Jakarta | Jurnal Asia
Pemerintah Amerika Serikat (AS) membebaskan bea masuk produk perikanan asal Indonesia setelah Presiden AS Barack Obama dengan persetujuan senat menandatangani pembaharuan dan perpanjangan skema Generalized System of Preference (GSP).
Melalui skema tersebut sejumlah produk perikanan Indonesia, seperti kepiting beku, ikan sardin,daging kodok, ikan kaleng, lobster olahan, dan rajungan bebas masuk Negeri Paman Sam tanpa dikenakan pungutan impor. Apabila sebelumnya tarif bea masuk ke AS berkisar 0,5 – 15 persen, maka dengan kebijakan ini menjadi 0 persen.
Saut Hutagalung, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) mengatakan AS merupakan pasar tujuan ekspor utama bagi produk perikanan Indonesia. Selama empat tahun terakhir, ujarnya, nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke AS terus meningkat.
KKP mencatat nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke AS pada 2011 sebesar US$ 1,07 miliar, meningkat terus menjadi US$ 1,15 miliar pada 2012 dan menjadi US$ 1,33 miliar 2013. Tahun lalu, nilainya kembali meningkat mencapai US$ 1,84 miliar.
“Pertumbuhan ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,14 persen sejak tahun 2011,” ujar Saut dalam keterangan persnya, Kamis (30/7).
Komoditas utama yang menjadi andalan ekspor Indonesia antara lain udang, kepiting, tuna, tilapia, cumi-cumi, ikan hias, rumput laut, kerang-kerangan dan lobster.
Manfaatkan Momentum
Indonesia patut berbangga lantaran mendapat persetujuan pembaharuan dan perpanjangan skema Generalized System of Preference (GSP) dari Presiden Barack Obama dengan persetujuan Senat AS. Dampaknya, ekspor ikan Indonesia ke AS tidak lagi dikenakan bea masuk.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan Perikanan Saut P. Hutagalung mengatakan, persetujuan ini bukanlah hal yang mudah didapat.
“Vietnam, Filipina, China juga mengajukan untuk mendapat GSP, tetapi juga nggak disetujui. Banyak negara iri dengan Indonesia,” ujar dia ditemui di Rumah Dinas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Jakarta, Kamis (30/7).
Adapun alasan disetujuinya Indonesia untuk menerima Skema GSP ini lantaran pihak Parlemen dan Pemerintah Amerika merasa terkesan dengan langkah tegas Menteri Susi dalam memberantas penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing.
“GSP ini kan preferensi ya, mereka memilih berdasarkan padangan objektif mereka. Dan mereka menganggap usaha Menteri Susi ini perlu didukung. Makanya Indonesia disetujui untuk mendapat fasilitas ini,” ungkap dia.
GSP merupakan skema khusus dari negara-negara maju yang menawarkan perlakuan istimewa non-timbal balik seperti tarif rendah atau nol kepada impor produk yang berasal dari negara-negara berkembang.
Skema tersebut sempat terhenti sejak tahun 2013 karena tidak mendapatkan persetujuan Senat AS. Dengan persetujuan ini maka skema GSP baru untuk Indonesia akan mulai berlaku mulai 29 Juli 2015 hingga 31 Desember 2017. “Akan dievaluasi setiap dua tahun,” pungkasnya.
Bagi perekonomian Indonesia, hal ini bisa memberi dampak positif lantaran produk perikanan Indonesia yang masuk ke pasar Amerika akan memiliki daya saing yang lebih baik dari segi harga.
Tanpa ada GSP harga produk perikanan suatu negara yang masuk ke pasar perikanan Amerika akan dikenakan bea masuk sekitar 0,5-15% yang secara otomatis membuat harga jual produk tersebut lebih mahal. (dtf/cnn)