Gurita Suap dan Korupsi

Lagi-lagi pejabat BUMN terjaring OTT KPK. Kali ini giliran oknum PT Pal bergerak di bidang produksi galangan kapal yang kena jerat komisi anti rasuah tersebut. Ditengarai menerima uang miliaran rupiah terkait pekerjaan yang dilakukannya. Miris.

Para pemimpin bisnis memiliki kewajiban untuk ikut berkontribusi menegakkan moral dan etika demi kebaikan bersama bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Di negeri ini, boleh dibilang godaan untuk melakukan korupsi demikian besar. Siapa pun orangnya, apa pun latar belakang, gelar maupun jabatannya, memiliki peluang untuk tergelincir menjadi koruptor.

Nyatanya, alih-alih surut, korupsi di Indonesia tampaknya malah beregenerasi. Indikatornya adalah munculnya semakin banyak tersangka korupsi dengan usia di bawah 50 tahun. Di sisi lain, pelaku korupsi pun kian beragam, dari mulai anggota legislatif, pejabat pemerintahan, petinggi parpol, akademisi, pengusaha hingga aparatur penegak hukum.

Dilihat dari kacamata teori penawaran dan permintaan, terdapat dua kemungkinan mengapa korporasi akhirnya bisa terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Pertama, pihak korporasi menjadi korban para pejabat korup yang mengambil keuntungan atas kekuasaan yang dimilikinya dengan cara meminta suap kepada korporasi dengan imbalan bakal dimuluskan proyek-proyek bisnisnya.

Kedua, korporasilah yang memiliki inisiatif aktif menawarkan suap kepada pejabat negara agar pejabat negara membuat keputusan-keputusan strategis yang nantinya menguntungkan kepentingan bisnis korporasi.

Korupsi merupakan masalah kompleks. Ia bersifat multidimensional, baik menyangkut sebab dan akibatnya. Korupsi bukan hanya bisa dilihat sebagai masalah struktur politik dan kekuasaan semata, tetapi juga bisa dilihat sebagai masalah struktur ekonomi, budaya, sosial, pendidikan ataupun moral kelompok serta moral perseorangan.

Akar penyebab korupsi sendiri adalah egoisme diri. Dengan demikian, setiap individu sesungguhnya memunyai kecenderungan untuk berlaku korup. Secara naluriah, kita cenderung untuk lebih mendahulukan kepentingan diri kita sendiri, keluarga kita dan kelompok kita. Jika kecenderungan ini tidak bisa dikendalikan, maka akan dengan mudah kita terjebak pada pelbagai perilaku korup.

Kendatipun demikian, kita yakin korupsi bukanlah bawaan lahir sebuah bangsa. Praktik korupsi bukan sesuatu yang sifatnya alamiah. Itu artinya tidak ada kata mustahil untuk memberantas dan melenyapkan korupsi, termasuk korupsi yang melibatkan korporasi, baik itu korporasi milik negara maupun korporasi milik swasta. Bahkan, sesungguhnya korporasi dapat menjadi salah satu institusi paling depan yang ikut berkontribusi bagi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Seperti juga para penyelenggara negara, para pengusaha memikul tanggung jawab besar untuk ikut membangun dan memajukan negeri ini. Sayangnya, sejauh ini, saban kali ada kasus tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan praktik korupsi, nyaris selalu ada pihak pengusaha yang terlibat di dalamnya.

Bagaimanapun, seperti sektor-sektor kehidupan lainnya, bisnis harus dijalankan dengan cara-cara bersih agar mampu membuahkan kebaikan bersama bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, termasuk ikut berkontribusi secara signifikan bagi upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di negeri ini. Bukan malah sebaliknya. (*)

Close Ads X
Close Ads X