Anne Kelso: Jangan Remehkan Influenza

DSC_0565 - Copy (2)
Penyakit influenza kerap masih dianggap sepele oleh sebagian besar orang termasuk warga Indonesia. Pola pikir itu lah yang coba diluruskan oleh ahli penyakit influenza dari Universitas Melbourne, Profesor Anne Kelso. Menurut peraih gelar PhD di bidang immunologi dari Universitas Melbourne itu. Influenza bisa menjadi penyakit yang mematikan. Bahkan, ratusan orang tewas dalam sebuah pandemik flu di tahun 2009 silam. Kelso berpendapat sangat sulit mencegah penyebaran flu karena virus tersebut telah menyebar sebelum gejala awal muncul. Dia juga bercerita kendati penyakit yang sebelumnya pernah menjadi pandemik seperti H5N1 dan H7N9, tetap ada dan masih menimbulkan risiko yang tinggi untuk meluas. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar peternak unggas untuk lebih waspada apabila unggas mereka mati secara tiba-tiba. Dia pun dikenal sebagai pakar andalan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meneliti penyakit menular influenza. Dia menjabat sebagai Kepala Pusat Kolaborasi WHO untuk Referensi dan Penelitian Influenza di Laboratorium Rujukan di Kota Melbourne, Australia. Berikut petikan wawancara dengan Kelso selengkapnya: Ada tiga tipe virus dalam penyakit influenza, yakni virus A, B, dan C. Apakah Anda memiliki informasi soal virus mana yang lebih banyak menyebar di Indonesia?
Saya tidak tahu penyebaran virus influenza jenis C, karena biasanya virus itu tidak mengakibatkan penyakit yang parah dan oleh sebab itu mereka tidak pergi ke dokter. Dia menerima satu jenis virus C dan ribuan jenis virus tahun 2013.
Dan satu jenis virus C itu berasal dari mana?
Diterima dari Melbourne. Memang ada kemungkinan penyebaran virus jenis C di Indonesia, tetapi hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.Virus A dan B memang ber­edar di Indonesia sama seperti negara di belahan dunia lainnya. Dari tahun ke tahun, jumlah virusnya memang beragam, apakah lebih dominan virus A atau B. Di Australia dan di negara lain pun begitu.
Kenapa virus jenis A dan B lebih berbahaya ketimbang C?
Pada kenyataannya memang virus jenis A dan B lebih berbahaya. Saya tidak mengetahui dengan jelas mengapa virus jenis C tidak menyebabkan penyakit yang parah.
Kita tahu bahwa virus jenis A dan B kadang mengakibatkan penyakit yang parah. Bisa saja sebanyak 80 persen mereka yang tertular influenza tidak memiliki gejala yang nyata. Tapi kemudian, kita tahu, apabila penyakit itu cukup parah, maka penderitanya akan berkonsultasi ke dokter. Dokter kemudian memeriksa pasien itu dan hasilnya kemudian diteliti di laboratorium. Lalu didiagnosa pasien tadi menderita influenza. Dalam beberapa kesempatan, warga terpaksa dilarikan ke RS karena mengidap radang paru-paru. Terkadang penyakit radang paru-paru itu disebabkan secara langsung oleh virus tersebut. Virus itu menjangkiti hingga ke bagian dalam, mengakibatkan radang, lalu kesulitan bernapas. Kemungkinan lainnya, bisa saja ada radang paru-paru kedua di mana pasien terinfeksi bakteri. Bakteri itulah yang menyebabkan pasien menjadi sulit  bernafas. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa virus influenza jenis A dan B memang bisa menyebabkan peningkatan jumlah pasien yang dirawat di RS. Oleh sebab itu, di Australia kami memiliki begitu banyak kasus penderita influenza. Saya tidak begitu yakin berapa banyak yang akhirnya dirawat di RS. Tetapi, jumlahnya mencapai ratusan.
Apa yang menyebabkan seseorang tertular virus influenza jenis A dan B? Apakah karena daya tahannya sedang menurun sehingga memungkinkan virus itu menjangkiti mereka?
Yang pasti, kali pertama Anda harus melakukan kontak dulu dengan virus itu. Bisa saja orang lain bersin di depan Anda. Lalu bekas bersin itu menempel di tangan mereka, lalu tangan tersebut memegang berbagai benda.
