Uni Eropa Diskusikan Kendali Perbatasan Pasca Serangan Paris

Para Menteri negara anggota Uni Eropa mengadakan pertemuan darurat pada Jumat (20/11)tentang pengetatan pemeriksaan di perbatasan setelah pembunuhan pemimpin serangan di Paris dalam sebuah apartemen di ibu kota Prancis, meningkatkan pertanyaan tentang keamanan blok.

Abdelhamid Abaaoud, seorang warga negara Belgia asal Maroko yang dicurigai sebagai otak di balik serangan yang menewaskan 129 orang atas nama kelompok bersenjata ISIS, meninggal pada saat penggerebekan oleh polisi Rabu dalam sebuah apartemen di bagian utara Paris.

Pria berusia 28 tahun tersebut diperkirakan pernah berada di Suriah, tempat dirinya mengumbar rencananya untuk menyerang negara Barat, dan keberadaannya di Prancis menimbulkan pertanyaan tentang penanganan krisis migran Eropa.

Menteri Dalam Negeri Prancis Bernhard Cazeneuve mengatakan Paris tidak menerima peringatan dari negara anggota Uni Eropa lainnya bahwa Abaaoud berada di wilayahnya, dan menyatakan pentingnya Uni Eropa untuk mem­bangun, mengatur dan mem­pertahankan mereka dari anca­man teroris.

Para menteri dalam negeri dan keadilan Uni Eropa akan mengadakan pertemuan di Brussels, tempat mereka akan membicarakan tentang pengetatan pemeriksaan terhadap seluruh pengunjung pada perbatasan luar wilayah Schengen sebagai langkah pencegahan darurat.

Perdana Menteri Prancis Manuel Valls mengatakan beberapa pembunuh dalam serangan Paris telah memanfaatkan krisis migran Eropa untuk menyelinap dan memperingatkan wilayah Schengen akan berada dalam bahaya jika tidak meningkatkan pengendalian di perbatasan.

Sementara itu di Amerika Serikat, Kongres yang didominasi oleh anggota partai Republik pada Kamis memutuskan untuk melarang pengungsi Suriah dan Irak masuk sampai langkah pemeriksaan yang lebih ketat diberlakukan.

Dan di Rusia, mereka akan mengadakan pertemuan tentang penanganan teroris pada Jumat setelah sebuah pesawat Rusia diledakkan oleh ISIS. Beberapa rencana Abaaoud men­jadi tersangka dalam pen­carian orang internasional yang dikeluarkan oleh Belgia, tempat dirinya mendapatkan hukuman 20 tahun penjara atas tuduhan perekrutan militan untuk dikirim ke Suriah pada Juli.

Tetapi hanya tiga hari setelah insiden di Paris bahwa para intelijen dari negara di luar Eropa menunjukkan bahwa mereka mengetahui keberadaannya di Yunani, ujar Cazeneuve tanpa menyebutkan negara mana.

Abaaoud juga diperiksa oleh polisi di bandara Cologne-Bonn dalam perjalanannya menuju Istanbul pada awal 2014, namun diizinkan untuk pergi karena mereka tidak mengetahui bahwa dirinya harus dihentikan, ujar seorang pejabat Jerman.

Dia akhirnya terlacak se­dang berada di Paris setelah men­dapatkan informasi rahasia dari pihak intelijen Maroko, menurut sumber dari kepolisian. Saat insiden tersebut meluas di seluruh Eropa, kepolisian Belgia menahan sembilan orang di Brussels, tujuh di antaranya berkaitan dengan pelaku bom bunuh diri dalam serangan Paris.

Itali juga memburu lima ter­sangka setelah informasi rahasia dari FBI yang menyebutkan kemungkinan serangan militan di beberapa tempat umum. Dalam ajarannya sendiri Jaksa Paris Francois Molins mengatakan analisa sidik jari digunakan untuk mengidentifikasi badan Abaaoud, yang ditemukan dengan peluru di puing-puing bangunan yang hancur di Saint-Denis setelah serangan polisi selama tujuh jam.

Sebuah mayat yang diperkirakan sebagai sepupu Abaaoud, Hasna Ait Boulahcen, 26 tahun, yang meledakkan diri dengan jaket berbahan peledak juga ditemukan di lokasi kejadian.
Boulahcen tinggal dengan ibu dan saudaranya, saudaranya me­ngatakan dirinya menjadi ekstrimis sekitar enam bulan lalu. “Dia tidak stabil, dia men­ciptakan ajarannya sendiri, dia tidak berusaha untuk mempelajari agama, saya tidak pernah melihatnya membuka Alquran,” ujar saudaranya.

Delapan orang ditangkap dalam penggerebekan di Saint-Denis pada Rabu, namun tersangka kunci lainnya, Salah Abdeslam masih dalam pencarian. Abdeslam dicurigai sebagai satu-satunya pelaku serangan Paris yang selamat. Adiknya, Brahim Abdeslam, meledakkan diri di sebuah kafe tanpa membunuh siapapun.

Anggota parlemen Pran­cis memutuskan untuk mem­per­panjang langkah keamanan selama tiga bulan pada Kamis saat Valls memperingatkan adanya resiko penggunaan senjata kimia dan biologis.
Langkah tersebut termasuk memperbolehkan polisi untuk membawa senjata ketika mereka sedang tidak bertugas dan menggunakannya jika ada serangan. Anggota parlemen Prancis juga memutuskan untuk memblokir situs-situs dan akun media sosial yang mempromosikan atau menimbulkan aksi teror.
(ant)

Close Ads X
Close Ads X