Organisasi Lintas Iman Lawan Radikalisme | Perekrutan Incar Masyarakat Stres Ekonomi

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (ketiga kanan) dan Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini (kanan) bersama pemuka lintas agama mengangkat tangan seusai pembacaan ikrar saat apel kebhinekaan Lintas Iman Bela Negara di Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (17/1). Apel yang diikuti 15 ribu peserta terdiri dari pemuda, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat dan tokoh lintas agama ini dimaksudkan untuk menolak Radikalisme, Terorisme dan Narkoba. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ama/16. *** Local Caption ***
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (ketiga kanan) dan Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini (kanan) bersama pemuka lintas agama mengangkat tangan seusai pembacaan ikrar saat apel kebhinekaan Lintas Iman Bela Negara di Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (17/1). Apel yang diikuti 15 ribu peserta terdiri dari pemuda, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat dan tokoh lintas agama ini dimaksudkan untuk menolak Radikalisme, Terorisme dan Narkoba. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ama/16. *** Local Caption ***

Sejumlah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan menggelar apel di Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (17/1). Pada forum tersebut, menyepakati komitmen dan seruan tentang kebhinekaan, nasionalisme serta perang terhadap radikalisme.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj, menilai apel kebhinekaan lintas iman perlu diadakan karena Indonesia saat ini sedang darurat radilkalisme dan terorisme.
Bersama para pimpinan ormas dan lembaga keagamaan, Said me­nyatakan radikalisme yang ditunj­ukkan kelompok Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) harus di­perangi karena bertentangan de­ngan nilai-nilai yang dikandung Pancasila, seperti ketuhanan dan kemanusiaan. “Mereka berbahaya. Mereka sudah mempunyai agenda yang ma­­sif di Indonesia,” ujarnya.

Ditemui pada kesempatan se­rupa, Menteri Agama Lukam Ha­kim Saifuddin berkata, apel kebhinekaan me­rupakan salah satu cara mem­per­tahanankan kebersamaan dalam per­bedaan. “Apel ini diperlukan untuk me­nya­darkan warga negara bahwa bang­sa Indonesia pada hakekatnya beragam dan majemuk. Perbedaan itulah yang dibungkus dalam ke­bhi­nekaan,” tuturnya.

Pada pidatonya, Menteri Per­ta­hanan Ryamizard Ryacudu me­ngatakan aksi terorisme yang ber­dalih agama dapat berujung pada per­pecahan antara warga negara. Na­mun, dengan kebersamaan yang kuat, Ryamizard yakin disintegrasi tersebut tidak akan terjadi. “Kebersamaan 250 juta penduduk adalah kekuatan maha dashyat yang tidak akan mampu dilawan, apalagi hanya sebuah teror kecil seperti ke­marin,” katanya.

Para pimpinan lembaga se­perti Kon­ferensi Wali Gereja, Per­satuan Ge­reja-gereja di Indonesia, Per­wa­kilan Umat Buddha Indonesia, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia dan Parisada Hindu Dharma Indo­nesia mendesak pemerintah un­tuk segera menginisiasi sebuah per­aturan yang secara antisipatif dapat membendung radikalisme dan terorisme.

Mereka juga meminta pemerintah segera membubarkan organisasi radikal dan yang kegiatannya menjurus pada aksi terorisme. Penindakan cepat dan tegas terhadap pelaku teror serta deradikalisasi secara masif, terencana dan terarah merupakan dua permintaan mereka lainnya.

Adapun isi dari keenam seruan para tokoh lintas iman adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan berkomitmen untuk senantiasa setia menjaga Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, serta turut serta menjaga perdamian dunia.

2. Menyatakan berkomitmen untuk memperkuat semangat nasionalisme dan religiusitas dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta berkomitmen terhadap bela negara.

3. Menyatakan segala bentuk radikalisme, terorisme, dan narkoba, harus segera dihapuskan dari Tanah Air Indonesia karena bertentangan dengan nilai- nilai Ketuhanan dan kemanusiaan serta bertentangan dengan kepribadian bangsa dan merusak masa depan Indonesia.

4. Menyerukan kepada seluruh masyarakat dan seluruh elemen bangsa untuk memperkuat jalinan persaudraan lintas iman untuk memperkokoh kedaulatan nasional, meningkatkan integritas bangsa, dan untuk membangun dunia yang lebih berada. Serta membangun kekuatan rakyat untuk melakukan gerakan deradikalisme, memerangi terorisme, dan membumi hanguskan jejaring narkoba.

5. Menyerukan kepada pemerintah untuk segera menginisiasikan undang – undang untuk membendung dan memberantas radikalisme, terorisme, dan narkoba secara lebih antisipatif dan segera melakukan kolaborasi multi pihak dan mengoptimalkan kekuatan rakyat untuk mengantisipasi, mewaspadai, membendung, dan melawan segala bentuk radikalisme, terorisme, dan narkoba, serta membubarkan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan paham tersebut.

6. Menyerukan kepada organisasi dan masyarakat internasional untuk lebih erat dan lebih masif dalam bersinergi dan mengambil langkah nyata dalam memberantas radikalisme, memerangi terorisme, dan memberantas jejaring narkoba, serta untuk lebih intensif membangun komunikasi lintas peradaban untuk membangun kesepahaman dan menciptakan dunia yang adil, makmur, dan toleran.

Pakar: Incar Masyarakat Stres
Sejumlah kota besar di Indonesia menjadi incaran paham radikalisme karena tingkat stres masyarakatnya yang tinggi, kata Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata.

“Gerakan radikal umumnya muncul di kota-kota besar karena orangnya stres akibat aktivitas kerja, kemacetan lalu lintas, dan faktor lainnya,” katanya di Bekasi, Minggu (17/1).
Pernyataan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dalam seminar pendidikan “Peran Pendidikan Agama dalam Membentuk Karakter Anak” di Alexandria Islamic School Bekasi, Jawa Barat.

Menurut dia, situasi masyarakat kota besar relatif sangat mudah dipengaruhi paham radikalisme dengan iming-iming peningkatan status dan ekonomi masyarakatnya. “Problem politik dan ekonomi di kota besar lebih mudah dijual dalam masyarakat seperti itu. Agama hanya dijadikan alat untuk melegitimasi seolah kekeliruan itu dibenarkan oleh ajaran agama,” ujarnya.

Adapun salah satu modus yang dilakukan oleh kaum radikal adalah dengan mengambil alih Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan masyarakat. “Dakwah masih banyak yang menyampaikan kekerasan, seperti masjid dikuasai komunitas radikal,” katanya.

Abuddin menilai aksi teror dari kalangan radikalisme sulit untuk dideteksi dini karena pergerakannya yang tertutup. “Negara superpower saja masih kebobolan,” katanya. Meski demikian, dia mengapresiasi sikap Polri dan TNI yang dapat mengatasi kasus itu secara cepat dan profesional. “Namun, saya anggap penanganan kasus itu sebuah keberhasilan kepolisian dan TNI serta aparat keamanan lainnya,” katanya. (ant/cnn)

Close Ads X
Close Ads X