Mempersiapkan Masyarakat di Kawasan Danau Toba Dalam Menyambut Monaco Of Asia

Oleh : Titus Antonius Gultom

Pariwisata merupakan salah satu hal yang paling menonjol dalam menyumbang pendapatan suatu daerah yang memiliki potensi pariwisa­ta. Selain pendapatan dae­rah, pendapatan masyarakat juga terbantu melalui berba­gai usa­ha baik usaha perdaga­­ngan, akomodasi, dan transportasi.

Melihat peluang yang sa­ngat besar dalam peningka­tan ekonomi baik ekono­mi daerah maupun ekonomi ma­syarakat ini pemerintah me­la­ku­kan berbagai usaha un­tuk pengembangan sektor pariwisata ini. Salah satu usaha yang telah nyata dilakukan adalah terdaftranya bebera­pa situs-situs kebudayaan di PBB yaitu UNESCO. Dan yang sedang dalam tahap pembangunan saat ini adalah destinasi alam Danau Toba bertaraf internasinal atau yang lebih dikenal dengan Monaco of Asia.

Dalam menangani proyek besar-besaran ini pemerintah membentuk sebuah badan yang akan menangani se­mua proses pembangunan baik pembangunan lahan per­hotelan, pembangunan jalan menuju kawasan Danau Toba, dan melengkapi berbagai sa­rana transportasi yang dapat digunakan para pengunjung untuk menikmati indahnya alam Danau Toba. Badan ini dibentuk langsung oleh Presiden Jokowidodo yang dikenal dengan sebutan Badan Otorta Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba.

Pembentukan Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2016. Adapun kedudukan ba­dan ini adalah untuk me­laksanakan pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba sebagai kawasan stra­tegis pariwisata nasional. Badan ini berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Akan tetapi dalam pe­wu­judan program pemerintah ini ada hal yang sangat penting diperhatikan yaitu kesipan masyarakat di pinggiran Danau Toba baik secara intelektual, modal dan kesipan akan ma­suknya sebuah budaya baru yang mungkin akan masuk secara bertahap ke tengah-tengah masyarakat di pinggi­ran Danau Toba. Dalam tulisan ini penulis akan meng­kaji berbagai persiapan yang se­baiknya menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyambut Monaco of Asia.

Kebutuhan Wisatawan
Makhluk yang membudaya dalam kebersamaan dengan sesamanya adalah salah satu gejala manusia. Dalam sejarah manusia berbagai bentuk pe­rilaku dan karya manusia bisa menjadi sumbangan pada ter­­wu­judnya suatu cara hidup yang memiliki ciri khas. Lestari­nya sumbangan itu dikemudian hari semakin melekat pada ke­hi­dupan manusia itu dan se­makin kentara kaitannya terhadap cara pandangan hi­dup.

Selain itu manusia adalah satu-satunya makhluk yang berikhtiar untuk membangun kesesuaian senyaman mungkin dengan alam sekelilingnya. Alam tidak dibiarkan sebagai lawan yang bisa menggangu proses kebersamaan melain­kan alam dijadikan kawan un­tuk menciptakan kebersamaan. Demikianlah manusia mem­bentuk dan membangun du­nianya sendiri dan menjelma menjadi sebuah kehidupan yang terorganisir yang disebut dengan budaya. Fuad Hassan, Renungan Budaya ( Jakarta, Balai Pustaka, 1988), hal.13-14

Di wilayah Sumatera Utara salah satu destinasi alam yang paling terkenal secara internasional adalah destinasi alam Danau Toba. Selain des­tinasi alamnya tujuan wi­sata sosio-kulturnyapun me­nambah daya tarik bagi para pengunjung yang datang ke kawasan Danau Toba baik manca negara maupun wi­satawan lokal.

Pada dasarnya kebutuhan utama para wisatawan yang akan datang ke kawasan Da­nau Toba telah terpenuhi baik itu ke­butuhan pemandangan alam dan wisata kebudaya­an­nya. Dalam suatu ruang ling­kup yang geografis menjadikan­nya sebagai sebuah “museum rak­sasa” bukan saja bagi para wisatawan tetapi juga bagi para antropolog dan sosiolog sejak dahulu.

