Membudayakan Memberikan Penghargaan Dalam Mendidik

Oleh : Hasrian Rudi Setiawan MPdI

Dalam ilmu pendidikan pemberian reward dan punishment dipandang sebagai salah satu cara yang dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang diterapkan. Tujuan pemberian reward adalah untuk penguatan atas prilaku positif, dan pemberian punishment bertujuan untuk memberiikan efek jera dan mencegah berlanjutnya prilaku negatif.

Bentuk dari reward adalah seperti menghargai, memuji, mencium, bertepuk tangan dan sampai pada mem­berikan hadiah. Sementara bentuk dari punishment adalah seperti tidak acuh, membentak, menhardik, mencaci, sampai pada memukul atau hukuman fisik yang lain.

Dalam mendidik anak, seo­rang pendidik harus mem­be­rikan reward dan punishment pada setiap prilaku anak. Pada anak usia dini, pemberian re­ward dalam bentuk pujian dan penghargaan harus lebih do­minan diberikan, dibandingkan dengan pemberian punishment.

Maka pada masa ini setiap orang tua disarankan untuk mengekspresikan tutur bahasa yang lembut sambil menyirami anak dengan perhatian, penghargaan dan pujian. Seperti ucapan, “ayo anak cantik, kalau kamu bisa berjalan nanti mama kasih permen,” dan dengan menggunakan kata-kata lainnya. Namun, seiring anak beranjak tumbuh dewasa (besar), pemberian pujian dan penghargaan kepada anak cen­derung berkurang. Bahkan ada sebahagian orang tua, yang jarang mengatakan dan membiasakan kata-kata maaf dan terimakasih kepada anak yang merupakan salah satu bentuk pendidikan akhlak di rumah bagi anak.

Akibatnya anak-anak juga tidak terbiasa dan mampu untuk mengucapkan ke dua kata tersebut dalam konteks yang tepat dalam pergaulan mereka. Akhirnya anak-anak tumbuh menjadi generasi yang malas untuk menuturkan kata-kata “I am sorry dan Thank you very much.”

Pada faktanya, Pemberian ungkapan penghargaan pada anak sangat sering dilakukan orang tua sejak usia dini sampai mereka menginjak usia sekolah dasar. Namun ketika anak sudah sampai usia lanjut, pemberian kata-kata penghargaan dari orang tua dan keluarga mangkin lama mangkin jarang mereka peroleh.

Bahkan ada sebahagian orang tua yang sifatnya masih awam beranggapan bahwa, anak yang sudah besar tidak perlu pujian lagi karena mereka dapat menjadi besar kepala, dan demam pujian.
Pemberian reward berupa pujian kepada anak yang ku­rang saat anak melakukan tindakan positif dan mudahnya memberikan hukuman bila anak melakukan tindakan negatif terasa seolah-olah sebagai feno­mena sosial, terutama bagi kalangan masyarakat ber­pen­didikan rendah.

Saat ini terdengar banyak keluhan dikalangan masyarakat, orang tua dan pendidik yang mengatakan bahwa anak-anak sekarang sebagian cendrung berkarakter beringas, kurang sopan santun, kurang pandai bertegur sapa dan lain se­bagainya. Karena itu, ketika anak tumbuh menjadi dewasa, mereka berada di lingkungan rumah juga kurang mendapat perhatian yang cukup dari proses pendidikan dan disaat itu pula mereka membutuhkan hal-hal ini untuk menghangatkan emosi mereka, maka akan muncullah prilaku yang aneh-aneh seperti bertingkah agresif untuk mencari perhatian, haus pujian, suka mengusik anggota keluarga, teman sebaya dan lain sebagainya.

Biasanya anak yang kurang mendapatkan perhatian dari lingkungan keluarga akan mela­kukan hal yang aneh-aneh baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat. Tingkah laku peserta didik di lingkungan sekolah yang terkadang nakal, usil dan se­bagainya, merupakan prilaku bawaan dari rumah dimana mereka dibesarkan dalam ling­kungan yang dalam mendidik mung­­kin orang tua membiasakan tin­­­dakan kekerasan dan jarang memberikan pujian dan perhatian, kecuali berupa pu­nish­ment atau hukuman. Pemberian punishment pada anak didik tampak makin me­ning­kat saat mereka berada pada usia pra-pubertas sampai pada pubertas pertengahan.

Ini merupakan periode di­mana anak memperlihatkan prilaku agresif, yaitu dengan banyak gerak dan sering ber­teriak-teriak. Maka untuk meredam ag­ressif mereka ada sebagian guru dan orang tua memilih cara-cara kasar baik dalam bertutur kata sampai pada melakukan hukuman fisik.

Dalam mendidik sebenarnya diharapkan kepada orang tua dan guru memberikan pendidikan yang kaya dengan sentuhan kemanusiaan. Tuntutan untuk mewujudkan hal tersebut juga meng­harapkan agar orang tua di rumah dan guru di sekolah mengubah sikap dan ke­pri­badian untuk melaksanakan pelayanan mendidik mereka melalui pelatihan, pembiasaan dan iktikad baik agar mampu bersikap lembut, ramah, simpatik dan empatik, dan selalu menjadi model yang selalu sabar dan santun dalam mendidik anak. Mendidik dengan menggunakan cara kekerasan dengan maksud untuk mendisiplinkan anak meru­pakan gaya mendidik yang otoriter dan sebenarnya harus dihindari.

Karena itu, dalam mendidik anak guru dan orang tua harus mem­biasakan pemberian ap­pluse (pujian) kepada anak, agar anak terus termotivasi dalam melakukan hal-hal yang positif. Dan dalam mendidik hendaknya guru dan orang tua menjauhi tindakan kekerasan fisik dan psikis pada anak.
*)Penulis Dosen FAI UMSU.

Close Ads X
Close Ads X