Revisi PP 2008 RTRW | Alih Fungsi Lahan akibat Perkembangan Kota

Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menggelar rapat koordinasi bersama beberapa menteri untuk membahas tata ruang nasional.

Dalam rapat akan dibahas terkait Revisi PP nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional. Rapat yang dilakukan bersama Menko Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Perhubungan Budi Karya tersebut menghasilkan beberapa poin penting.

“Kesimpulannya beberapa prinsip-prinsip sudah disetujui untuk direvisi, diharapkan dalam satu minggu ini akan mulai diparaf,” ungkapnya, Senin (16/1).

Sofyan menjelaskan, dalam rapat juga dibahas mengenai Rancangan Peraturan Jangka Menegah (RPJM) tata ruang Nasional yang dibuat pada 2008 lalu, namun belum terlaksana dan kembali dimasukkan di RPJM 2014-2015.

Menurutnya, salah satu poin penting yang dibahas adalah mengenai tata ruang laut yang sempat dihentikan sementara proses pengerjaannya.

“Poinnya tata ruang laut karena sempat mandat UU Kelautan serta ada beberapa catatan dari Menteri ESDM, dan ini sudah disetujui tinggal masuk ke dalam drafnya,” tukasnya.

Alih Fungsi Lahan
Sementara itu alih fungsi lahan semakin sulit dibendung karena pesatnya perkembangan di daerah-daerah. Untuk itu, pemerintah kota saat ini adalah dengan melakukan revisi Peraturan Daerah tentang RTRW yang saat ini masih dalam proses pembahasan di DPRD.

“Untuk membendung alih fungsi lahan memang tidak mudah, karena perkembangan kota sudah sedemikian rupa sehingga mau tidak mau alih fungsi lahan tidak bisa kita hindari,” kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Senin (16/1).

Revisi Perda RTRW itu untuk menyesuaikan kecenderungan perkembangan kota dengan mempertimbangkan kawasan perumahan dan kawasan bisnis untuk bisa diakomodasi tanpa mengurangi kewajiban untuk menyiapkan ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 30 persen.

“Inilah pentingnya revisi RTRW, karena adanya lahan-lahan yang di dikonversi,” katanya.

Seperti di wilayah Pejarakan ini, kata wali kota yang ditemui seusai peletakan batu pertama di lokasi pembangunan Pondok Pesantren Daarul Wafa, di sekelilingnya sudah menjadi kompleks perumahan.

“Jadi yang mau dipertahankan apanya, sementara air untuk mengairi sawah sudah tidak ada masuk,” katanya.

Sementara menyinggung tentang rencana perwal lahan pertanian berkelanjutan, wali kota mengatakan, untuk membahas masalah itu butuh waktu khusus.

“Kalau bisa bicara lahan pertanian berkelanjutan sekarang, saya yakin tidak akan bisa nyambung. Prinsipnya dalam revisi RTRW kita berkomitmen untuk menyediakan 30 persen RTH,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli sebelumnya menyebutkan, alih fungsi lahan pertanian di kota ini pada tahun 2016 tercatat sebanyak 90 hektare dari 2063 hektare pada akhir 2015 kini tersisa 1973 hektare.

“Dengan demikian, penyusutan lahan pertanian di Kota Mataram dalam lima tahun terakhir tercatat rata-rata 61 hektare,” katanya.

Dikatakan, alih fungsi lahan tersebut terjadi paling banyak di kawasan lingkar selatan dan lingkar utara kota yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan oleh para pengembang di lingkar selatan.

“Serta adanya pembangunan beberapa sarana dan prasana umum di lingkar utara, seperti pembangunan ‘Supermarket Giant’,” sebutnya.

Untuk mengantisipasi agar lahan pertanian di Kota Mataram tidak semakin menyusut, pihaknya telah menyampaikan agar dalam revisi Perda RTRW disediakan lahan pertanian berkelanjutan, karena itu bukan menjadi bagian dari ruang terbuka hijau (RTH).

Jika RTH masuk di situ, katanya, dikhawatirkan lahan pertanian akan habis, sebab lapangan dan pemakaman umum masuk dalam RTH. “Sementara lahan pertanian berkelanjutan adalah lahan pertanian yang bisa untuk memproduksi pangan,” katanya.
(ant|oz)

Close Ads X
Close Ads X