Tak Rugikan Calon Jemaah | MK Tolak Gugatan Dana Haji

Sidang pembacaan putusan sepuluh perkara PUU yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, di ruang sidang gedung MK, Jakarta, Selasa (12/12). Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menolak seluruh gugatan permohonan pengujian undang-undang (PUU) di antaranya tujuh perkara untuk Perppu Ormas, UU Keuangan Haji, UU Desa, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/kye/17.

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi tentang pengelolaan investasi dana haji. Dalam pertimbangannya, hakim menilai ketentuan tentang investasi dana haji telah sesuai undang-undang dan tidak merugikan calon jemaah haji.

“Mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (12/12).

Gugatan ini diajukan calon jemaah haji, Muhammad Sholeh karena merasa dirugikan dengan kewenangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menginvestasikan dana haji. Menurut Sholeh, dana haji mestinya tak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali membiayai penyelanggaraan ibadah haji.

Namun dalam pertimbangannya, MK menyatakan, investasi justru menghasilkan nilai tambah yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan fasilitas calon jemaah haji. Selain itu, calon jemaah haji mestinya juga tak perlu khawatir karena pengelolaan dana untuk investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Sementara calon jemaah haji tidak dibebani tanggung jawab karena hanya subjek yang tidak akan menanggung kerugian jika pengelolaan dana haji merugi,” kata hakim anggota Anwar Usman.

Terlebih, lanjut hakim, untuk menginvestasikan dana haji harus sesuai dengan prinsip syariah, hati-hati, keamanan, dan memiliki nilai manfaat. Hal itu dianggap telah memberikan kepastian hukum tentang pengelolaan dana haji dan tidak menghalangi hak pemohon atau siapa pun yang akan menunaikan ibadah haji.

“Dengan demikian alasan permohonan tidak beralasan menurut hukum,” ucapnya.

Sementara pemohon, Sholeh, mengaku kecewa dengan putusan tersebut. Ia berkukuh uang muka yang dibayarkan calon jemaah haji tak boleh dibuat investasi dalam bentuk apapun.

Apalagi jumlah uang muka yang harus dibayarkan cukup tinggi yakni sebesar Rp25 juta. Soleh mengklaim, jika uang muka tersebut dikelola calon jemaah haji hasilnya justru akan lebih besar dibandingkan dikelola pemerintah.

“Ini akal-akalan pemerintah supaya terjadi penumpukan uang calon jemaah haji. Setelah menumpuk baru pemerintah berpikir memutar uang tersebut supaya bermanfaat,” tutur Sholeh kepada CNNIndonesia.com.

Sholeh telah mendaftarkan ibadah haji sejak 2008 dengan menyetorkan uang muka senilai Rp20 juta. Namun Sholeh tak kunjung berangkat karena kuota haji yang terbatas.

Pria yang berprofesi sebagai advokat ini pun khawatir meningkatnya jumlah calon jemaah yang tertunda keberangkatannya akan menimbulkan penumpukan dana jemaah haji.

Adapun tiga pasal yang diajukan Sholeh untuk diuji yakni Pasal 24 huruf a, 46 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (1) UU 34/2014. Sholeh menilai kewenangan BPKH untuk menginvestasikan dana haji sesuai prinsip hati-hati dan syariah tak ada dasar hukumnya.

(cnn)

Close Ads X
Close Ads X