Pemimpin di Tahun Politik

Oleh :   Anang Anas Azhar
Tahun 2014 bagi Indonesia tidak sekedar peralihan tahun baru. Dalam konteks kebangsaan, rakyat dan pemimpin kita dihadapkan dengan tahun politik. Pembicaraan politik, mulai dari Warung Kopi sampai elit politik dalam berbagai bidang, terus menerus mewarnai kehidupan rakyat kita sepanjang tahun 2014.
Tahun politik bagi sebagian pemimpin kita, menjadi tahun yang penuh hati-hati, terutama dalam menjalankan pemerintahan. Tak heran pula, jika para pemimpin kita di seluruh tingkatkan, dihantui kecemasan karena masa jabatannya akan habis. Berbeda halnya dengan rakyat kita. Mereka menginginkan ada perubahan dari pemimpin baru yang terpilih nanti pasca Pemilu 9 April 2013.
Di tingkat DPR RI periode 2009-2014, mereka akan mengakhiri masa jabatannya dan bakal diganti wajah DPR RI periode 2014-2019. Para pemimpin kita di jalur legislatif ini, kinerjanya pasti dinilai publik terutama dari aspek pendidikan dan kemahiran mereka dalam mendekatkan diri kepada konsituennya. Di tahun politik ini, fenomena yang kita lihat adalah merindukan sang pemimpin yang dekat dengan rakyat. Rakyat ingin pemimpin kita melakukan advokasi kepada rakyatnya agar rakyat tidak sengsara dan lebih meningkat kesejahteraannya.
Hampir setiap negara di dunia ini memiliki pemimpin bangsanya. Pemimpin bangsa itu tersaring melalui uji publik, apakah dalam bentuk perhatiannya kepada rakyat atau uji publik terhadap kerjanya saat memimpin rakyatnya. Kedua hal ini penting, karena bangsa yang tidak menghargai pemimpin adalah bangsa yang melupakan sejarah. Mahatma Ghandi misalnya, seorang pemimpin yang lahir dari keadaan bangsanya yang sedang sengsara. Namun, di tengah bangsanya mengalami kesengsaraan, Mahatma Ghanti mampu menterjemahkan keinginan rakyatnya, sehingga nama Mahatma Ghandi dikenal sebagai pemimpin yang perhatian terhadap rakyatnya. Rakyatnya pun mengenang sang pemimpin ini di belantika sejarah India.
Nelson Mandela bagi rakyatnya adalah pemimpin kharismatik. Tipe kepemimpinannya menjadikan rakyat Afsel tidak membeda-bedakan kulit. Mandela pun dikenal sebagai anti aphartheid di negaranya, bahkan dunia pun mengenang kelebihan Nelson Mandela sebagai pemimpin yang cinta perdamaian.
Dulu, kita memiliki sang orator ulung bernama Soekarno. Beliau pernah memimpin kita, dia merupakan panutan bangsa Indonesia, karena di dalam jiwa Soekarno adalah menyelamatkan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Rakyat memberikan pengharapan kepada sang pemimpin ini, sebab karena dialah Indonesia berangsur-angsur lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang.
Merindukan Pemimpin
Mengurai kepemimpinan kita di negeri ini, setidaknya kita rindu terhadap  tiga hal. Pertama, berani bersikap tegas mereformasi institusi. Pemimpin harus berani memberikan keseimbangan tugas dan fungsi antara eksekutif dan legislatif. Kedua, kita  rindu kepada pemimpin yang berani dalam memulihkan konsensus politik. Melalui warna Pancasila, kita juga merindukan bagaimana sang pemimpin bersikap dalam rakyat kita yang serba pluralis dan banyak etnis.
Sedangkan ketiga, kita rindu terhadap pemimpin yang menanamkan nilai-nilai kejujuran. Ini artinya, membangun kepercayaan secara bathin ternyata lebih sulit, jika dibanding dengan kepercayaan membangun secara fisik. Pemimpin yang mampu membangun kepercayaan secara bathin, sampai kapan pun akan dikenang rakyatrnya sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat.
Nilai kejujuruan dan tanggugjawab merupakan modal utama sang pemimpin dalam menghadapi tahun politik di tahun 2014 ini. Pemimpin yang bersinar di tahun politik ini adalah pemimpin yang mampu mewujudkan keinginan rakyat. Hati rakyat harus bersatu dengan keinginan pemimpinnya. Inilah Pemimpin yang bakal dipilih rakyat di tahun politik ini.
Di akhir tulisan ini, tentu kita semua sangat merindukan pemimpin yang dekat dengan rakyat. Merindukan sang pemimpin yang sudah bekerja, tidak semata-mata hidup dengan fisiknya. Merindukan pemimpin bisa diingat dengan kerjanya. Selama menjabat dan diberikan amanah, pemimpin itu bekerja untuk rakyat, dan rakyat pun mengenang kebaikannya.
Kerinduan kepada pemimpin di tahun politik ini, tak ubahnya seperti kerindungan bapak dan anak yang ditinggal bertahun-tahun. Mari kita jadikan tahun politik ini menjadi tahun kerinduan bagi pemimpin kita. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dekat di mata rakyat, dan mereka akan bersinar dalam ingatan rakyatnya, meski jasad dan ruh terpisah dari badan sang pemimpin.
Kita semua berharap Pemilu yang akan digelar sebentar lagi, melahirkan pemimpin-pemimpin yang bermoral, berintgritas dan memiliki kepekaan terhadap konsituennya. Kerinduan pemimpin di tahun politik ini sejatinya menjadi peringatan kita semua, agar kita benar-benar selektif dalam memilih pemimpin.
*Penulis Adalah Dosen Fisipol UMSU dan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah

Close Ads X
Close Ads X