Ombudsman (masih) kurang Dilirik

Jurnal Asia | Ant
BERAS NAIK. Seorang pekerja membawa karung berisi beras yang akan dijual di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (18/12). Meski Menteri Pertanian, Suswono, mengaku produksi beras nasional pada 2013 mengalami surplus sebanyak 5,4 juta ton, namun, hal itu tak menyurutkan para pedagang untuk menaikkan harga jual beras menjelang Natal dan Tahun Baru 2014.

Bahan Pokok Aman
Jakarta | Jurnal Asia
Pemerintah menjamin tidak akan ada lonjakan harga bahan pokok menjelang akhir tahun karena stok cukup. Namun kenaikkan harga akan terjadi pada produk hortikultura (sayur dan buah), meski tidak signifikan. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Bayu Krismurthi, mengklaim, persedian bahan pokok cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun, meski akan terjadi lonjakan permintaan saat Natal dan Tahun Baru. “Beras, daging, gula, minyak goreng semuanya Insya Allah tersedia,” tegasnya di Jakarta, Rabu (18/12).
Ia mengemukakan, harga bahan pokok tersebut tidak akan naik terlalu siginfikan, karena sebelumnya telah ada komitmen dari pelaku usaha. “Saya mendapatkan konfirmasi para pelaku usaha konsisten dengan komitmennya. Sampai akhir tahun tidak ada kenaikkan harga yang terlalu besar. Meskipun beberapa dari mereka ada yang terpengaruh dari kurs (pelemahan rupiah, red),” tuturnya.
Khusus harga produk hortikultura, Bayu memerkirakan naik karena terpengaruh cuaca. “Yang menjadi perhatian kita adalah hortikultura. Kalau hortikultura itu kena hujan maka dia mungkin bisa rusak. Harga akibat karena itu mungkin bisa terganggu secara lokal, tapi untuk produk yang lain tidak,” tandasnya. (Dtf)

