Masyarakat Dua Kabupaten Desak Pilkada Ulang

Meulaboh – Masyarakat di dua kabupaten di Aceh, yakni Aceh Barat dan Bireuen mendesak dilakukan Pilkada ulang, karena puluhan ribu warga tidak mendapat hak pilih dan adanya politik uang. Sedikitnya 24 ribu warga tidak mendapatkan kesempatan memilih pada 15 Februari 2017, sehingga perlu pilkada ulang.

Perminaan itu disampaikan Ketua Komunitas Muda Barat Selatan Aceh (KMBSA), Fitriadi Lanta di Meulaboh, Kamis (23/2). Sementara itu, ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Pemuda Bireuen (AMPB) melakukan aksi unjukrasa ke kantor Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih) Kabupaten Bireuen menuntut pilkada ulang, karena ada duga­an politik uang yang dilakukan salah satu pasangan calon bupati/wakil bupati setempat.

Koordinator aksi Ridwan Ab­dullah menyatakan, mereka me­nunut Panwaslih untuk mengu­­sut dugaan politik uang yang dilakukan pasangan calon nomor urut 6 Saifannur/Muzakkar A Gani.

Selanjutnya, Ketua KMBSA Fitriadi mengatakan, banyak persoalan dari lemahnya kinerja pihak penyelenggara, baik Komisi Independen Pemilihan (KIP) maupun Panwaslih, sehingga tidak semua masyarakat dapat menggunakan hak suara.

“Berdasarkan analisa dan fakta di lapangan serta data resmi KPU pusat, terungkap bahwa di Aceh Barat terdapat 24.000 lebih masyarakat golput, salah satu penyebab warga tidak memilih karena tidak men­dapatkan C6 atau undangan memilih,” katanya.

Pernyataan itu disampaikan usai mengikuti dengar pendapat di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat terkait tuntutan elemen sipil melaporkan adanya angka golput putih yang mencapai 20 persen atau 24.000 lebih di daerah itu.

Dalam tuntutannya disam­paikan, bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikembalikan oleh KIP ke PPK dan PPS tidak sesuai dengan yang diajukan oleh PPDP atau Gampong/desa, bahkan terdapat nama pemilih ganda.

Kemudian terjadinya acakan tempat memilih membuat war­ga dikalangan usia tertentu kalabakan tidak mengetahui tempat memilih sehingga terjadi golput karena DPT tidak sesuai terdapat secara masif di Aceh Barat.

“Timses calon yang mem­bagikan undangan, ada dis­kri­minatif dalam memilih de­ngan mengunakan E-KTP, ka­­­rena itu kami meminta DPRK memperjuangkan hak suara rakyat yang belum da­pat memilih,” tegasnya usai pertemuan itu kepada wartawan.

Rapat dipimpin Ketua DPRK Ramli, SE dan dibahas bersama sejumlah anggota dewan untuk mencarikan solusi terbaik, ka­langan dewan berjanji akan menindak lanjuti tuntutan ele­men sipil tersebut guna memberikan hak semua warga negara.

“Kami akan segera memben­tuk tim pencari fakta dari kala­ngan DPRK guna mengusut dugaan pelanggaran yang di­sam­paikan oleh elemen sipil dan KMBSA, kita juga akan mem­bentuk tim pansus menyi­kapi persoalan ini,” katanya menambahkan.

22 laporan Selanjutnya, Ketua Panwaslih Bireuen Muhammad Bashir menyatakan, pihaknya akan melakukan pengusutan dugaan politik uang yang dila­­kukan salah satu pasangan calon bupati/wakil bupati. Ia menyatakan, hingga kini sudah ada 22 laporan dugaan politik uang yang dilakukan pasangan calon.

“Dalam waktu dekat ini, kita segera melakukan penyelidikan dan dilanjutkan dengan persi­dangan,” katanya.

Koordinator aksi, Ridwan menyatakan, pihaknya memiliki bukti adanya politik uang yang dilakukan oleh tim sukses pasangan nomor utur 6 itu. Dikatakan, tim sukses pasa­ngan tersebut mulai beraksi pada H-3 sampai hari “H” pemungutan suara pada 15 Februari lalu.

Ia menyatakan, dari kete­rangan saksi, setiap warga pemilih diberi uang Rp100 ribu untuk memilih pasangan nomor 6.

Sementara itu, hasil reka­pi­tulasi suara di Bireuen, pa­sangan Saifannur/Muzakkar meraih suara terbanyak yakni 74.292 suara (34,89 persen), urutan kedua M Yusuf A Wahab/Purnama Setia dengan 61.186 suara (28,74 persen).

Selanjutnya, pasangan Rus­lan M Daud/Jamaluddin Idris dengan 31.208 suara (14,65 persen), pasangan Khalili/Yus­ri Abdullah 30.192 suara (14,18 persen),sedangkan dua pasangan lainnya dibawah 10 persen. (ant)

Close Ads X
Close Ads X