Oleh : Maris
Pertumbuhan dan kepadatan penduduk serta meningkatnya volume kenderaan bermotor di Kota Pematangsiantar adalah satu hal yang mustahil dihempang. Sebagai kota terbesar kedua di Sumatera Utara (Sumut) setelah Kota Medan, sudah menjadi konsekwensinya kalau Kota Pematangsiantar harus dihadapkan pada satu problem kemacetan lalu lintas (lalin). Kondisi ini diperparah akibat hampir seluruh aktifitas perekonomian dan lintas angkutan umum tertumpu ke inti kota.
Ternyata problem ini jauh sebelumnya telah dipikirkan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Pematangsiantar, Setia Siagian. “Sejak tahun 2006, ketika PD Pasar masih berstatus Dinas Pasar, kita sudah mempersiapkan rencana strategi (renstra) PD Pasar Kota Siantar, tapi renstra itu bagai tak bersambut,” ujar Setia Siagian menjawab pertanyaan saat ngopi bareng wartawan di Jalan Cipto Pematangsiantar, Selasa(19/1).
Ada pun Renstra PD Pasar di 2006 itu, ujarnya, seperti sudah ada konsep perencanaan yang matang untuk menjadikan kawasan Rumah Potong di Jalan Melanton Siregar sebagai pusat perbelanjaan Pasar Tradisional dan setengah lahannya dijadikan terminal angkutan desa (angdes) dan angkutan lainnya yang datang dari Tanah Jawa, Hatonduhan.
“Dengan begitu, masyarkakat dari desa tidak perlu lagi ke inti kota belanja. Otomatis angdes dari Tanah Jawa dan sekitarnya, seperti Ganda GOK, Atlas, Sinarta dan lainnya tidak lagi masuk ke seputaran Pasar Horas, Pasar Parluasan atau Dwikora,” ujar Setia.
Kalau ini berjalan, otomatis, pihak Dinas Perhubungan (Dishub) nanti dengan sendirinya akan meminta Pemko Pematangsiantar untuk mencabut SKB 2 Kepala Daerah (Pematangsiantar-Simalungun) yang sudah berusia 32 tahun untuk mempergunakan Pasar Horas dan Dwikora sebagai terminal angdes dan angkutan kota (angkot) yang datang dari penjuru desa Kabupaten Simalungun.
Tak heran, jika kita lihat sekarang kondisi lalin di inti kota Pematangsiantar menjadi sangat sumpek dan padat serta macet. Ada AKDP (angkutan kota dalam provinsi) dan AKAP (angkutan kota antarprovinsi) yang menjadikan pinggiran jalan lintas sebagai pangkalan menaikkan dan menurunkan penumpang. Kondisi ini diperparah padatnya angkot dan angdes menjadikan Pasar Horas dan Pasar Dwikora sebagai terminalnya.
Menanggapi renstra untuk konsep pembangunan pasar? Hal ini pun, imbuh Setia Siagian, sudah dipersiapkan. Rencana ke arah itu, katanya, dilakukan dengan pertimbangan bahwa 70 persen masyarakat kita sangat membutuhkan pasar tradisional, dan selebihnya atau 30 persen lagi pasar modern.
Rencana untuk konsep pasar tradisional di tiap kecamatan yang ada di Siantar diyakini akan mampu mempercepat pemerataan pertumbuhan perekonomian Kota Siantar. Apalagi pemerintah pusat ternyata ada mengalokasikan anggaran pembangunan pasar tradisional di tiap kecamatan di Indonesia sekitar Rp3 miliar per satu pasar tradisional dan untuk mempercepatnya tentu harus dibantu APBD.
Ditanya keberadaan pasar tradisional (pasar pagi) di beberapa kecamatan? Pertanyaan ini enggan dijawabnya. Namun dia menjelaskan, PD Pasar hanya diberi wewenang sesuai Perda No 5 tahun 2014 untuk mengelola 5 Pasar, yaitu Pasar Horas, Dwikora, Balerong, Tozai dan Wanderpark. Selebihnya, katanya, bukan PD Pasar yang mengelola.
“Di beberapa daerah lain, seperti saat kita study banding ke Solo, seluruh pasar terutama pasar tradisionalnya dikelola PD Pasar. Pertumbuhannya sangat bagus, penataannya juga sangat baik, lalu lintas lancar, parkir teratur,” ujarnya.
Revitalisasi Total
Sedangkan renstra untuk Pasar Horas jauh sebelumnya sudah direncanakan Setia Siagian secara matang. “Usia Pasar Horas sudah 32 tahun, melihat pertumbuhan kota dan kepadatan penduduk yang terus bertambah, sudah seharusnya ada perubahan yang signifikan. Bahkan perlu revitalisasi total,” tukasnya.
Dia juga menjelaskan, untuk ini PD Pasarjuga harus punya penyertaan modal sekitar Rp8 miliar, tapi pihak Pemko tidak merealisasinya dengan alasan keterbatasan anggaran. Bahkan untuk upaya ini, PD Pasar juga sudah melakukan loby-loby ke pusat. Dan pemerintah pusat juga menyatakan kesiapannya membantu sekitar Rp50 miliar dengan ketentuan/persyaratan harus adalahan. “Lahan kita ada, sekarang tinggal menunggu kemauan dan kebijakan pemerintah kita saja,” ujarnya.
Rencananya, Lantai 3 Pasar Horas akan dijadikan kawasan parkir yang mampu menampung sekitar 4000 sepeda motor. “Sudah kita hitung, pendapatan dari retribusi parkir roda dua akan melebihi dari sewa kios Pasar Horas, sekitar Rp3 sampai Rp4 miliar per tahun,” tukasnya.
Sedangkan Lantai 4 akan dijadikan tempat parkir mobil dengan pintu masuk dari dua arah (Jalan Sutomo dan Merdeka). Tapi parkir ini harus didukung Perda agar kenderaan lainnya tidak lagi parkir di trotoar atau pinggir jalan seputaran Pasar Horas. Menjawab rencana revitalisasi total dimaksud? Untuk yang namanya revitalisasi Pasar Horas, kita katanya butuh danasangat besar, sekitar Rp200 miliar hingga Rp300 miliar.
Untuk mengatasi keterbatasan dana ini, PD Pasar nantinya perlu kerjasama dengan pihak ketiga dengan sistem bagi hasil. “Kerjasama bisa saja selama 10 hingga 15 tahun, setelah kontrak kerjasama habis, kembali lagi ke Pemko Siantar,”ujarnya.
Rencananya nanti, Gedung I dan Gedung II akan dilengkapi kawasan perkantoran dan perhotelan. Ditanya kendalanya? Harapan Dirut PD Pasar itu tak lain agar dalam mengelola sumber-sumber pendapatan pembangunan pihak Pemko Pematangsiantar tidak berhati dua.
“Pemko jangan berhati dua, itu yang kita harapkan,” katanya menanggapi kendalanya. Dia juga menjelaskan PD Pasar sampai akhir 2015 lalu sudah melakukan loby-loby ke tingkat pusat guna mewujudkan renstra itu. “Renstra sudah kita antar langsung sebelum Natal 2015 kemarin. Soal dana bantuan, harus persetujuan Kemenkeu. Kita tunggulah, semoga dikabulkan,” katanya mengakhiri. (*)
: