Perang Preman

Medan identik dengan aksi premanisme. Betapa tidak, sangkin getolnya para pemalak ini membuat resah maka terpaksa dibentuk tim satgas anti premanisme oleh pihak Kepolisian. Betapa tidak, keberadaan mereka seperti sudah berakar di mana-mana. Kalau tidak memungli dengan beragam alasan, terlibat baku hantam, kemudian menjadi petugas parkir liar dan berbagai tindak kejahatan lainnya. Pokoknya bikin pening masyarakat.

Namun dibalik semua itu, sebenarnya ada masalah yang perlu jadi perhatian kita semua. Yakni minimnya lapangan kerja di negeri kita. Kalaulah pemerintah peka dengan ketersediaan lapangan kerja yang semakin hari semakin sempit, serta memberikan modal usaha secara gratis, mungkin para preman ini tidak akan muncul kepermukaan.

Setiap mendengar kata preman, reflek pikiran kita akan tertuju kepada orang-orang jahat, orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau orang yang merasa kebal terhadap hukum. Mereka biasa disebut perampok, penodong, pencuri, bahkan pembunuh.

Indonesia, sebagai salah satu negara demokrasi yang memegang teguh hukum juga tak pernah lepas dari permasalahan premanisme. Di berbagai pelosok tanah air, kita masih saja menemukan berbagai tindakan yang mencerminkan sebuah kesan nyata bahwa premanisme telah menggurita, apapun bentuknya.

Premanisme yang nyata melawan hukum tersebut memang sudah seharusnya diberantas. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya masyarakat yang dirugikan. Tetapi akan menjadi sebuah tanda tanya besar, kemana para penegak hukum selama ini? Akankah menunggu jatuhnya korban, hingga tindakan yang dilakukan terkesan “lambat” dan bukan antisipatif.

Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah, pertama meningkatkan kesadaran akan hukum di masyarakat. Rendahnya kesadaran terhadap keberadaan hukum di masyarakat kita sering memicu tindakan premanisme, main hakim sendiri, dan penyelesaian masalah dengan jalan kekerasan. Bentuk peningkatan kesadaran terhadap hukum bisa berupa penyuluhan, pendampingan, dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.

Ke dua, pembinaan terhadap pelaku premanisme. Disadari ataupun tidak, pelaku yang melakukan tindakan premanisme juga memiliki alasan atas tindakannya tersebut. Jika kita hanya menghukum tanpa memberikan efek jangka panjang, maka kejadian yang sama bisa terulang ketika pelaku telah bebas dari tuntutan hukum. Pembinaan yang benar harus mencakup aspek mental dan spiritual, sehingga terdapat kesadaran dari hati nurani mantan pelaku premanisme atas tindakannya tersebut.

Ketiga, memberlakukan sanksi yang tegas terhadap segala bentuk tindakan premanisme. Sanksi yang telah ada selama ini terkesan hanya tulisan hitam di atas putih, belum sepenuhnya diimplementasikan dalam tindakan. Sehingga diremehkan dan tidak dihiraukan, lalu timbul anggapan bahwa “aturan ada untuk dilanggar”.

Sanksi yang lemah ini juga menjadi penyebab terulangnya berbagai kejahatan yang ada di masyarakat. Aturan harus dibuat dan dilaksanakan. Aturan jelas dan tegas, tidak ada toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran.

Kamtibmas adalah tanggung jawab bersama, sinergi berbagai pihak dalam memberantasnya adalah sebuah keharusan. Jika semua mau bersatu, mau bekerja sama, saling mengingatkan dan tidak mementingkan diri sendiri tentu keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dipelihara. (*)

Close Ads X
Close Ads X