Jadi, bagi mereka yang tengah terjangkit influenza, apakah mereka sebaiknya menggunakan masker?
Mereka sebaiknya menjauh untuk sementara waktu dari orang lain. Itu hal terbaik yang dapat Anda lakukan, khususnya ketika fase awal penyakit tersebut menjangkiti Anda. Ketika orang-orang merasakan bahwa penyakit influenza itu sangat buruk, maka mereka dapat langsung menularkannya, entah melalui nafas mereka, bersin, dan batuk. Virus itu ada di tangan mereka, lalu mereka menyentuh gagang pintu, telepon, atau benda-benda lain. Salah satu alasan mengapa sulit me­ngen­dalikan penyebaran virus flu karena virus tersebut sudah bisa tersebar luas 24 jam sebelum gejala-gejalanya terlihat. Karena butuh waktu satu hari untuk gejala-gejala itu muncul. Anda mungkin akan terpapar dosis virus flu tertentu, lalu mulai terinfeksi, jumlahnya menyebar semakin cepat, ketika itu terjadi, maka kesehatan Anda semakin menurun. Gejala flu mulai muncul seperti demam dan batuk-batuk.
Walaupun Anda tidak bersin atau batuk, tetapi Anda telah menularkan virus itu dengan bernapas. Sehingga, sangat sulit untuk menghentikan penyebarannya.
Jadi, misalkan saya terinfeksi virus flu, tetapi di saat bersamaan saya masih tinggal satu atap dengan keluarga. Berarti akan ada kemungkinan besar mereka juga akan tertular?
Rumah bisa juga dikatakan sebagai tempat yang paling berbahaya untuk penularan flu.
Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan untuk menanggulangi penyebaran virus influenza di dalam rumah?
Saya rasa Anda perlu lebih berhati-hati lagi. Misalnya ketika Anda kerap bersin dan batuk-batuk, maka tutupi mulut Anda. Apabila Anda menutup mulut dengan menggunakan tisu, maka harus langsung dibuang. Lalu cuci tangan Anda, karena akan ada virus di tangan Anda, terlebih apabila Anda menyentuh berbagai benda dengan menggunakan tangan itu. Mungkin untuk sementara waktu, Anda dapat menjauhi orang tua Anda. Itu lebih baik, karena ketika Anda bernafas, maka itu sudah dapat menularkan virusnya. Maka cukup dengan menjaga jarak, itu sudah cukup membantu. Namun, aspek kebersihan diri merupakan sesuatu yang sangat penting, karena kebiasaan itu dapat melindungi mereka. Walaupun Anda tinggal satu atap dengan keluarga, tetap saja hal itu tidak boleh diabaikan. Hal lain yang perlu Anda pikirkan yakni jika di rumah, Anda juga bertugas untuk menyajikan makanan, karena makanan itu juga akan terkontaminasi.
Bagi banyak orang, flu masih dianggap penyakit ringan dan tidak dianggap serius. Sebagian orang yang berpendapat daya tahan tubuh sedang menurun.  Menurut Anda, apakah perspektif itu benar? Dan bagaimana pendapat warga Australia sendiri?
Saya kira sebagian besar warga Australia juga berpikir demikian. Namun, penting bagi publik untuk terus waspada soal penularan penyakit flu, karena hal tersebut bisa berakibat serius. Oleh sebab itu, banyak orang yang kemudian mengkonsumsi vaksin. Hingga saat ini, vaksin masih dianggap sebagai alat pelindung khusus yang dapat melindungi tubuh Anda dari virus. Anda dapat berhati-hati dalam hidup Anda sehari-hari dengan mencuci tangan, menjauhi orang yang batuk dan tidak menggunakan transportasi umum, apabila Anda khawatir orang lain dapat tertular. Tetapi, pada akhirnya daya tahan tubuh yang spesifik menjadi perlindungan terbaik. Daya tahan tubuh itu bisa diperoleh melalui vaksin. Dari hasil pandemik di tahun 2009 lalu, sebenarnya lebih banyak orang yang menyadari flu merupakan penyakit yang mematikan.
Apakah ada orang yang meninggal karena flu influenza?
