Awas KLB Difteri

Menjelang penutupan tahun 2017 ada berita-berita yang kurang baik atau tepatnya buruk. Baik itu bencana alam, tapi juga ada bencana penyakit. Yang terakhir terdengar gaungnya adalah KLB atau Kejadian Luar Biasa.

Disebut dengan KLB karena sudah terjadi pada 19 provinsi diantaranya Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat dengan penderita berusia 5-9tahun. Terjadi sejak bulan Januari sampai Desember 2017.

Menurut data dihimpun penulis, kasus wabah difteri di Indonesia sejak tahun 2015 dimana WHO menyatakan angka kejadian Difteri di Indonesia meningkat 502 kasus dibandingkan tahun 2014 sebanyak 394 kasus.

Pada tahun 2016, Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI merilis angka kejadian difteri sebesar 415 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 24 kasus.

Menurut laporan profil kesehatan Indonesia tahun 2016 yang dikeluarkan Menkes 2016, pada tahun 2016 dari seluruh kasus difteri sebesar 51% diantaranya tidak mendapatkan vaksin.

Banyak yang kaget kenapa kok tiba-tiba ada KLB Difteri. Memang menteri Kesehatan sedang mengecek kebenarannya. Namun, lebih baik sedia payung sebelum hujan. Kita perlu mengenal dulu apa yang disebut Difteri.

Difteri penyakit infeksi yang menyerang membran muskosa tenggorakan dan hidung disebabkan bakteri Cornynesbcterium diphtheriae. Infeksi itu menyebabkan terbentuk selaput tebal di tenggorokan yang menghalangi saluran napas. Sehingga dapat menyebabkan pasien kesulitan bernapas dan meninggal.

Difetri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak mapun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang sekitarnya.

Adapun Gejala Wabah Difteri: 1. Demam tidak tinggi, 2.Nafsu makan menurun, 3. Lesu, 4.Nyeri menelan dan nyeri tenggorokan 5. Sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah, 6. Memiliki tanda khas berupa selaput putih kelabu-abuan ditenggorakan atau hidung yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher.

Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulukangan bahwa penanganan difteri harus terencana , jangka pendek dan jangka Panjang. Jangka pendek pemerintah harus melakukan ORI di daerah melaporkan KLB, minta kepada seluruh kepala daerah untuk minta kepada warganya untuk melakukan imunisasi.

Jika pada daerah yang terkena wabah Difteri dan mereka belum melakukan imunisasi maka perlu tindakan khusus.

Setiap anak perlu mendapatkan tiga kali imunisasi DPT sebelum umur 1 tahun, dan yang kedua pada usia 2 tahun dan yang ketiga pada usia 5 tahun ke atas. Jika tidak melakukan imunisasi dengan baik maka difteri akan berjangkit dan tidak maksimal imunisasinya.

Buat mereka yang sudah terkena, penderita harus diisolasi bahkan isolasi dari keluarga. Jangan sampai ada keluarga yang tertular karena merawat penderita. Lebih baik penderita harus masuk ke dalam ruang isolasi khusus di rumah sakit.

Gerakan antivaksin harus mendapat perhatian karena justru mereka yang menderita difteri itu 60 persen belum melakukan imunisasi. Ayo, semua harus mawas diri menjaga kesehatan agar tidak terjadi KLB di negara tercinta kita. (*)

Close Ads X
Close Ads X