Merayakan Anugerah di Tahun ‘Anjing Tanah’

Sudah menjadi kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa bahwa hujan menjelang Tahun Baru Imlek akan membawa keberuntungan dan berkah yang terus mengalir di tahun yang baru. Ya, banyak harapan dan doa dipanjatkan oleh mereka yang merayakan tradisi yang juga populer disebut Sinchia itu, mulai dari rezeki, kesehatan, kebahagiaan, kesuksesan hingga kemakmuran.

Harapan-harapan tadi pun berkaitan erat dengan perayaan Imlek itu sendiri, yang tiap aspeknya memiliki makna khusus. Selebrasi Imlek di seluruh dunia meliputi dibunyikannya lonceng, petasan, pesta kembang api dan pertunjukan tarian barongsai. Tentu saja tak ketinggalan pembagian angpao.

Keluarga keturunan Tionghoa juga biasanya akan berkumpul dengan sanak saudara dan makan malam bersama di Malam Tahun Baru, serta membersihkan rumah mereka untuk mengusir bala atau sial. Mereka juga akan menghias rumah dengan pernak-pernik berwarna merah khas Imlek.

Saat tahun baru, warna merah memang menjadi warna selain emas yang paling mendominasi dekorasi setiap tempat, mulai dari lampion, hiasan naga, barongsai, angpau, hingga petasan. Bahkan tak sedikit yang berpakaian cheongsam merah.

Tak heran, karena dalam tradisi masyarakat Tionghoa, merah identik dengan warna cerah dan lambang kebahagiaan. Bagi si pemakai, dengan berpakaian merah, mereka berharap di kehidupan mendatang akan mendapatkan masa depan yang cerah dan bahagia.

Tahunnya Anjing Tanah

Menurut pakar kuliner Tiongkok, Hiang Marahimin, sejarah Imlek sendiri bermula pada perayaan para petani di daratan Tiongkok yang bersyukur dengan hasil panen mereka. Inilah yang membuat Imlek fokus pada makanan dan selebrasi atas anugerah yang melimpah ruah. Tujuannya hanya satu, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan tahun lalu, dan meminta rezeki untuk tahun berikutnya.

Diyakini pula bahwa penampilan dan sikap di tahun baru menjadi penentu perjalanan di masa depan. Nah, tahun 2018 (tahun 2569 Imlek) akan menjadi Tahun Anjing Tanah (Brown Earth Dog). Anjing sendiri merupakan zodiak yang ke-11. Shio memiliki siklus 12 tahun dan mereka yang lahir di tahun 1958, 1970, 1982, 1994, 2006 dan 2018 memiliki shio Anjing.

Tahun ini juga menjadi Tahun Anjing Tanah pertama sejak tahun 1958. Demikian dilansir dari laman The Sun, Kamis, 15 februari 2018. Menurut astrologi Tiongkok, shio merepresentasikan banyak hal mengenai pribadi Anda. Mereka yang lahir pada tahun Anjing Tanah adalah pribadi yang komunikatif, serius dan bertanggung jawab dalam pekerjaan mereka.

Tak hanya itu, orang dengan shio Anjing juga dianggap sebagai pribadi yang jujur dan loyal. Mereka adalah teman paling setia dan partner yang paling bisa diandalkan.

Ritual dan Tradisi

Di Indonesia sendiri, perayaan Imlek tak jauh berbeda dengan di luar negeri. Yang berbeda hanyalah hidangan yang disajikan sudah merupakan akulturasi budaya Tionghoa dan lokal. Sebut saja lontong cap gomeh, ikan bandeng dan kue lapis legit.

Menurut Olivia Lukman, warga Jakarta keturunan Tionghoa mengatakan, banyak persiapan yang dilakukan ia dan keluarga menjelang Imlek. Mulai dai membeli pakaian sepatu dan belanja buah-buahan.

“Baju biasanya dapat dari tante paling tua. Biasanya anak pertama kasih baju warna merah ke saudara-saudara, dari ipar, keponakan sampai cucu,” ujarnya.

Sedangkan buah-buahan, yang wajib ada di rumah adalah jeruk karena warnanya menjadi simbol untuk emas. Kemudian pir, kelengkeng dan leci, buahan-buahan dengan cita rasa manis, yang melambangkan harapan hidup yang manis di tahun baru. Ada pula rebung yang dalam bahasa Mandarin disebut ‘sun’, sebagai simbil ‘lancar’ rezeki, jodoh dan kesehatan.

“Untuk makanan biasanya harus ada lauk dari darat, air dan udara. Sapi, babi, ayam, burung dara, ikan bandeng. Ikan bandeng khas Tionghoa Betawi, soalnya jarang ditemukan di makanan Imlek suku lain,” ucap Olivia yang merupakan cucu Lauw Kim Seng (Sukrisna Lukman), pria yang tiga kali dianugerahi bintang gerilya oleh Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta.

Ia mengatakan, tradisi berkumpul di malam Sinchia dilakukan dengan makan malam keluarga di rumah opa dan omanya (kakek-nenek) atau rumah kakak tertua. Meski begitu, Olivia mengaku keluarganya tak lagi melakukan ritual doa bersama. “Doa-doanya sih saya sudah enggak, karena sudah enggak (beragama Buddha), jadi tradisinya sudah hilang,” katanya.

Senada dengan Olivia, Debby, wanita keturunan Tionghoa yang tinggal di Gading Serpong, Tangerang juga mengatakan bahwa sehari sebelum Imlek, keluarganya menggelar kumpul-kumpul dan makan malam di rumah sang oma. Biasanya mereka akan menginap dan paginya merayakan Imlek bersama dan melakukan tradisi bagi-bagi angpau.

Angpau sendiri jika diterjemahkan berarti amplop merah. Warna merah dipilih dipercaya mampu menangkal pengaruh jahat. Amplop yang digunakan umumnya bertuliskan aksara-aksara keberuntungan dalam bahasa Mandarin dan diberikan oleh orang yang lebih tua kepada saudara yang belum menikah atau kepada yang dituakan. Untuk yang memberikan, angpau menjadi simbol berbagi rezeki. Sedangkan untuk yang menerima, angpau adalah pembawa kebahagiaan untuk tahun berikutnya.

Seperti Olivia, Debby juga mengaku tak ada ritual berdoa bersama saat merayakan Imlek bersama keluarga. “Doa bersama enggak ya. Paling oma yang melakukan. Kita enggak ada (ritual doa bersama) sih, soalnya agamanya sudah beda-beda,” ucap Debby.

Untuk hidangan wajib, tentu saja kue keranjang tak boleh absen. “Sama masakan masing-masing dari satu keluarga. Jadi kayak potluck gitu, tapi dimasak bareng-bareng di situ. Mostly Chinese food. Apa saja, ada sup jagung, asam manis tumisan beef, pork, ikan, semuanya,” kata ibu tiga anak itu. (vn)

Close Ads X
Close Ads X