Masih Ada Desa Tanpa Aliran Listrik

Oleh : Seli Alfianti

Indonesia sudah merdeka 73 tahun, namun masih ada rakyat yang belum pernah melihat lampu sama sekali. Seharusnya Negara harus hadir untuk menciptakan keadilan, listrik adalah hak rakyat.

Pasalnya listrik kini telah menjadi bagian dari kebutuhan setiap hari. Kondisi seperti ini sangat disayangkan. Mereka tidak bisa menikmati cahaya pada malam hari. Mengingat, pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus mampu menyediakan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Karena itu, pemerintah menganggarkan dana dari APBN untuk membangun pembangkit listrik di daerah-daerah terpencil. Pembangkit yang dibangun memanfaatkan potensi energi lokal supaya tak bergantung pada pasokan bahan bakar dari luar.

Kalau yang dibangun adalah pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang harus pakai solar misalnya, tentu jadi masalah baru karena susah mengirim solar ke tengah hutan.

Namun, kekuatan APBN sangat terbatas. Tentu ada daerah yang harus menunggu lama sekali untuk mendapatkan listrik. Sementara belum ada sambungan listrik, daerah-daerah ini diterangi dengan lampu tenaga surya. Minimal daerah-daerah yang belum dapat listrik ini bisa terang di malam hari, penduduknya sudah punya lampu.

Kementerian ESDM telah menyiapkan dana sebesar Rp 320 miliar untuk program bantuan lampu tenaga surya. Lebih dari 80.000 rumah di pelosok negeri akan diterangi oleh lampu ini.

Berdasarkan data Kementerian ESDM 2016, terdapat 12 ribu desa di Indonesia yang belum teraliri listrik dengan baik. Sebanyak 2.915 desa diantaranya hidup dalam gelap, atau belum teraliri listrik sama sekali, sedangkan 9.000 desa lainnya hanya dialiri listrik 2-3 jam dalam sehari.

Kampung Kocu As, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat dihuni 200 KK dengan penduduk 600 orang. Sebelum PLTS Off-Grid berkapasitas 50 kWp bantuan dari Pemerintah menyala pada 10 September 2016 lalu, kampung ini hanya dilistriki oleh generator diesel yang terletak di dekat rumah kepala kampung, yang terbatas pada 5-6 jam penerangan di waktu malam.

Di kampung ini, harga bahan bakar mesin diesel berharga Rp20.000 per liter. Dengan konsumsi per jam rata-rata dua liter, kampung ini mesti mengeluarkan biaya sekitar Rp200 hingga 300 ribu per harinya untuk pembangkit listrik. Belum terhitung jika pada waktu siang hari, diperlukan listrik untuk keperluan dan kegiatan kampung. (http://ebtke.esdm.go.id)

Sangat disayangkan jika kondisi seperti ini terus mereka rasakan. Berapa biaya yang mereka harus keluarkan demi setitik cahaya di tengah keterbatasan ekonomi. Bayangkan jika mereka mengeluarkan uang satu hari mencapai seratus rupiah, dengan pendapatan mereka perhari dan kebutuhan mereka sehari-hari, itu semua tidak akan cukup.

Minyak diesel, demikian disebut oleh warga setempat, menjadi barang mahal bagi warga kampung ini. Minyak diesel hanya bisa didapat di Ayamaru atau Kumurkek, yang menempuh 1,5 sampai 2,5 jam perjalanan darat tergantung cuaca.

Apabila cuaca hujan, sebagian jalan berlumpur dan tidak bisa dilalui. Jika demikian, tidak ada minyak diesel yang mengisi generator diesel kampung ini, yang menyebabkan tidak ada listrik sama sekali pada waktu demikian.

Warga kampung hanya berpasrah saja melalui malam tanpa listrik dan penerangan sama sekali. Waktu-waktu tersebut, malam-malam tanpa listrik dan penerangan, disebut warga sebagai “Tidur Gelap”.

Pemerintah akan memasifkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di wilayah-wilayah yang masih memiliki rasio elektrifikasi rendah. “Melistriki wilayah-wilayah di Indonesia bukan sekedar mengejar target rasio elektrifikasi karena yang paling utama memberi akses listrik bagi yang belum memiliki. Yang terpenting adalah pemerataan bukan hanya mengejar target”.

Harusnya pemerintah malu karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok warga negaranya. Dengan membiarkan masalah ‘kebutaan’ listrik pada masyarakat, berarti pemerintah secara tidak langsung mendorong atau membiarkan masyarakat tersebut terperosok dalam belenggu kebodohan.

Semoga janji pemerintah atau PLN untuk memberikan akses listrik yang me­rata bagi seluruh rakyat Indonesia di mana pun berada dapat terealisasi.

*) Penulis Adalah Alumni FKIP UMSU

Close Ads X
Close Ads X