Angkot vs Online

Lagi-lagi kisruh antara angkutan kota dan armada online memanas di Medan, Rabu (13/12) siang. Polemik mengenai online ini belum akan ada habisnya, sebelumnya kita dihebohkan dengan beberapa ritel besar menutup gerainya, dikarenakan trend masayarakat mulai beralih ke belanja online, kemudian masalah angkutan online yang sudah beberapa bulan belakangan sudah menjadi moda transportasi baru bagi warga kota Medan. Termasuk penulis.

Penulis adalah pengguna taksi online dengan prioritas promo, artinya kepentingan saya menggunakan taksi online semakin bertambah kalau saya dapat promo. Kalau tidak ada promo maka saya lebih suka naik sepeda motor pribadi.

Dampak dari mogoknya angkutan umum banyak pengguna angkot yang beralih dengan menggunakan Ojek online, becak ataupun diantar pakai kendaraan pribadi kalau yang punya.

Namun kalau yang tak punya kendaraan maka jalan kaki merupakan solusi handal, untuk menjawab dampak dari mogok tersebut. Imbasnya banyak karyawan dan pelajar atau mahasiswa yang terlambat masuk kerja dan sekolah atau ke kampusnya.

Dengan demikian kalau saya boleh saran perbedaan kepentingan ini harus di musyawarahkan, duduk Bersama antara para pihak, pemerintah, pengurus atau perwakilan dari taksi konvensional, pengurus atau perwakilan taksi online akan lebih baik.

Sementara itu peraturan-peraturan yang berlaku saat ini yang mengatur mengenai angkutan umum harus tetap dijunjung tinggi.

Di Indonesia, fenomena transportasi online terganjal dalam hal regulai dan kejelasan payung hukum yang mengatur tentang transportasi umum. Tentunya, fenomena ini seharusnya dapat disikapi sebijak mungkin dan dapat dengan segera diberikan payung hukum yang jelas karena tidak dapat dipungkiri bahwa transportasi online ini sangat mengangkat pendapatan driver yang bergabung yang mana merupakan bagian dari mensejahterakan karyawannya dan dalam hal teknologi dapat memperbaiki sistem transportasi menjadi lebih baik yang memudahkan akses bagi para penggunanya.

Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat pasti akan menimbulkan pro dan kontra, tidak ada suatu kejadian atau fenomena yang dapat diterima oleh seluruh pihak, tetapi tentunya dapat dilihat sisi manfaat yang ditimbulkan dari perubahan yang ada.

Kita tidak boleh potong kompas, mengikiuti trend dunia tapi melanggar banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia, biarlah kita berproses sesuai dengan tahap dan kemampuan kita. Kepastian dan harga menjadi kebutuhan tapi ketaatan peraturan menjadi tolak ukur kedewasaan sebuah bangsa. (*)

Close Ads X
Close Ads X