kendaraan yang dititipkan tetap berada di pundak konsumen jasa parkir sendiri. “Keadaannya akan berbeda jika pengelola parkir menggunakan konstruksi hukum ‘penitipan barang’,” imbuh Farid.
Artinya, pengelola parkir, selain harus menyediakan lahan parkir, juga harus pula menjaga keamanan dan keselamatan kendaraan konsumen. “Cuma sayangnya, andai konstruksi hukum titip barang, murni diterapkan pada pelayanan jasa parkir, ketidak-adilan justru beralih kepada pengelola parkir. Sebab tidak logis, kalau pengelola parkir harus mengganti ratusan juta rupiah, sementara uang yang dibayarkan untuk retribusi parkir oleh konsumen, misalnya tak lebih dari Rp3.000,” jelasnya.
Sebaliknya, sangat tidak adil pula, jika kendaraan konsumen rusak atau hilang, dan konsumen sudah memenuhi kewajibannya, tetapi hanya dapat cek kosong saat menuntutnya haknya. Sebab itu, menurut LAPK, corak pelayanan parkir yang pro konsumen dan sebaliknya tidak merugikan pengelola adalah; Pertama, pelayanan jasa parkir harus mengakomodasi konstruksi hukum titip barang, dan bukan sewa lahan semata.
Karena secara nyata apabila terjadi sesuatu kerugian selalu berada di pihak konsumen jasa parkir. Secara logis, selain menyediakan lahan pengelola parkir juga ikut menjaga keamanan dan keselamatan kendaraan konsumen selama parkir.
Bahkan jika terjadi kerusakan atau kehilangan atas kendaraan yang dititip itu, pengelola parkir ikut serta bertanggungjawab. Kedua, konsumen konsep jasa asuransi parkir. Adanya jasa asuransi parkir akan meringankan dan sangat membantu pengelola parkir dan konsumen jasa parkir manakala terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada kendaraan yang di parkir. (Net)

Close Ads X
Close Ads X