Jakarta | Jurnal Asia
General Motors (GM) mulai menutup pabriknya, yang memproduksi mobil Chevrolet Spin, mulai Juni 2015. Plt Presiden Direktur GM Manufacturing Indonesia, Pranav Bhatt menjelaskan alasannya hanya semata-mata karena bisnis yang merugi.
“Pak menteri ingin tahu kenapa kita ambil keputusan itu. Bagaimana nasib karyawan, dan apa selanjutnya langkah GM di Indonesia,” kata Bhatt usai bertemu Menteri Perindustrian Saleh Husin, di kantor Kementerian Perindustrian Jakarta, Senin (2/3).
Pranav yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan GM Manufacturing Indonesia itu mengatakan, penutupan pabrik Chevrolet Spin semata-mata karena pertimbangan keuangan.
“Itu semata karena keputusan finansial, keputusan bisnis. Kita punya pabrik Spin di Bekasi, dan Spin tidak begitu menguntungkan, dan butuh biaya tinggi, dan volumenya kecil. Jadi saya kira itu hanya keputusan finansial,” tuturnya.
Dia mengatakan, dengan berhentinya produksi Spin di Indonesia, bukan berarti perusahaan bakal mengimpor jenis kendaraan ini dari negara lain. Ke depan, perusahaan bakal fokus menjual produk berjenis SUV (Sport Utility Vehicle) dan pick up.
“GM akan tetap ada di Indonesia, kita akan tetap menjual Chevrolet di Indonesia, kita akan fokus menjual SUV dan pick up, kita akan tetap mendukung semua konsumen di Indonesia dari sisi aftersales,” tuturnya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menuturkan telah mendapatkan penjelasan lengkap dari Pranav Bhatt terkait penutupan pabriknya di Indonesia.
Pabrik ini dibuka pada 1995, kemudian setelah berhenti produksi pada tahun 2005. Kemudian fasilitas produksi di Pondok Ungu diaktifkan kembali pada Mei 2013. Pabrik Bekasi saat ini memproduksi Chevrolet Spin untuk kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor di Asia Tenggara.
“Kami mengundang pihak GM terkait rencana penutupan pabriknya yang di Bekasi. Setelah mendengar penjelasannya, konsentrasi kami adalah jangan sampai karyawan yang ada di sana terlantar,” kata Saleh Husin.
Saleh menuturkan, alasan pabrik GM tutup karena produknya sulit bersaing di pasar Indonesia. Segmen mobil Multi Purpose Vehicle (MPV) di Indonesia memiliki banyak pesaing terutama dari pabrikan Jepang seperti Toyota dan Daihatsu yang terkenal dengan produk Avanza dan Xenia. “Karena memang merknya kurang direspons masyarakat. Sehingga kurang laku, jadi cost-nya tinggi,” tutur Saleh.
Pihak GM pun mengalami kerugian sejak mulai produksi di tahun 2013 lalu. Saleh menuturkan, kerugiannya ditaksir mencapai US$ 200 juta atau setara Rp2,4 triliun. “Mereka katakan total kerugiannya US$ 200 juta, dari pertama sampai sekarang. Rata-rata setiap bulannya US$ 4 juta,” katanya.
Saleh mengatakan, pihak dari GM berkomitmen penuh untuk memberikan pesangon kepada para karyawan yang berjumlah 500 orang. Begitu juga dengan supplier komponen yang selama ini memasok kebutuhan dari pabrik tersebut. “Saya juga menekankan bagaimana supplier komponen yang berurusan dengan pihak GM. Mereka bilang akan bertanggung jawab,” tandasnya.
Pihak GM sendiri bakal memberi pesangon, sebesar 10 sampai 18 bulan gaji, bagi seluruh karyawan yang terkena PHK. “Yang terdampak karena penutupan pabrik ada 500 orang. Pekerja adalah yang utama bagi kami, saya pikir kita akan memberikan mereka paket kompensasi yang baik,” kata Pranav.
Dia mengatakan, pihaknya berkomitmen memberikan kompensasi yang baik, bagi pekerja yang terkena PHK. Bagi karyawan yang bekerja lebih dari tiga tahun, akan mendapatkan kompensasi lebih besar, dibanding yang bekerja di bawah tiga tahun.
“Jika anda bertanya berapa yang mereka dapatkan, mereka bakal dapat 10 bulan lebih dari gaji wajib yang mereka dapat. Yang sudah bekerja 3 tahun atau lebih di Indonesia, kemungkinan bakal mendapatkan 18 bulan gaji,” paparnya.
Pabrik tersebut bakal resmi berhenti beroperasi pada Juni 2015. Pranav mengatakan, itu artinya masih ada waktu empat bulan bagi karyawan untuk tetap bekerja memproduksi mobil ini. “Kita akan tetap melanjutkan produksi sampai Juni dan artinya masih punya waktu empat bulan untuk mempertimbangkan,” tuturnya.
Sementara itu, Menperin Saleh Husin mengatakan pihak GM tidak akan menjual pabrik tersebut setelah berhenti beroperasi. Namun, belum ada keputusan yang bisa diambil ke depannya.
“Nanti pabriknya mau jadi apa belum disampaikan. Tapi mereka sampaikan itu tidak akan dijual, tetap ada di situ,” kata Saleh Husin.
Saleh mengatakan, GM bakal segera merealisasikan kerjasamanya dengan pabrikan otomotif asal Tiongkok, Wuling dalam waktu dekat ini. Tidak menutup kemungkinan pabrik tersebut bisa digunakan untuk keperluan investasinya mendatang.
“Di sisi lain, GM ini kan akan memproduksi produk dari Tiongkok merek Wuling, tentu kami juga berpikir, bisa saja kalau PHK-nya selesai, kemudian bisa dimanfaatkan di pabrik tersebut,” kata Saleh.
Pranav Bhatt sendiri mengatakan, pihaknya belum memiliki rencana apa-apa terkait nasib pabriknya nanti pasca penutupan pabrik. ”Apa yang kita lakukan adalah mengikuti standar GM, kita akan menawarkan GM Spin aset ke semua entitas GM, mungkin mereka bisa menggunakan, tapi kita perlu studi untuk melakukan itu,” kata Pranav.
(dc)