Dilematis Freeport

Lagi-lagi Freeport menabuh ‘genderang perang’ terhadap pemerintah. Bahkan ancaman Freeport mem-PHK ribuan karyawannya jangan dianggap main-main. Ini seperti bom waktu yang meledak dan bakal menjadi masalah besar bagi Indonesia.

Satu hal yang konsisten diperlihatkan Feeport terhadap pemerintah Indonesia dari waktu ke waktu yakni, mereka sangat memperhitungkan resiko bisnis. Dibalik sikap bandel Freeport menolak hilirisasi, menghulur-ngulur waktu pembangunan smelter, intinya mencerminkan sikap demikian.

Mereka tidak berani mengambil resiko investasi gagal tanpa jaminan awal dari pemerintah Indonesia bahwa mereka dipastikan akan meraih perpanjangan kontrak 2 x 10 tahun. Sikap arogan Freeport mengabaikan hukum publik di Indonesia sudah sewajarnya mendapatkan ganjaran yang setara. Freeport harus belajar menghargai Indonesia.

Lima puluh tahun bercokol di Papua, mendapatkan keuntungan dan kekayaan yang berlimpah dari sana, tidak membuat Freeport merasa berterima kasih dengan negara yang telah memberikannya kesempatan untuk menjadi perusahaan besar kelas dunia.

Bila permasalahan penolakan oleh Freeport ini berlanjut ke pengadilan arbitrase, menang atau kalah, mereka akan menanggung resiko terdepak dari Papua setelah 2021. Sebagai perusahaan yang sangat memperhitungkan resiko atas setiap permasalahan yang dihadapinya, rasanya kecil kemungkinan masalah ini akan sampai ke pengadilan arbitrase.

Mungkin Freeport akan mengalah, mau mengikuti aturan di Indonesia namun meminta penundaan atau keringanan untuk beberapa hal. Atau mungkin mereka sedang bermain untuk keuntungan bisnisnya, menciptakan kelangkaan ketersedian emas dan tembaga di pasar Internasional guna melambungkan harganya yang saat ini cenderung menurun? Kita tunggu saja bagaimana reaksi Freeport.
(*)

Close Ads X
Close Ads X