Akses Jalan ke Vihara Gunung Sakti Tertutup

Medan |Jurnal Asia
Pengurus Vihara Gunung Timur Sakti dan masyarakat sekitar berharap anggota DPRD Medan dapat menyelesaian masalah akses jalan ke vihara tersebut, menyusul tertutupnya akses jalan karena pengerjaan proyek double track milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), serta adanya pemagaran lahan sehingga turut menutupi lokasi tersebut.

“Jalan Gang Spoor sudah ditutup sejak 15 Januari ke­marin oleh PT KAI. Jadi untuk se­mentara kita mengambilalur dari Asia Mega Mas sebagai akses jalannya. Sama yang punya lahan, kita juga sudah memohon dikasih pakai sementara, tapi be­lum ada jawaban,” kata Ya­cob, perwakilan pengurus Vihara Gunung Timur Sakti, usai me­ngikuti rapat dengar pen­dapat (RDP) dengan Komisi A dan D yang turut menghadirkan pihak pe­milik lahan.

Dikatakan Yacob, selain sudah pasrah dengan proyek PT KAI, sebenarnya masih berharap dengan pemilik lahan (Tony Wijaya dan Sujarni) yang bisa membuka akses jalan ke vihara. ”Kita minta 8 sampai 6 meter saja, minimal dikasih pakai sementara,” ucapnya.

Artinya, terang Yacob, kedepan dengan selesainya pengerjaan dan terbangunnya proyek double track milik PT KAI tersebut nantinya, praktis akses jalan kembali normal dan pihak pemilik lahan dapat menutupnya kembali.

“Kita hanya minta satu jalan yang di pinggir parit besar itu dengan Pak Tony Wijaya. Kita suah utarakan keinginan pengurus, tapi tak ada balasan,” katanya. Sementara itu Saut Simbolon selaku Kasie III Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan mengakui, selama ini masyarakat sekitar dan pihak Vihara Gunung Timur Sakti memanfaatkan akses melalui jalur kereta api tersebut. Akan tetapi pasca masuknya proyek double track PT KAI tersebut, mereka mengubah aksesnya dari jalur kawasan Asia Mega Mas.

Berdasarkan hasil pengecekan BPN di lokasi tersebut, lahan itu telah memiliki seritifikat hingga ke bibir sungai yakni atasnama Dedi Utomo dan Sujarni. Dengan ketentuan kepemilikan Dedi Utomo dari sebelumnya tanah HPL Perum Perumnas yang beralih ke perseorangan. ”Kalau itu bisa saja beralih hak kepemilikannya,” terang Saut.

Landen Marbun mewakili anggota Komisi D DPRD Medan meminta kedua belah pihak agar beritikad baik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. ”Memang secara defakto itu milik Toni Wijaya, kalau dejure, maka kalau dibuat win-win solution bisa selesai masalah ini,” tegasnya.

Sementara, mewakili Toni Wijaya, Andriani lebih memilih agar pihak vihara tidak terfokus pada areal dari pihaknya, karena dibagian depan diketahui ada masyarakat yang menjualkan tanahnya.

”Kenapa itu gak diselesaikan saja,” cetusnya yang selanjutnya bersama Tondi Lubis (mewakili Dedi Utomo) menunjukkan peta lokasi tanah masyarakat yang dijual dan menurut mereka sangat pas menjadi akses jalan vihara.

”Namun begitu kalau mereka (vihara) tetap memohon akses dari pinggir bibir sungai, hal itu harus dibicarakan dengan peguasa tanah yang sebenarnya dulu,” sebut Andriani menutup.
Diketahui, pimpinan rapat Sabar Sitepu dan Roby Barus menyepakati rapat diskor guna memberi kesempatan kedua belah pihak kembali bertemu.
(mag-01)

Close Ads X
Close Ads X