Peran Indonesia telah bergeser dari negara swasembada pangan menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia. Peningkatan jumlah penduduk, berkurangnya lahan sawah dan penurunan produktivitas pertanian menyebabkan terjadinya kerawanan pangan. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi semakin membebani Pemerintah dan rakyat Indonesia dalam penyediaan pangan.
Upaya mengatasi krisis pangan dan krisis ekonomi dapat ditempuh melalui diversifikasi pangan dengan menerapkan agribisnis profesional. Pada kondisi ini upaya yang dilakukan harus mampu mendatangkan keuntungan ganda, yaitu mampu meningkatkan penyediaan pangan sekaligus mampu pula meningkatkan pendapatan masyarakat.
Oleh karena itu, pengembangan pertanian harus diprioritaskan pada komoditas yang bercirikan memiliki nilai ekonomi tinggi, dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif, toleran pada kondisi lingkungan In
Permintaan kentang terus meningkat sementara pasokannya masih kurang, sehingga perluasan budidaya kentang masih dapat terserap pasar. Kentang tumbuh di dataran tinggi 1.000 m di atas permukaan laut, sehingga dapat dikembangkan pada lahan kering di pegunungan dan tidak bersaing dengan tanaman pangan utama lainnya.
Kendala utama yang dihadapi dalam agribisnis kentang di Indonesia adalah sulitnya memperoleh bibit bermutu. Penggunaan bibit tidak bermutu mengakibatkan produksi kentang masih rendah, yaitu sekitar 15 ton/Ha, padahal menurut hasil penelitian, potensi produksinya dapat mencapai 30 ton/Ha.
Petani umumnya memperoleh bibit dengan menyisihkan sebagian umbi dari hasil panennya yang berukuran kecil tanpa melakukan seleksi bibit, atau dari petani lain berupa bibit lokal yang tidak diketahui asal usulnya (tanpa sertifikat/non label). (Mid)
Pemerintah Upayakan Kekurangan Bibit
Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan petani kepada bibit impor, Pemerintah Indonesia dengan bantuan hibah dari Pemerintah Jepang (JICA) pada Tahun 1992 telah mencanangkan program swasembada bibit kentang, dengan tujuan untuk memproduksi bibit kentang yang setara dengan bibit impor, tetapi harganya relatif murah dan rendah patogen, sehingga produksi dapat ditingkatkan, menghemat devisa dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Produk bibit kentang bermutu tersebut dijamin melalui bibit yang bersertifikat.
Sistem perbanyakan dan sertifikasi bibit kentang di Indonesia masih mencontoh sistem sertifikasi di Belanda karena sampai saat ini Belanda memiliki sistem sertifikasi bibit kentang terbaik di dunia. Di Belanda sertifikasi bibit kentang dilakukan oleh suatu badan swasta yaitu NAK (Dutch General Inspection Servise for Agriculture Seed and Seed Potatoes), sementara di Indonesia dilakukan oleh pemerintah yaitu BPSB-TPH (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Hortikultura) di mana prosedur perbanyakannya juga mirip dengan di negeri Belanda. (Mid)