Puasa dan Kesabaran

Oleh : Junaidi, S.Ag (Dosen UMSU)

Puasa merupakan sebuah cara yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia bisa memiliki jiwa yang sabar. Secara etimologi sabar berasal dari bahasa Arab, yaitu Shabara yang artinya menahan dan mencegah.

Sedangkan secara terminologi sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudia menahan lisannya dari keluh kesah dan menahan anggota tubuhnya dari perbuatan yang tidak terarah.

Sabar bukanlah pasrah menerima apa yang diberikan Allah tanpa berusaha seperti pemahaman yang difahami kebanyakan umat Islam saat ini. Akan tetapi sabar adalah menerima ketentuan Allah dengan terus berikhtiar.

Sebagaimana yang dikatakan Amru bin Usman bahwa sabar adalah “keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari Nya dengan lapang dan tenang”. Apa yang disampaikan Amru bin Usman senada dengan ungkapan Imam Al-Khawas bahwa sabar adalah “Refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur’an dan Sunnah”. Jadi sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidakmampuan.

Dalam buku Ensiklopedi Islam, dikatakan bahwa sabar adalah “menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi”.

Allah sangat memperhatikan kesabaran. Jika ditelusuri dalam Alquran, maka akan kita temukan kata sabar sebanyak 103 kali baik dalam bentuk isim maupun fi’il. Sabar merupakan kata-kata yang sangat sulit untuk dipraktekkan, sehingga orang yang mampu menerapkan kesabaran memiliki posisi tersendiri di hadapan Allah SWT.

Imam Al-Ghazali mengatakan, “Sabar sesuatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama”. Karena sabar merupakan kondisi mental dalam mengendalikan diri, maka sabar merupakan satu tingkatan yang harus dijalani oleh orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sabar memiliki tiga unsur, yaitu ilmu, hal dan amal. Yang dimaksud ilmu di sini adalah pengetahuan atau kesadaran bahwa sabar itu mengandung kemaslahatan dalam agama dan memberi manfaat bagi seseorang dalam menghadapi segala problem kehidupan. Pengetahuan yang demikian seterusnya menjadi milik hati. Keadaan hati yang memiliki pengetahuan disebut dengan hal. Kemudian hal tersebut terwujud dalam tingkah laku yang disebut amal. Al-Ghazal mengumpamakan tiga unsur kesabaran itu laksana sebatang pohon kayu. Ilmu adalah batangnya, hall sebagai cabangnya dan amal menjadi buahnya.

Sabar merupakan bagian dari iman, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang driwayatkan Abu Nu’aim “Sabar itu sebagian dari iman”. Tanpa kesabaran maka iman akan terhapus dari hati. Karena iman merupakan pembenaran terhadap dasar-dasar agama dan akan menumbuhkan amal shaleh, maka iman memiliki dua unsur yaitu yakin dan sabar. Yakin adalah pengetahuan yang pasti terhadap dasar-dasar agama yang berpangkal dari wahyu Allah SWT, sdeangkan sabar adalah praktek dari keyakinan. Hubungan sabar dan iman, menurut Ali bin Abi thalib adalah laksana kepala dengan badan, badan tidak ada artinya tanpa kepala..

Keterkaitan sabar dengan iman mengakibatkan kadar kesabaran bertigkat-tingkat sebagaimana bertingkatnya kadar iman. Abdus Samad al-Palimbani membagi sabar atas tiga tingkatan, yaitu “(1) Sabar orang awam (tasabbur) yakni menanggung kesusahan dan menahan kesakitan dalam menerima hukum Allah SWT. (2) Sabar orang yang menjalani tarekat yakni terbiasa dengan sifat sabar. (3) Sabar orang arif (istibar) yakni merasa lezat dengan bala dan rela dengan ikhtiar Allah SWT atas dirinya”.

Close Ads X
Close Ads X