Waralaba Dikuasai Asing
Jakarta | Jurnal Asia
Ternyata, Indonesia telah dikuasai waralaba asing. Dari ribuan merek waralaba dan peluang bisnis (Business Opportunity, BO), sebesar 60% berasal dari luar negeri.
“Pasar Indonesia didominasi oleh Pemberi Waralaba asing,” ungkap Ketua Dewan Pengarah Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Amir Karamoy, di Jakarta, Rabu (18/12).
Menurutnya, berdasarkan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sampai dengan 13 Desember 2013 yang dihimpun dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), baru 125 perusahaan waralaba mendapatkan STPW. Data itu belum termasuk STPW yang diterbitkan pemerintah daerah (pemda). Namun, lanjutnya, data dari Kemendag tersebut sudah dapat diperoleh gambaran tentang waralaba di Indonesia. “Pemberi Waralaba Luar Negeri menguasai 60 persen dan Pemberi Waralaba Dalam Negeri hanya 2,4 persen,” paparnya.
Selain itu, kata Amir, tercatat jumlah penerima Waralaba sebesar 32,8%, Pemberi Waralaba Lanjutan Luar Negeri 2,4%, dan Penerima Waralaba Lanjutan 2,4%. Bila dilihat dari jenis/bidang usaha, jumlah waralaba makanan/minuman di Indonesia terbesar mencapai 49,6%, ritel 24% dan pendidikan 20,8%, Jasa perbaikan 6,4%, Hotel 1,6%, dan Real Estate 0,8%. “Sebagian besar bidang-bidang usaha itu dikuasai pula oleh yang bermerek asing,” tukasnya.
Amir memerkirakan, hal itu terjadi akibat adanya ketentuan dari pemerintah soal laporan keuangan Pemberi Waralaba wajib diaudit Akuntan Publik dan membuka laporan keuangannya ke publik pula, terkecuali Usaha Kecil & Mikro. Akibatnya, hanya perusahaan waralaba asing dan menengah nasional ke atas yang mampu melakukannya. Ironisnya, perusahaan waralaba kategori menengah ke bawah, cenderung mengalihkan usahanya ke skema Lisensi dan Kemitraan. Kendati demikian, ia meyakini hal itu tidak berdampak negatif terhadap perkembangan waralaba di Indonesia. Hal ini mengingat, waralaba secara kualitatif semakin baik, meski dari sisi kuantitas mengalami penurunan. “Waralaba menjadi suatu skema investasi di sektor riil, prospeknya semakin terbuka,” tukasnya.
Ia menyarankan, perlunya mendorong pertumbuhan Pemberi Waralaba Dalam Negeri sebanyak-banyaknya, termasuk untuk UKM pada 2014. Selain itu perlu adanya pembentukan Indonesian Franchise Development Center (IFDC) antara lain dari program CSR BUMN. “Selain memerkuat pasar domestik, IFDC mendorong waralaba Indonesia berkiprah di pasar global,” ujarnya.
Amir mencontohkan Malaysia karena setiap perusahaan nasionalnya beralih ke waralaba dan mendapatkan pendanaan dan pelatihan yang difasilitasi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi & Kepenggunaan, melalui PNS (Perbadanan Nasional Berhad). “Ini menunjukan komitmen yang kuat dari Pemerintah Malaysia mendorong dan mengembangkan waralabanya,” sebutnya.
Seperti diketahui berdasarkan ketentuan PP no.42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Permendag No.53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba, setiap perusahaan waralaba wajib memiliki STPW, sehingga. secara hukum sah sebagai waralaba. (Dtf)
Target Pertumbuhan Ekonomi Sumut Enam Persen
Medan | Jurnal Asia
Pada 2014, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) menargetkan pertumbuhan ekonomi sekira enam persen lebih. Dalam mendukung pencapaian tersebut, Pemprovsu memprioritaskan pembangunan infrastruktur, terutama energi listrik. Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu), HT Erry Nuradi, menjelaskan, pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari investasi, contohnya, banyak industri atau pabrik dibuka maka membuka banyak lapangan pekerjaan. Kemudian, dengan adanya infrastruktur seperti listrik, jalan, pengadaan gas, perluasan pelabuhan tentunya memperlancar kegiatan industri maupun investasi. “Kita tidak bisa bicara investasi bila tidak ada infrastruktur, terutama listrik. Apalagi industri dan pelaku usaha yang ada di Sumut tidak bisa berproduksi bila tidak ada energi listrik. Oleh karena itu tentunya, hulunya itu ada di infrastruktur terutama masalah kelistrikan,” paparnya di sela-sela acara Business Gathering BRI Medan Putri Hijau bersama para pelaku usaha yang digelar Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), ASDEKI dan MBF, di Hotel JW Marriot Medan, Rabu (18/12).
Ia menyatakan, masalah listrik ini akan menjadi prioritas utama, mengingat, selama ini pembangunan listrik banyak mengalami kendala, mulai dari hulu sampai hilir. Mulai dari proses perizinan di kepala daerah dan kawasan hutan, apalagi untuk pinjaman kawasan hutan sangat sulit. Pihaknya berjanji, akan memberikan kemudahan izin untuk investasi pembangunan pembangkit listrik di Sumut. Jika pertumbuhan ekonomi Sumut ditargetkan sebesar enam persen, maka pertumbuhan kebutuhan listrik menjadi sembilan persen dalam setahun. “Jadi kalau sekarang kita butuh listrik 1.600 MW, maka tahun depan kita membutuhkan tambahan kira-kira sebesar 1.500 MW,” sebutnya.
Begitu juga potensi tenaga listrik di Sumut, sangat banyak diantaranya, tenaga air, panas bumi, gas, mikrohidro, biomassa dan sebagainya. “Tapi itu harus ada planning dari awal apa yang akan kita bangun. Jadi pembangunan pembangkit itu harus direncanakan, paling cepat minimal tiga tahun baru bisa selesai,” tuturnya.
Sementara, pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo, menilai, pertumbuhan ekonomi Sumut 2013 lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional, namun akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Ia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Sumut pada 2014 akan tumbuh sebesar enam persen hingga 6,4%. “Kontribusi kita bagi pertumbuhan ekonomi nasional tidak mengalami perubahan berarti. Namun kita perlu mewaspadai bahwa struktur ekonomi Sumut berubah. Pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan menurun, sedangkan sektor jasa meningkat,” tukasnya.
Ia menambahkan, telah terjadi gejala de-industrialisasi di Sumut. Artinya, banyak permasalahan yang ada di Sumut, mulai dari krisis energi baik listrik maupun gas, masalah buruh dan tenaga kerja, pengupahan dan sebagainya. “Bila terjadi de-industrialisasi berkepanjangan itu tidak baik bagi perekonomian,” tandasnya. (Netty Guslina)

