Selamat Hari Pers

Di tahun 2018, wartawan baru saja memperingati Hari Pers Nasional pada 9 Februari kemarin. Wartawan Indonesia menghadapi tantangan besar. Salah satunya tantangan persatuan. Beberapa hari lalu, kalangan pers pasti tahu, sempat terjadi perdebatan hangat tentang eksistensi media cetak versus media digital atau online.

Selain itu, terselip pertanyaan masih adakah idealisme wartawan? Pertanyaan ini sungguh menohok. Apa itu idealisme wartawan? Jawaban gampangnya ialah seorang wartawan yang dalam menjalankan profesinya selalu dituntut bersikap netral, jujur, berimbang dan bertanggung jawab.

Secara tegas bahwa wartawan sebagai salah satu unsur terpenting pers, dituntut untuk bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, terutama ketika membuat berita dan menyiarkannya kepada publik.

Sebagai salah satu subjek penting dalam dunia pers, wartawan mempunyai dua fungsi yaitu pertama sebagai seorang profesional. Dalam fungsi ini, seorang wartawan berkewajiban menyampaikan berita kepada publik agar masyarakat melek informasi.

Dunia pers identik dengan media massa (surat kabar, majalah, televisi dan radio) serta media online (website). Wartawan zaman now, dinilai sebagai profesi atau pekerjaan yang banyak menghasilkan uang, kenal dan akrab dengan sejumlah selebritis, atlet, pejabat dan konglomerat.

Berprofesi sebagai wartawan di era milenal, sangat sulit untuk tidak bersentuhan dengan uang dan harta benda. Antara kepentingan profesi dan kebutuhan hidup, tanpa disadari sering bercampur jadi satu.

Sebagian besar masyarakat menganggap, profesi wartawan sebagai salah satu jalan pintas untuk cepat menjadi kaya raya. Namun, itu semua tergantung dari niat orangnya. Ada sejumlah wartawan yang menjual idealismenya kepada kelompok kapitalis dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah uang dan harta benda.

Kalau ini terjadi, maka dalam menjalankan profesinya, seorang wartawan akan didikte kaum kapitalis. Namun, ada juga wartawan yang masih mempertahankan idealisme. Kebutuhan hidup mereka tetap terpenuhi, walaupun terkadang terpaksa harus ngutang sana-sini untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya.

Ada sebuah kenikmatan bathin yang tidak ternilai harganya, ketika seorang wartawan mempertahankan idealismenya yaitu mereka bisa bebas menulis atau meliput apa saja tanpa ‘dicekoki’ oleh kepentingan apa pun.

Wartawan idealis akan terus berkarya jurnalistik dengan tetap menjaga etika dan bertanggungjawab secara moral, agama serta sosial. Mereka juga akan selalu berhati-hati ketika mengungkapkan data dan fakta berita, agar kebersihan hati dan pikiran masyarakat tetap terjaga. Semoga saja idealisme pers masih ada. (*)

Close Ads X
Close Ads X