Tak Patuhi Kontrak Produsen Listrik Swasta Siap-siap Didenda

Jakarta – Menteri ESDM, Ignasius Jonan, sedang merancang peraturan baru untuk menghukum produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang tidak mematuhi kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN.

Selama ini, denda akibat padamnya listrik hanya dikenakan kepada PLN. Padahal banyak juga pasokan listrik PLN yang berasal dari pembangkit-pembangkit milik swasta.

Lewat regulasi baru dari Jonan, nantinya IPP yang tidak memasok listrik kepada PLN sesuai PPA akan dihukum denda. Suplai listrik yang tidak sesuai kontrak itu misalkan karena pembangkitnya sering rusak dan padam.

Ancaman hukuman ini dibuat supaya IPP menjaga performanya, ikut menjamin ketersediaan listrik kepada masyarakat. IPP yang performanya buruk akan dibuat kapok dengan penalti yang berat.

“Iya, sedang disiapkan Permen-nya (Peraturan Menteri). Akan ada Permen mengenai pokok-pokok dalam PPA, nanti di situ ada. Kalau IPP nggak perform, ya didenda juga, supaya kapok,” kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, Kamis (4/1).

Dalam PPA yang ditandatangani PLN dengan IPP, sampai sekarang belum ada sanksi jika pembangkit milik IPP mogok beroperasi. Ke depan, dalam PPA ada penalti untuk IPP yang tak mematuhi kontrak.

“Kalau sekarang kan nggak ada sanksi kalau mogok waktu sudah operasi. Kalau sudah COD (Commercial Operation Date), mogok-mogok, sekarang akan kena denda. Kata Pak Menteri, supaya dia kapok,” tutur Jarman.

Tapi aturan ini tak berlaku surut. PPA yang sudah diteken tak akan diubah. Penalti untuk IPP hanya berlaku untuk PPA yang ditandatangani sesudah terbitnya aturan dari Jonan. “Untuk PPA yang akan datang,” tutupnya.

Sebelumnya, Jonan mengatakan pihaknya akan memberikan denda yang besar kepada IPP jika tidak menjalankan tugasnya sesuai kontrak. “Kalau pembangkit rusak, IPP harus didenda, tapi dendanya jangan kayak denda kuaci (kecil) begitu. Kasih denda sampai orang bertobat,” ujarnya.

Skema denda kepada IPP ini masih terus dikaji, dan dimaksudkan agar IPP memiliki tanggung jawab terhadap bisnis listriknya. Sehingga, pemadaman listrik di berbagai daerah bisa berkurang. Pihak PLN sendiri menyambut baik rencana Jonan ini.

Menurut PLN, ketentuan PPA yang berlaku selama ini kurang adil karena tidak ada sanksi apabila listrik yang dipasok IPP tak sesuai kontrak. Padahal, PLN terkena sanksi Take or Pay apabila tidak membeli listrik sesuai kontrak.

“Sekarang di PPA, kita kena Take or Pay kalau yang kita beli di bawah 80% dari kapasitas pembangkit IPP. Tapi kalau IPP suplainya nggak sesuai, nggak ada denda. Kontrak kan harus 2 arah komitmennya,” kata Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, Rabu (4/1).

Made menjelaskan, misalkan ada IPP yang memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 1.000 MW. Dalam PPA, IPP tersebut harus menjual 1.000 MW pada PLN. Tapi ternyata PLTU mereka tak bisa menghasilkan 1.000 MW karena batu bara yang digunakan berkalori rendah.

Akibatnya, pasokan listrik untuk masyarakat kurang. Tapi IPP tak bisa dikenai sanksi apapun karena tidak ada ketentuannya dalam PPA. “Kalau nggak masuk 1.000 MW, nggak ada denda sekarang. Mereka nggak ada beban,” ucap Made.

Ketika terjadi kekurangan suplai listrik untuk masyarakat, pasti PLN yang disalahkan. “Kalau mati lampu kan pasti PLN yang kena, padahal kadang pembangkit swasta yang padam,” tutur Made.

Ke depan, IPP dipaksa ikut menjaga pasokan listrik dengan adanya ancaman denda. Swasta harus ikut menjamin listrik untuk masyarakat. “Adanya penalti itu supaya mereka juga menjaga produktivitasnya. Harus disertai sanksi untuk mengikat komitmen IPP menjaga elektrifikasi,” pungkas Made. (dc)

Close Ads X
Close Ads X