Jakarta | Jurnal Asia
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta untuk menanyakan hal-hal substansial saat memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sidang pemeriksaan dugaan pencatutan nama dan penyalahgunaan wewenang.
Kasus itu dilaporkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said (ESDM) terkait proses renegosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. “MKD jangan bertele-tele atau menanyakan hal konyol kepada Setya Novanto, apalagi meminta rekaman diputar ulang,” kata pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (6/12). Menurut Hendri, MKD hanya perlu menanyakan tiga hal kepada Setya. Pertama, memastikan bahwa Setya hadir dalam pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Kedua, apakah percakapan dalam rekaman merupakan suara Setya, dan ketiga apakah Setya menyadari pembicaraan yang juga dihadiri pengusaha Riza Chalid itu direkam.
“Setelah itu, tanyakan juga mengapa Setya Novanto mengajak Riza saat bertemu dengan Maroef (Freeport),” ucap Hendri.
Dia mengatakan, kasus ini begitu menghentak rasa kepercayaan publik terhadap DPR. Karena itu, Hendri mendorong agar sidang MKD digelar terbuka supaya rentetan ceritanya utuh dan tidak menimbulkan kecurigaan dari masyarakat.
“MKD perlu menjaga marwah dengan sidang terbuka,” ungkapnya. MKD menjadwalkan pemeriksaan Setya pada Senin (7/12). Setya diadukan ke MKD dengan dugaan pelanggaran etik karena diduga mencoba mencari keuntungan pribadi dalam renegosiasi kontrak karya Freeport.
Masyarakat Minang Somasi Riza Chalid
Ikatan Pemuda Pemudi Minang Indonesia (IPPMI), yang diwakili oleh Ketua Umumnya, Muhammad Rafik, mensomasi pengusaha Muhammad Riza Chalid atas ucapannya yang menyebut Provinsi Sumatera Barat sebagai Provinsi Dajjal.
Ucapan Riza itu terdengar dalam rekaman pertemuan antara dirinya, Ketua DPR Setya Novanto, dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. “Ucapan tersebut sangat melukai hati dan perasaan masyarakat Minang,” kata Muhammad Rafik, Minggu (6/12).
Berdasarkan rekaman percakapan tersebut, diketahui Riza Chalid ketika berbicara dengan Maroef mengatakan hal tersebut, ketika Maroef berbicara tentang masalah lahan di Papua, yang disamakan seperti di Padang oleh Riza Chalid. “Dalam pemahaman umat Islam, Dajjal dikatakan jahat dan kafir,” ujar Muhammad Rafik.
Menurut dia, IPPMI merasa ucapan tersebut melukai perasaan masyarakat Sumatera Barat, baik yang tinggal di Sumatera Barat, maupun yang sudah tidak tinggal di sana. Dalam rilis itu disampaikan bahwa somasi terhadap Riza mendapat dukungan para tokoh yang berasal dari Sumatera Barat, seperti Ahmad Syafii Ma’arif, Emil Salim, Irman Gusman, Azwar Anas serta Fahmi Idris.
Atas dasar itu IPPMI meminta tiga hal kepada Riza Chalid. Pertama, mencabut ucapannya yang mengatakan Padang atau Sumatera Barat adalah Provinsi Dajjal. Kedua, meminta maaf secara langsung dalam rapat adat yang diselenggarakan oleh pemangku adat Minangkabau, yang khusus akan membahas ucapan Riza Chalid. (ant/tc)