Sitor Situmorang, Ke­bu­da­yaan Tradisional dan Pariwisa­ta, dalam, B.A Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak ( Medan, Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak UHN, 1986), hal. 144

Sebagai sebuah museum raksasa kawasan Danau Toba menyimpan berbagai benda-benda peninggalan sejarah suku Batak seperti sarkofagus-sarkofagus, pisau, ukiran, mitos, alat musik, tarian dan nyanyian. Dengan keberadaan berbagai peninggalan-pe­ning­galan yang menjadi simbol budaya Batak ini menjadi­kan kawasan Danau Toba ini ke­datangan wisatawan dan tidak dapat dipungkiri men­jadi penunjang ekonomi ma­syarakat kawasan Danau Toba.

Melihat peluang per­kem­bangan ekonomi daerah dan ekonomi masyarakat me­la­lui pariwisata kawasan Danau Toba ini, pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam pengembangan daerah kawasan Danau Toba ini.

Berbagai event telah di­laksanakan seperti yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya yaitu Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba yang ber­pusat di Balige dan Parapat yang dilaksanakan sebagai bentuk orasi kepada semua masyarakat dan kepada dunia. Dalam event ini pemerintah memperkenalkan berbagai budaya Batak mulai dari tarian, musik hingga pakaian adat Batak.

Dari segi keindahan alam­nya, Danau Toba menawarkan beribu panorama yang sangat indah yang dapat membuat wisatawan betah tinggal ber­lama-lama diantaranya pe­mandangan dari menara pandang Tele, Tanjung Unta di daerah Sipolha, daerah Huta Ginjang dan lain-lain.

Secara khusus wisatawan manca negara yang datang dari Eropa wisata panorama alam tersebut didukung de­ngan cuaca yang sangat nya­man yakni tidak terlalu panas (tropis) bagi mereka yang biasa berbulan-bulan merasakan musim dingin.

Hanya saja yang saat ini sangat mengganggu ke­nyamanan para wisatawan adalah masalah kebersihan. Yang ditawarkan dari Danau Toba adalah panorama alam­nya sementara bisa kita lihat dengan jelas sampah dimana-mana berserakan.

Hal inilah yang sering mengurangi ke­nyamanan para wisatawan yang datang. Oleh karena itu masalah kebersihan ini sangat perlu diperhatikan karena setiap daerah pa­ri­wi­sata harusnya sarat dengan istilah “Sapta Pesona” yang mana hal kebersihan ter­kan­dung di dalamnya. Tanpa me­ngeluarkan biaya yang be­sar masalah sampah ini da­pat diatasi. Di sinilah peran pe­merintah sangat diperlukan dalam hal mensosialisasikan dan melaksanakan berbagai penyuluhan mengenai pen­tingnya penanggulangan sampah.

Dalam sosialisasi ter­sebut pemerintah ada baiknya mengingatkan bahkan memanfaatkan aturan adat Batak (kearifan lokal) yang sangat menjunjung tinggi kelestarian alam. Selain me­manfaatkan aturan adat Batak pemerintah yang bekerjasama dengan masyarakat bisa me­manfaatkan konsep 3R yaitu Reuse, Reduce, Recycle.

Butuh Peran Pemerintah
Selain itu yang menjadi keresahan saat ini juga adalah bagaimana peran masyarakat dalam mempertahankan ke­lesatarian budaya tersebut da­lam menyambut program be­sar pemerintah yang memberi peluang masuknya beragam budaya luar ke kawasan Danau Toba. Putera-puteri Batak yang hidup dalam arus besar post-modernispun kini se­makin minim pengetahuan akan budaya Batak. Padahal inilah yang menjadi keresahan terbesar dalam menyambut Monaco of Asia.

Selain itu dalam program pemerintah ini juga memberi peluang bagi investor-investor asing untuk menanamkan sa­hamnya di kawasan Danau Toba melalui adanya pro­gram kerja sama antar negara di Asia Tenggara yang dike­nal dengan ASEAN Economic Comunity (Masyrakat Ekonomi ASEAN) yang bertujuan untuk tercapainya pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dalam perekonomian global.

