Tak Ada Kriminalisasi Ulama

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai (tengah bawah), Hafid Abbas (kanan) dan Ansori Sinungan (tengah atas) didampingi Sekretaris Menko polhukam Yayat Sudrajat (kiri) menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan dengan Menko Polhukam Wiranto di Jakarta, Jumat (9/6). Pertemuan tersebut membahas dugaan kriminalisasi ulama dan pembubaran HTI. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/17.

Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menegaskan tidak ada niat dan upaya pemerintah untuk melakukan kriminalisasi terhadap ulama. Pemerintah menghormati hukum dan mentaati semua peraturan yang ada.

“Pemerintah tidak mengkriminalkan ulama,” kata Wiranto di Jakarta, Jumat (9/6).

Ia menjelaskan apa yang terjadi saat ini adalah semua orang sama di hadapan hukum. Semua orang harus siap menghadapi proses hukum jika terjadi pelanggaran.

“Apakah itu ulama, pedagang, politisi, kalau menyangkut masalah kriminal ya dikriminalkan,” ujarnya.

Dia meminta semua pihak agar jangan berlindung di balik jabatan ulama ketika terjadi masalah. Jangan pula merusak citra ulama dengan ulah-ulah orang tertentu yang mengatasnamakan ulama.

“Yang dikriminal itu adalah ulama yang kebetulan bermasalah dengan masalah kriminal, jadi oknum. Jangan digeneralisasi,” tegasnya.

Komisioner Komnas HAM itu menjelaskan kedatangannya ke Kantor Kemenko Polhukam juga untuk meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo, menyelesaikan kegaduhan nasional ini secara damai.

“Kami minta tutup kegaduhan nasional ini. Kita bekerja secara serius saja sebagaimana cita-cita nawacita. Presiden harus mengambil alih memutus mata rantai kegaduhan ini,” tuturnya.

Selain menyampaikan keinginan rekonsiliasi dari Presidium Alumni 212, Pigai menerangkan kedatangannya ke Kemenko Polhukam juga dimaksudkan untuk menyampaikan permasalahan yang dialami oleh para ulama dan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang kebebasan berserikatnya jadi terganggu dengan adanya rencana pembubaran organisasi tersebut.

Sementara itu, – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir menyerukan setop kriminalisasi terhadap ulama. “Menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengambil langkah serius guna menghentikan kriminalisasi terhadap ulama, tokoh oposisi maupun aktivis Islam,” kata Bachtiar kepada wartawan di Jakarta, Jumat siang.

Dia mengatakan seruan tersebut seiring perkembangan situasi nasional dewasa ini yang mengarah tidak menguntungkan terhadap koeksistensi umat beragama, khususnya terhadap umat Islam.

Di antara tindakan terhadap umat Islam itu, kata dia, terjadi kriminalisasi bergelombang terhadap ulama, tokoh oposisi maupun aktivis Islam melalui berbagai kasus hukum yang sarat dengan dugaan rekayasa. Di lain pihak, dirasakan ada perlakuan yang tidak sama terhadap pihak-pihak yang menyerang umat Islam.

Kemudian, lanjut dia, terjadi pelabelan terhadap kalangan Islam sebagai “mu’allaf” Pancasila. Hal itu menyudutkan umat Islam yang sejatinya turut mengamalkan Pancasila sejak dahulu.

Dia juga mendorong penegakan hukum oleh aparat kepolisian yang berkeadilan berdasarkan proses hukum, profesional, menjunjung tinggi HAM serta menghentikan pelabelan negatif terhadap umat Islam yang anti-Pancasila, antikeberagaman dan anti-NKRI.

Bagi umat Islam, dia meminta agar tidak mudah terbawa arus jargon-jargon politik yang terkesan bagus dan penting padahal tidak memiliki relevansi terhadap penguatan koeksistensi umat beragama bahkan membuka celah disintegrasi serta konflik SARA yang lebih luas.

(ant/bs)

Close Ads X
Close Ads X