Beberapa wilayah di Indonesia sedang darurat banjir, termasuk di Sumatera Utara dan Medan. Untuk kota Medan Metropolitan, selain karena intensitas curah hujan cukup tinggi, banjir juga dikarenakan buruknya sistem drainase yang terus menerus dikorek.
Keheranan masyarakat di Medan dan Sumatera Utara semakin membingungkan karena menimbulkan bermacam pertanyaan, kenapa Kota Medan masih mampu menyabet gelar Adipura padahal kota ini termasuk kota ”manyomak”, hampir setiap hari menemukan jalan berlubang, sungai-sungai kecil bermunculan jika hujan datang sebentar saja dan bau busuk menyengat hidung karena berserakannya sampah-sampah di sekitar parit yang tersumbat, taman-taman tergenang banyak air dan belum lagi tumpukan sampah menggunung dipersimpangan jalan disekitar pasar-pasar yang sering kali terlambat diangkut.
Apalagi Pemko Medan belakangan ini sangat memperhatikan masalah drainase yang diyakini sebagai solusi terbaik dalam menangani masalah bannjir. Ini terlihat dari seringnya Pemko Medan melalui dinas terkait lainnya dalam melakukan pengorekan drainase maupun galian bahu jalan.
Dalam beberapa tahun terakhir, jalanan inti maupun pinggiran kota terus di bongkar pasang, digali dan ditutup kembali. Bahkan ada yang baru beberapa bulan diaspal mulus, kini justru kembali lagi dibongkar dan digali untuk sekedar mengeruk sendimen maupun menanam kabel. Pemandangan ini seakan menjadikan galian jalan sebagai proyek abadi yang setiap tahun harus dilaksanakan.
Proyek galian drainase atau apapun namanya ini terkesan tidak memiliki perencanaan matang. Bagaimana bisa pengaspalan jalanan kota yang baru selesai dilakukan justru kembali dibongkar dan dirusak kembali oleh proyek galian.
Sepertinya ada miskomunikasi antara Pemko Medan maupun pihak lainnya yang terkait dengan proyek galian. Hal ini memberi rentetan dampak negatif yang luas, selain mubazir anggaran, kenyamanan masyarakat kota juga menjadi taruhan.
Sejauh ini Kota Medan belum dapat terbebas dari masalah kebanjiran, bahkan setiap tahun intensitas dan titik banjir kota semakin bertambah parah. Oleh sebab itu, maka tidak heran jika Pemko Medan di bawah komando Dzulmi Eldin dan Akhiar Nasution memberi prioritas khusus pada proyek drainase.
Sangkin seriusnya terhadap permasalahan banjir ini, Pemko Medan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1 triliun untuk perbaikan infrastruktur. Maka jangan haran jika setiap tahun proyek galian semakin ramai dilakukan dimana-mana, karena walikota Medan sangat memperhatikan urusan selokan warga agar tidak banjir.
Sangat disayangkan jika APBD Kota Medan yang mayoritas berasal dari uang warga justru terbuang percuma atau menjadi lahan empuk bagi para penguasa melalui proyek abadi nan tumpang tindih yang bernama drainase dan pengaspalan jalan. Buktinya, walaupun drainase sudah terpasang, toh banjir tetap juga melanda. Ini gimana cerita pak Wali…???? (*)