KBRI London Dukung Program Residensi Seniman Indonesia

London – Kedutaan Besar Republik Indo­­nesia di London melalui kantor Atase Pendidikan Kebudayaan (Atdikbud) menggagas program residensi seniman gamelan di Kerajaan Inggris mengingat ma­­kin berkembangnya komunitas pegiat seni tersebut di negeri itu.

Atase Pendidikan Kebudayaan KBRI London Prof E. Aminudin Aziz kepada Antara di London, Senin (20/3) mengatakan, program residensi atau pelatihan khusus seniman ini dilakukan dalam upaya mengukuhkan rasa cinta pegiat seni gamelan di Inggris dan Irlandia terhadap kesenian Indonesia terutama gamelan.

“Kita bukan hanya menye­­diakan fasilitasi bagi mereka untuk bisa bermain dan membuat pertunjukan gamelan, namun menanamkan proses pendidikan yang menyenangkan,” ujarnya seraya menambahkan bahwa program residensi selain mem­­peroleh sambutan positif dari komunitas gamelan di Kerajaan Inggris juga mendapat dukungan dari Kemdikbud.

Seni gamelan di Inggris ber­­kembang dan menjadi bagian dari seni musik etnis di Inggris. Sejarah panjang adanya program Darmasiswa Kementerian Pen­didikan dan Kebudayaan pada awal 70-an mengundang pemuda Inggris belajar gamelan di pusat seni gamelan di tanah air seperti di Bandung, Solo, Yogyakarta, Bali, dan Padangpanjang. Tidak mengherankan bila di Inggris tersebar begitu banyak komunitas pegiat gamelan dengan berbagai aliran seperti gamelan Solo, Yogyakarta atau gamelan Bali.

Dubes RI di Inggris Raya dan Irlandia Dr Rizal Sukma mendukung gagasan residensi dalam rangka mewujudkan misi kebudayaan yang diemban KBRI di London. Program resi­­densi seniman ini, akan dapat meningkatkan kecintaan ma­syarakat Inggris terhadap seni gamelan Indonesia, ujarnya.

Selama tahun 2017 ada em­pat tim residensi seniman yang akan ke Inggris Raya dan Irlandia dan ditempatkan di lembaga mitra yang memiliki program belajar gamelan. Pada kesempatan pertama, akan da­tang dosen gamelan dari ISI Surakarta, Jateng, Prasadiyanto yang ditempatkan di Royal Con­­servatoire of Scotland (RCS), Glasgow selama tiga bulan mulai akhir Maret ini.

Ketua Program Musik RCS, Dr. J. Simon van Walt menyambut kehadiran Prasadiyanto dan men­jelaskan sudah lama adanya keinginan program seperti ini, mengingat kuatnya keinginan mahasiswa belajar lebih banyak tentang gamelan.

Kelompok kedua dari program residensi ialah seniman Lili Suparli dari ISBI, Bandung dan koreografer profesional Achmad Farmis yang juga dari Bandung Jabar akan ditempatkan di Royal Holloway University of London (RHUL) selama lima bulan mulai akhir April.

Prof Matthew Cohen, guru besar yang memperdalam da­­lang dan wayang Cirebon dari RHUL, menyatakan kedatangan seniman ini merupakan angin segar bagi departemennya, me­­ngingat kepakaran dari kedua seniman yang tidak diragukan itu. Bersama Simon Cook, pegiat seni musik Sunda berkolaborasi untuk menyiapkan pertunjukan International Music Feast 2017.

Sementara itu National Con­­cert Hall (NCH), Dublin, Irlandia yang mendapat hibah perangkat gamelan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, belum diman­faatkan secara optimal. Hal ini diakui Dr. Peter Moran, Direktur NCH, karena terbatasnya keterampilan anggota komunitas gamelan di Irlandia. Untuk itu pihak NCH menyambut baik kehadiran pakar gamelan dari Yogyakarta.

Melalui ISI Yogyakarta, At­­dikbud mendatangakan dosen ISI Yogyakarta, Sumaryono untuk mukim di Dublin selama tiga bulan mulai September. Selain melatih di NCH, Sumaryono akan menangani program latihan gamelan bersama lima mitra lainnya di Irlandia. (ant)

Close Ads X
Close Ads X