Dengan masuknya investor-investor asing ini maka perdagangan barang dan jasa serta aliran faktor produksi (modal, dan tenaga kerja) terbuka lebar. Hal inipun menjadi keresahan, bagaimana nasib para pen­duduk di pinggiran Danau Toba yang dapat dikatakan pada umumnya memiliki modal kecil dan berpendidikan minim dalam hal pariwisata.

Hal ini perlu dikaji karena tidak adanya jaminan terjaganya kearifan lokal dan kelestarian budaya di dalamnya mengingat kuatnya arus besar post-modernis yang secara massif mengikis kebudayaan dan nilai-nilai yang sudah lama menjadi identitas di tengah masyrakat.

Di daerah Parapat, Tomok, Tukutuk, sampai Pangururan terdapat beberapa akomodasi perhotelan milik warga setempat, apakah mereka sanggup mengimbangi investor-investor asing yang akan masuk ke kawasan Danau Toba ini? Inipun menjadi keresahan dalam menyambut program Monaco of Asia.

Oleh karena itu untuk dapat mengobati keresahan-keresahan tersebut dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal peningkatan sumber daya manusia di kawasan Danau Toba. Pada saat ini sangat diperlukan fasilitas pendidikan seperti universitas-universitas yang fokus pada pendidikan kepariwisataan di kawasan Danau Toba.

Dengan berdirinya universitas ini maka putera-puteri Danau Toba dipastikan akan siap dalam menyambut dan mengikuti irama kemajuan dengan hadirnya Monaco of Asia secara intelektual. Dengan kesiapan secara intelektual ini maka masyarakat Danau Toba tidak lagi menjadi orang asing di rumahnya sendiri.

Selain itu ketika secara intelektual masyarakat Danau Toba telah siap maka permasalahan mengenai keramahan yang menjadi sungutsungut setiap pengunjung di waktu-waktu yang lalu akan diminimalisir.

Dalam hal pelestarian budaya, seperti yang pernah dilakukan oleh PEMDA Sumatera Utara maka diadakan pesta Solu Bolon. Selain melestarikan budaya juga dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah.

Selain itu pemerintah juga bekerja sama dengan masyarakat Batak menggelar upacara-upacara tor-tor dan gondang (terlepas dari fungsi sakralnya yang semula) sebagai objek wisata dan menambah pengenalan akan budaya Batak pada seluruh wisatawan.

Sitor Situmorang, Kebudayaan Tradisional dan Pariwisata, dalam, B.A Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak ( Medan, Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak UHN, 1986), hal.150-151 Untuk mendukung pengenalan akan budaya Batak tersebut maka diperlukan sebuah buku yang berisi penjelasan yang padat dan jelas akan makna setiap musik dan tarian yang dimiliki suku Batak.

Penutup
Pembinanan warga daerah kawasan Danau Toba mengenai ekologis dan budaya saat ini harus menjadi prioritas utama. Bagaimanapun juga masyarakat yang agraris dan masih tergolong tradisional harus dipersiapkan untuk menghadapi arus besar pembangunan berskala internasional di kawasan Danau Toba.

Harus diakui bahwa ketika pembangunan di suatu daerah meningkat maka akan meningkat pula perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Akan tetapi ketika irama pembangunan tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat dalam hal menerima pembangunan tersebut maka akan timbul konflik baik secara sosial maupun secara kultural.

Oleh karena itu melalui tulisan ini penulis memberi kontribusi bahwa yang paling utama saat ini diperlukan oleh masyarakat di kawasan Danau Toba adalah persiapan secara intelektual kerena ketika kebutuhan intelektual tersebut telah terpenuhi maka masyarakat akan mampu mengikuti irama pembangunan yang akan dilaksanakan di kawsan Danau Toba.

Selain itu ketika kebutuhan intelektual telah terpenuhi maka masyarakat di kawasan Danau Toba akan mengerti apa pentingnya mempertahankan kebudayaan Batak, karena Batak adalah identitas mereka yang membentuk mereka menjadi sebuah komunitas yang memiliki berbagai norma-norma dan nilai-nilai hidup yang mempengaruhi cara pandang mereka.

*)Penulis Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Pematangsiantar

Close Ads X
Close Ads X