Skandal Korupsi e-KTP | Setnov Syok Divonis 15 Tahun

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kedua kanan) menuju mobil tahanan usai menjalani sidang putusan di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/4). Majelis hakim memvonis mantan Ketua DPR tersebut dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama/18.

Jakarta – Setya Novanto akhirnya divonis 15 tahun penjara atas perbuatannya dalam korupsi e-KTP. Ia pun mengaku tak menyangka atau syok atas vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Menurut Setnov, keputusan Hakim tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada. Dia menyebut masih banyak hal yang tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.

“Pertama-pertama, saya sangat syok sekali karena apa yang didakwakan dan apa yang disampaikan perlu dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan persidangan yang ada,” kata Setnov usai keluar dari ruang tunggu tahanan Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4).

Kendati begitu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan akan menghormati segala bentuk keputusan dari majelis hakim. Menurutnya, ini adalah proses hukum yang harus dilewati.

Selain itu, Setnov menyebut masih akan berpikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan Hakim itu. Dia akan berdiskusi dengan keluarga dan penasihat hukumnya.

“Dan saya minta waktu untuk pelajari dan konsultasi dengan keluarga dan juga pengacara,” tutur Setnov.

Dalam perkara korupsi e-KTP, Setnov divonis dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta serta subsidair tiga bulan kurungan. Setnov dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP.

Perbuatan Novanto dinyatakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Tak hanya itu, Setnov juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang diserahkan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pembayaran uang pengganti dilakukan setelah sebulan vonis Setnov berkekuatan hukum tetap. Apabila uang dan harta benda yang disita juga tak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Kemudian, Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Setnov berupa pencabutan hak politik selama lima tahun usai menjalani masa hukuman. Lalu, Hakim juga tak mempertimbangkan permohonan Justice Collaborator (JC) Setnov.

Koordinator Divisi Jaringan Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan tak sepakat dengan putusan hakim yang hanya mencabut hak politik Setya Novanto selama lima tahun.

“Kalau semacam ini, masih membuka ruang bagi Setya Novanto untuk kemudian terlibat aktif lagi sebagai politisi, walaupun tidak di partai terkait,” kata Abdullah saat ditemui usai diskusi soal larangan mantan narapidana menjadi anggota legislatif di D Hotel, Setiabudi, Selasa, 24 April 2018.

Abdullah menilai putusan pencabutan hak politik Setya Novanto terkesan masih setengah. “Artinya masih ada ruangan untuk berkiprah di ranah politik lagi,” kata Abdullah.

Menurut Abdullah dasar hukum majelis hakim dapat menjadi aspek untuk pencabutan hak politik. Sehingga dengan begitu ada kepastian soal larangan untuk kemudian terlibat aktif kembali dalam kelembagaan politik manapun.

-Itu Pantas

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menanggapi vonis terhadap mantan ketua DPR yang juga politikus Partai Golkar, Setya Novanto terkait kasus korupsi proyek KTP elektronik.

“Tentu prihatin, inilah keputusan hakim yang tentu dipertimbangkan dengan baik. Ini juga peringatan kepada siapa saja untuk tidak mengambil tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum,” kata Wapres Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (24/4).

JK juga mengingatkan kepada seluruh kader Partai Golkar untuk tidak menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya kelompok atau perorangan.

“Jangan mempergunakan, memperkaya diri dengan jabatan, karena apa yang terjadi (dengan Setnov) itu kan memperkaya diri dengan jabatan itu,” jelasnya.

Senada di atas, Partai Golkar prihatin dengan vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Hakim menyatakan Setya Novanto terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP.

“Tentu kami sangat prihatin atas vonis majelis hakim yang memutuskan vonis 15 tahun untuk Pak Setya Novanto,” jelas Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily.

Golkar, lanjut Ace, menyerahkan sepenuhnya kepada Setya Novanto dan tim penasehat hukumnya untuk mengambil langkah hukum selanjutnya. Menurut Ace, Golkar hanya bisa mendoakan agar Novanto tetap tabah dan sabar hingga kasus hukumnya benar-benar telah selesai.

“Apa pun keputusan yang diambil Pak Novanto, kami hanya bisa mendoakan agar Pak Novanto tabah dan sabar dalam menghadapi kasus hukumnya,” ucap Ace.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu wilayah Sumatera DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menilai, hakim tentunya mempertimbangkan banyak aspek dalam memvonis Novanto.

“Apa pun keputusannya itu merupakan keputusan terbaik yang dibuat oleh hakimnya,” jelas Doli.

Meski begitu, Doli tetap mengapresiasi sikap Novanto yang banyak berubah selama menjalani masa persidangan. Perubahan itu ditampakkan Novanto dengan pengakuan-pengakuannya yang dianggap bisa membantu menuntaskan kasus e-KTP yang merugikan negara hingga Rp ,3 triliun.

“Ada kemajuan dari sikap Pak Novanto yang dari awal tidak mengaku, kemudian mengaku hingga akhirnya akan membantu untuk menuntaskan kasus e-KTP ini. Itu juga harus diapresiasi perubahan sikapnya,” tutur Doli. (oz/put)

Close Ads X
Close Ads X