Batik dan Tenun Indonesia Rambah San Fransisco

London – Keragaman batik dan tenun Indonesia merambah pasar dan masyarakat San Francisco, Ame­rika Serikat. Pencapaian itu ter­wujud melalui eksibisi “Textile and Tribal Art” yang menampilkan Indonesia sebagai “country focus” asing pertama dalam lebih dari 10 tahun pe­nyelenggaraan eksibisi ini dan digelarnya pelatihan membatik di universitas dan di Wisma Indonesia.

Setelah berakhirnya eksibisi selama empat hari, KJRI San Francisco mengadakan workshop mengenai pembuatan batik di Universitas UC-Berkeley dan Wisma Indonesia, demikian Konsul Pensosbud KJRI San Francisco F Bernard Loesi kepada Antara London, Sabtu.

KJRI San Francisco me­ngun­dang pembatik Dalmini dari Desa Kebon Indah di Klaten, penenun Alfonsa Horeng dari Flores dan Museum Tekstil Jakarta yang menampilkan ratusan koleksi kekayaan kain tradisional In­donesia.

Acara tahunan ini merupakan program pertunjukan kain tekstil paling bergengsi di San Francisco yang menampilkan lebih dari 80 kolektor, kurator maupun penjual barang-barang dengan nilai seni dan sejarah yang berusia hingga ratusan tahun.

Konjen Ardi Hermawan pa­da saat pembukaan eksibisi yang dihadiri lebih dari 700 pe­ngunjung mengatakan, In­donesia memulai budaya un­tuk menghasilkan kain-kain tradisional sejak 2.000 tahun lalu. Pada tahun 2009 UNESCO mengakui batik sebagai warisan budaya tak benda.

Acara pembukaan dihadiri konsul jenderal negara-negara asing, budayawan, kolektor, filantropis dan kurator di Kali­fornia. Sementara pe­ngun­jung yang menghadiri eksibisi yang diselenggarakan selama empat hari tercatat lebih dari 2.000.

“Saya selalu mengikuti ek­sibisi ini setiap tahun, namun dengan terlibatnya Indonesia maka tahun ini adalah yang paling meriah dan menarik,” ujar kolektor kain tradisional asal San Francisco, Jane Shields (52).

Pengunjung lain mengagumi proses membuat batik dan kain tenun yang diperagakan di Pa­villion Indonesia oleh Dalmini dan Alfonsa Horeng.

Wali Kota Surabaya Tri Ris­maharini yang kebetulan be­rada di San Francisco me­nyempatkan diri mengunjungi eksibisi sebagai tamu ke­hormatan panitia se­tempat. Ibu Risma menikmati dan kagum terhadap berbagai koleksi kain batik, tenun, mau­pun tari-tarian tradisional In­donesia pada saat acara.

KJRI San Francisco be­ker­ja­sama dengan Language of Cloth menyelenggarakan workshop di universitas ternama UC-Berkeley dan Wisma Indonesia. Sekitar 200 mahasiswa dan pencinta seni sangat antusias untuk me­ngetahui sejarah, pembuatan dan filosofi pembuatan kain tradisional Indonesia.

Pengunjung sangat tertarik mempraktikan pembuatan ba­tik secara langsung. Mereka menyampaikan kepada KJRI niatnya datang ke Indonesia agar dapat melihat dan mempelajari dari dekat proses pembuatan batik dan tenun.

Seniman asal Oakland, Mar­gareth Jones (44) me­ngatakan, keinginan untuk belajar me­lukis. “Saya memiliki studio seni untuk melukis di atas kain dan setelah workshop ini saya berencana untuk tinggal di Kla­ten selama beberapa minggu untuk mempelajari bagaimana membuat batik,” ujar Margareth Jones yang juga berprofesi se­bagai perawat.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X