Medan | Jurnal Asia
Meski memiliki kewenangan melebihi lembaga “super body”, Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), kenyataannya banyak masyarakat, bahkan aparat pemerintahan, belum mengenal Ombudsman. Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Sumatera Utara, Abyadi Siregar, hal itu akibat lembaga independen yang bertugas mengawasi pelayanan publik ini tergolong ‘santun’ dalam menjalankan fungsinya. “Kita masih tergolong santun dalam bertugas. Kalau ada temuan, kita cuma mengingatkan pimpinan instansinya secara tertutup,” ungkapnya saat berkunjung ke Harian Jurnal Asia di kawasan Jalan Bilal Ujung Medan, Rabu (18/12).
Kendati demikian, pihaknya telah menerima 298 pengaduan masyarakat. Dari total pengaduan, pemerintah kabupaten/kota menempati posisi teratas, disusul kepolisian, PLN dan pertanahan. Dijelaskannya, dalam menjalankan fungsinya, Ombudsman memiliki beberapa kewenangan istimewa, di antaranya, anggota Ombudsman yang melakukan investigasi tidak bisa diinterogasi maupun digugat di pengadilan. “Ombudsman juga bisa memanggil paksa terlapor dengan bantuan pihak kepolisian sesuai memorandum yang dibuat Polri dengan Ombudsman Pusat pada Mei 2001. Termasuk mempidanakan pihak yang menghalangi tugas Ombudsman sesuai Undang-undang 37 Tahun 2008. Disitu disebutkan ancaman pidananya dua tahun kurungan dan denda Rp1 miliar,” tutur Abyadi yang saat itu didampingi tiga Asisten Ombudsman Sumut, masing-masing, Dedy Irsan SH, Ricky Hutahaean dan Tetty Nuriani Silaen.
Ia menambahkan, Komisi Ombudsman Nasional (KON) Republik Indonesia dibentuk tahun 2008 berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No 44 Tahun 2000. Delapan tahun kemudian, kehadiran lembaga pengawas ini dikuatkan dengan Undang-undang No 37 Tahun 2008. “Semangat pemberantasan korupsi menjadi dasar dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional. Lembaga ini tak cuma mengawasi pelayanan publik oleh lembaga ataupun instansi yang operasionalnya dibiayai negara tapi juga swasta,” sebutnya.
Menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi Harian Jurnal Asia, Ferry Wahyudi, seputar pengaduan sengketa lahan dari masyarakat, Abyadi mengaku belum terlalu banyak. Namun, ia mengaku pernah menghadiri undangan Badan Pertanahan Negara (BPN) Pusat. “Saya merasa geli, BPN memaparkan program kerjanya seolah tidak ada terjadi sengketa lahan. Saya bilang, faktanya di Sumut banyak. Tak hanya korban materi, tapi juga jiwa,” tegasnya.
Ia mengemukakan, ada sekitar 3.000-an sengketa lahan di Sumut, baik yang ditangani kepolisian, kejaksaan maupun instansi lain belum terselesaikan. “Kami datang ke sini (Jurnal Asia, red) selain untuk silaturahmi juga meminta dukungan rekan-rekan media agar membantu meningkatkan kinerja Ombdusman,” harap jurnalis non aktif untuk sementara waktu ini.
Sementara, Dedy Irsan memaparkan hasil survey periode September-November 2013 terhadap pelayanan publik di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dari 14 SKPD di Kota Medan yang masuk penilaian, enam di antaranya masuk zona merah atau 42,5%. Sedangkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) berkisar 46,6%. “Ada 11 kategori penilaian sesuai Undang-undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Seperti, standar pelayanan, sistem pelayanan terpadu, sarana dan prasarana, maklumat pelayanan, pelayanan khusus dan lainnya,” urainya.
Dedy mengklaim, sekalipun 11 kriteria terpenuhi dengan baik, namun tidak menjadi jaminan kepuasan publik terhadap pelayanan SKPD bersangkutan. “Itukan penilaian dari luar. Contoh, Rumah Sakit Pirngadi salah satu yang masuk zona hijau atau baik. Kalau ditelisik lebih ke dalam, belum tentu,” ujarnya. (Jimmi Ginting)

Close Ads X
Close Ads X