Iya. Setiap tahunnya banyak orang yang meninggal akibat terinfeksi flu. Saat pandemik flu terjadi di tahun 2009 lalu, satu pertiganya merupakan kaum muda yang sehat. Tentu tidak ada yang salah dengan mereka.  Tapi, pada kenyataannya mereka juga bisa tertular. Mereka pergi ke RS dan meninggal di sana.  Beberapa di antara mereka bahkan tidak dilarikan ke RS, karena mereka tidak menyadari dirinya sudah terjangkit parah, jadi mereka meninggal di rumah. Biasanya pada waktu-waktu tertentu, flu menjangkiti kaum tua dan muda, karena sistem daya tahan tubuh mereka belum terbentuk sempurna di saat muda. Sementara sistem daya tahan tubuh di saat usia tua kian menurun.  Itu salah satu alasan kaum lansia di atas 65 tahun memperoleh vaksin secara gratis di Australia.  Melalui kenyataan tersebut, sudah jelas cara untuk melindungi mereka yakni dengan memberikan vaksin di saat mereka masih anak-anak. Hal ini penting, karena ketika terkena flu anak-anak tidak begitu memperhatikan kebersihan pribadi seperti sering mencuci tangan, mengenakan masker.  Mereka dikhawatirkan justru akan semakin menularkan virus, karena sebelumnya anak-anak jarang terkena flu dan sistem daya tahan tubuhnya belum sepenuhnya terbentuk.
Jadi apakah fokusnya kini ba­gaimana cara mendidik publik agar sadar bahwa flu terkadang dapat menjadi penyakit mematikan?
Ya, betul. Penyakit ini bisa menjadi sangat serius, tapi tidak semua. Sebagian orang, apabila terkena flu, maka mereka bisa sakit selama berhari-hari, tidak dapat beraktivitas dan selama 10 hari merasa sakit.  Hal ini juga mengakibatkan kerugian ekonomi, karena para pekerja absen karena tertular flu.
Apakah sudah ada kerjasama antara Universitas Melbourne dengan institusi di Indonesia untuk memberikan pengetahuan kepada publik bahwa flu dapat menjadi penyakit yang mematikan?
Saya tidak begitu tahu apabila sudah ada kerjasama secara spesifik di bidang itu. Namun, saya yakin Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mempromosikan kepada publik agar menyadari potensi sakit yang serius.  WHO juga mempromosikan penggunaan vaksin influenza dan itu dilakukan karena saat ini vaksin merupakan salah satu cara ampuh untuk mencegah terkena flu.
Bukannya dengan mengkonsumsi obat-obatan?
Obat bisa dikonsumsi setelah terjangkit flu. Beberapa obat seperti tami flu atau obat lainnya sangat mahal. Untuk sebagian orang itu layak.
Apabila Anda sehat dan mengkonsumsi tami flu, maka dapat membuat Anda merasa lebih baik dengan cepat. Tapi, ada juga yang merasa malah tidak bermanfaat. Menurut saya, obat itu jauh lebih bermanfaat bagi orang yang terkena flu berat dan dirawat. Banyak kasus se­perti dokter penyakit menular kemudian menggunakan obat tami flu atau influenza lainnya kepada para pasien mereka agar bisa sehat kembali.  Itu mungkin situasi di mana, obat lebih bermanfaat. Namun, harganya yang sangat mahal sebanding karena dapat mengurangi jumlah virus dan membantu proses pemulihan pasien.
Harga obat kian meroket dari tahun ke tahun. Industri obat mencoba mengambil keuntungan setiap tahun. Apa pendapat Anda?
Itu merupakan pertanyaan yang kompleks. Di satu sisi, perusahaan harus menginvestasikan uang dalam jumlah besar untuk membuat obat. Saat ini, dibutuhkan biaya sekitar US$1 miliar untuk memproduksi obat baru atau vaksin yang akan dijual. Ada begitu banyak dana yang diinvestasikan saat proses itu dilakukan. Tentu, tidak semua proses penemuan itu berhasil. Ada juga obat yang berhasil diproduksi tetapi tidak sukses dijual di pasaran.
Dari perspektif perusahaan farmasi, mereka harus meraih keuntungan bagaimana pun caranya, paling tidak untuk menutupi biaya produksi obat itu. Apabila mereka tidak berupaya menemukan obat baru, maka sulit rasanya ditemukan jenis vaksin baru. Apabila melihat dari sudut pandang perushaan farmasi, maka saya dapat memahami hal itu. Karena mereka berupaya untuk menutupi biaya pembuatan obat. Namun, di waktu yang sama, harus ada keseimbangan. Bahkan, di negara barat seperti Australia, kami mengharapkan akan ada keseimbangan baik yang ditemukan, yakni membuat harga obat mampu dijangkau oleh publik .
Karena tidak ada gunanya menemukan obat yang hebat, tetapi tidak ada yang membelinya. Dan Anda tentu berharap, bagi perusahaan lebih banyak obat yang dijual dengan jumlah yang besar. Itulah hal yang harus mereka temukan solusinya. Iya, memang ini menjadi masalah khusus bagi negara berkembang. Jumlah uang yang dianggarkan di bidang kesehatan di negara-negara itu sangat kecil. Oleh sebab itu saya merasa bahagia apabila ada perusahaan yang memotong harga jualnya atau menjual dengan harga lebih mahal ke negara barat. Karena di negara-negara barat, salah satunya Australia, daya kemampuan untuk membelinya lebih besar. Ini merupakan tanggung jawab global yang harus dipenuhi. Tentu, banyak tekanan yang harus dihadapi, ketika perusahaan melakukan pendekatan itu. Tapi, saya bahagia hal itu sudah mulai diterapkan untuk obat anti retrovial bagi pasien HIV.
Di Indonesia, sebagian warga masih percaya metode pengobatan alternatif, ketimbang pergi ke  dokter. Apakah hal serupa juga terjadi di Australia?
Saya kira di Australia ada dua versi seperti yang Anda sebut tadi. Kami memiliki sebagian masyarakat dari latar budaya berbeda yang lebih meyakini  mengkonsumsi obat-obatan herbal tertentu.  Ketika kita membicarakan keragaman budaya, maka kita tidak dapat melupakan prinsip dan ide yang dibawa oleh keluarga mereka ketika tiba di Australia, salah satunya mengenai obat herbal.
Saya pikir penting untuk diketahui bahwa komponen pembuat obat herbal mengandung elemen aktif yang mirip seperti obat kimia. Tetapi itu tidak diatur.  Namun, ada juga warga Australia, terlepas dari latar belakang budayanya, akan datang ke apoteker, bukan untuk membeli obat jenis tertentu, tetapi lebih ke suplemen. Misalnya suplemen carnation yang sudah diketahui secara umum sebagai obat untuk mengatasi flu.  Banyak orang yang walaupun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai obat akan mencari obat pengganti. Tetapi, obat ini tidak selalu sama seperti obat herbal ramuan khas Tiongkok.
Menurut saya bagi publik untuk mengetahui komponen pembuat obat komplementer, karena di dalamnya bisa saja terkandung zat aktif yang mungkin bisa saja warga tidak tahu, bahwa itu yang menyebabkan obat itu sukses mengobati mereka.  Sehingga perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu terhadap jenis obat komplementari ini, untuk mengetahui apakah obat itu bekerja atau tidak. Dibutuhkan bukti untuk itu.
Soal MERS, apakah sudah ada warga Australia yang terjangkit virus ini?
Sejauh ini belum ada laporan sama sekali di Australia soal warga yang sudah terinfeksi. Apabila memang ada warga Australia yang terjangkit virus itu, pasti sudah diumumkan oleh pemerintah.
Tapi, apakah Anda yakin virus itu sudah menyebar hingga ke Australia?
Tidak, saya kira tidak. Apabila ada seorang warga Australia yang kembali dar i Timur Tengah lalu menderita sakit parah, karena menderita virus MERS, pasti sudah diketahui.
Tetapi, ada kemungkinan mereka yang menderita sakit ringan di pernapasan lalu mereka memilih tidak ke dokter dan akhirnya pulih. Tetapi, kemungkinan itu tetap ada, karena ternyata banyak orang yang tidak pergi ke dokter untuk dites. Sehingga kami pun sebenarnya juga ingin mengetahui jawabannya.

Close Ads X
Close Ads X